Powered By Blogger

Rabu, 25 November 2009

REPRODUKSI NEKTON
Reproduksi merupakan kemampuan individu menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Meskipun tidak semua indoividu mampu menghasilkan keturunan, namun setidaknya reproduksi berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi ini.
Seksualitas
Secara umum ikan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu jantan dan betina (biseksual/dioecious) dimana sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang sama. Istilah lain untuk keadaan ini disebut gonokhoristik yang terdiri atas dua kelompok yaitu :
1. Kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu juvenil, jaringan gonad belum dapat diidentifikasi apakah berkelamin jantan atau betina,
2. Kelompok yang berdiferensiasi, artinya sejak juvenil sudah tampak jenis kelaminnya apakah jantan atau betina.
Selain gonokhoristik, dikenal pula istilah hermafrodit yang artinya di dalam tubuh individu ditemukan dua jenis gonad (jantan dan betina). Bila kedua jenis gonad ini berkembang secara serentak dan mampu berfungsi, keduanya dapat matang bersamaan atau bergantian maka jenis hermafrodit ini disebut hermafrodit sinkroni. Contoh ikan yang bersifat seperti ini adalah Serranus cabrilla, Serranus subligerius dan Hepatus hepatus.
Ikan yang termasuk golongan ini adalah Sparrus auratus dan Pagellus centrodontus. Bila pada awalnya berkelamin jantan namun semakin tua akan berubah kelamin menjadi betina maka disebut sebagai hermafrodit protandri. Sedangkan hermafrodit protogini adalah istilah untuk individu yang pada awalnya berkelamin betina, namun semakin tua akan berubah menjadi kelamin jantan seperti dijumpai pada ikan belut, Fluta alba. .

Gambar 2. Fluta alba (belut)
Perbedaan seksualitas pada ikan dapat dilihat dari ciri-ciri seksualnya. Ciri seksual pada ikan terbagi atas ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri seksual primer adalah alat/organ yang berhubungan dengan proses reproduksi secara langsung. Ciri tersebut meliputi testes dan salurannya pada ikan jantan serta ovarium dan salurannya pada ikan betina. Ciri seksual primer sering memerlukan pembedahan untuk melihat perbedaannya. Hal ini membuat ciri seksual sekunder lebih berguna dalam membedakan jantan dan betina meskipun kadangkala juga tidak memberikan hasil yang nyata.
Ciri seksual sekunder terdiri atas dua jenis yaitu yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan reproduksi secara keseluruhan, dan merupakan alat tambahan pada pemijahan. Bentuk tubuh ikan merupakan ciri seksual sekunder yang penting. Biasanya ikan betina lebih buncit dibandingkan ikan jantan, terutama ketika ikan tersebut telah matang atau mendekati saat pemijahan (spawning). Hal tersebut disebabkan karena produk seksual yang dikandungnya relatif besar. Pada saat puncak pemijahan, tampak pada banyak ikan jantan suatu benjolan yang timbul tepat sebelum musim pemijahan dan menghilang sesaat setelah pemijahan. Contoh kejadian seperti ini dapat dilihat pada ikan minnow (Osmerus). Ada juga ikan yang memiliki sirip ekor bagian bawah yang memanjang pada ikan jantan Xiphophorus helleri, sirip ekor yang membesar dijumpai pada ikan Catostomus commersoni. Contoh yang sangat ekstrim dijumpai pada ikan anglerfish (Ceratias) dimana ikan jantan jauh lebih kecil daripada ikan betinanya. Sebegitu kecilnya sehingga ukurannya lebih kecil daripada ovarium ikan betina yang matang.

Ciri seksual sekunder tambahan yang mencirikan ikan jantan pada beberapa spesies, dalam hal ini sirip anal berkembang menjadi alat kopulasi (intromittent). Gonopodium terdapat pada ikan Gambusia affinis, Lobistes reticulatus dan ikan-ikan famili Poeciliidae. Pada ikan Xenodexia, modifikasi sirip dada digunakan dalam perkawinan untuk memegang gonopodium pada kedudukannya sehingga memudahkan masuk ke dalam oviduct betina. Pada Chimaera jantan berkembang suatu organ clasper di bagian atas kepalanya yang dinamakan ovipositor yang berfungsi sebagai alat penyalur telur. Bentuk seperti ini dijumpai pada ikan Rhodeus amarus dan Carreproctus betina.

Gambar 3. Ovipositor pada ikan Rhodes amarus
Pewarnaan pada ikan sering juga digunakan sebagai pengenal seksualitas. Umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cemerlang daripada ikan betina. Pada ikan sunfish, Lepomis humilis, jantannya mempunyai bintik jingga yang lebih terang dan lebih banyak dibandingkan betinanya.

Strategi reproduksi yg berbeda ditemui pada ikan hiu. Mereka menghasilkan sedikit telur dan embrio yg besar. Hiu (Alopias) hanya dua embrio, hiu biru menghasilkan embrio hingga 54. Jika seperti ikan bertulang sejati yg melepaskan telurnya saja di air, akan bahaya bagi mereka yg sedikit telur. Strategi mereka adalah, telur besar, disimpan di induk betina (lama), anak yg dilahirkan atau ditetaskan berukuran besar (organ lengkap).


Perkembangan gamet jantan
Alat kelamin jantan meliputi kelenjar kelamin dan saluran-salurannya. Kelenjar kelamin jantan disebut testis. Pembungkus testikular yang mengelilingi testis, secara luas menghubungkan jaringan-jaringan testis, membentuk batasan-batasan lobular yang mengelilingi germinal epithelium. Spermatozoa dihasilkan dalam lobule yang dikelilingi sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritif.
Saluran sperma terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berbatasan dengan testis, berguna untuk membuka lobule (juxta-testicular part) dan bagian lainnya adalah saluran sederhana yang menghubungkan bagian posterior testis ke genital papilla. Pada beberapa ikan, misalnya ikan salmon, tidak memiliki kantung seminal, tetapi pada bagian luar saluran sperma terdapat sel-sel yang berfungsi mengatur komposisi ion-ion cairan seminal dan mensekresi hormon.
Perkembangan Gamet Betina
Perkembangan gamet betina atau disebut juga oogenesis terjadi di dalam ovarium. Oogenesis diawali dengan perkembangbiakan oogonium beberapa kali melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki tahap oosit primer. Selanjutnya terjadi pembelahan meiosis I, membentuk oosit sekunder dan polar body I melalui proses meiosis II oosit sekunder membelah menjadi oosit dan polar body II.
Oogenesis adalah proses kompleks yang secara keseluruhan merupakan pengumpulan kuning telur. Secara substansial, kuning telur terdiri atas tiga bentuk yaitu : kantung kuning telur (yolk vesicle), butiran kuning telur (yolk globule) dan tetesan minyak (oil droplet). Kantung kuning telur berisi glikoprotein dan pada perkembangan selanjutnya, menjadi kortikal alveoli. Butir-butir kuning telur terdiri atas lipoprotein, karbohidrat dan karoten. Oil droplet secara umum terdiri atas gliserol dan sejumlah kecil kolesterol.
Tahap-tahap perkembangan telur
Perkembangan telur ikan secara umum meliputi empat tahap, yaitu awal pertumbuhan, tahap pembentukan kantung kuning telur, tahap vitelogenesis dan tahap pematangan. Pertumbuhan awal adalah terjadinya pelepasan hormon gonadotropin yang dicirikan dengan bertambahnya ukuran nukleus dan jumlah nukleolus. Sejumlah besar dari RNA disimpan dalam sitoplasma sel telur sebagai bekal bagi embrio untuk menghasilkan protein dari dirinya sebagai cadangan.
Tahap pembentukan kantung telur dicirikan dengan terbentuknya kantung atau vesikel. Pada perkembangan telur selanjutnya, kantung kuning telur ini akan membentuk kortikal alveoli yang berisi butir-butir korteks. Tahap ini juga dicirikan dengan terbentuknya zona radiata, perkembangan ekstraseluler dan bakal korion.
Siklus Reproduksi
Tingkah laku reproduksi pada banyak hewan, termasuk ikan merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala dan teratur. Kegiatan reproduksi pada beberapa jenis ikan hanya terjadi sekali dalam hidupnya (big-bang spawner). Termasuk dalam golongan ini adalah ikan salmon (onchorhyncus), lamprey laut (Petromyzon marinus) dan sidat (Anguilla).
Kebanyakan ikan mempunyai siklus reproduksi tahunan. Sekali mereka memulainya maka hal itu akan berulang terus menerus sampai mati. Beberapa ikan malahan bisa bereproduksi lebih dari satu kali dalam satu tahun. Ikan seribu (Lebistes reticulatus) memijah kira-kira empat minggu sekali. Ikan mujair (Sarotherodon) dapat memijah 2-3 kali dalam satu tahun.
Pemijahan
Pada pemijahan ikan-ikan yang biseksual, persatuan sel telur dengan sperma bisa terjadi dengan dua cara. Cara pertama yaitu sel telur bersatu dengan sperma di luar tubuh induk (fertilisasi eksternal). fertilisasi eksternal ini dilakukan misalnya oleh ikan-ikan yang termasuk famili Cyprinidae, Anabantidae, dan Siluridae. Cara yang kedua yaitu sel telur bersatu dengan sperma di dalam tubuh induk (Fertilisasi internal). Cara ini dijumpai pada ikan-ikan subklas Elasmobranchii dan juga sebagian kecil golongan teleostei (misalnya Anablepidae dan Poeciliidae). Untuk fertilisasi internal, beberapa alat digunakan oleh ikan pada waktu melakukan kopulasi seperti gonopodium, myxopterygium dan tenaculum.
Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina (fekunditas) umumnya jauh lebih banyak pada ikan-ikan yang melakukan fertilisasi eksternal dibandingkan dengan ikan-ikan yang melakukan fertilisasi internal. Hal ini merupakan adaptasi terhadap kecilnya peluang bertemunya sel telur dan sperma di luar tubuh.
Berdasarkan tempat embrio berkembang, terdapat tiga golongan ikan yaitu ovipar, vivipar dan ovovivipar. Golongan ovipar adalah golongan ikan yang mengeluarkan telur pada waktu pemijahan, sedangkan golongan vivipar dan ovovivipar adalah ikan-ikan yang melahirkan anak-anaknya. Pada golongan ovovivipar, sel telur cukup banyak mempunyai kuning telur untuk memenuhi kebutuhan anak ikan dan induk ikan bisa dikatakan hanya menyediakan tempat perlindungan. Pada golongan vivipar, kandungan telur sangat sedikit dan perkembangan embrio ditentukan oleh hubungannya dengan plasenta pada tahap awal untuk mencukupi kebutuhan makanannya. Anak ikan yang dilahirkan oleh golongan ikan vivipar, sudah hampir menyerupai induk dewasa.
Berdasarkan habitat tempat ikan memijah, ikan dapat dimasukkan ke dalam beberapa golongan. Golongan ikan phytophil memijah pada tanaman. Golongan ikan lithophil memijah pada dasar perairan yang berbatu-batu. Golongan psammophil memijah di pasir. Sedangkan golongan pelagophil memijah pada kolom air di perairan terbuka. Golongan ikan ostracophil memijah pada cangkang yang telah mati. .
Suhu mempengaruhi kecepatan seluruh proses perkembangan atau fraksi2 perkembangan. Suhu yg terlalu rendah atau terlalu tinggi akan merintangi perkembangan. Perubahan suhu yg ekstrim dpt menyebabkan kematian.
Kelarutan gas O2 yg optimum bervariasi, bergantung pd jenis ikan. Umumnya yg dpt diterima 4-12 ppm. Ikan-ikan yg memijah diair dingin dan mengalir memerlukan O2 yg lebih tinggi drpd ikan2 di air menggenang atau berarus lambat





















Hydrothermal Vents (Deep Oceanic hotsprings)

Hydrothermal Vents adalah retakkan di permukaan planet yang secara geothermal memanaskan perairan. Hydrothermal vents biasa ditemukan di dekat daerah yang aktif secara vukanis, area di mana lempeng tektonik bergerak.
Ditemukan di mid Ocean ridge (3000 meter) namun ada juga yang berada di laut dangkal,Rentang suhu 5-100oC,Pancaran asap hitam panas —> 250-400oC,Suhu sekitar vents à 8-35oC,Ekosistem hydrothermal vents memiliki produktivitas yang cukup tinggi oleh adanya aktivitas kemosintesis bakteri yang hidup bersimbiosis dengan cacing tabung Riftia pachyptila, Karbohidrat yang dihasilkan bakteri berfungsi bagi hewan agar dapat hidup di lingkungan yang ekstrim suhunya ,Kemosintesisyang dilakukan memanfaatkan H2S yang tersedia melimpah dari Vents dengan persamaan kimia:
CO2 + 2H2S —> (CH2O) + H2O + 2S

Hydrothermal vents biasa ditemukan di bumi karena bumi secara geologis cukup aktif dan perairan berada di atasnya. Di daratan, Hydrothermal vents dapat berupa fumarol, mata air panas, dan geyser. Di bawah laut, Hydrothermal vents biasa disebut Black Smokers.
Di sebagian besar laut dalam, area sekita Hydrothermal vents secara biologis sangatlah subur bagi kehidupan sekitarnya dan menjadi tuan rumah bagi berbagai makhluk hidup yang memanfaatkan bahan kimia terlarut dari lubang Hydrothermal Vents. Archaea kemosintesis membentuk dasar rantai makanan, mensupport berbagai organisme seperti cacing tabung raksasa, udang, dan kerang.
Hydrothermal Vents yang aktif dipercaya berada di satelit Jupiter Europa dan Hydrothermal Vents tua pernah berada di Mars.

Kondisi Fisik Hydrothermal Vents
Perairan yang mengelilingi Hydrothermal Vents biasanya adalah air laut. Massa yang keluar dari Hydrothermal Vents dapat memanaskan air laut hingga 400oC. Bandingkan dengan temperatur di laut dalam pada umumnya yang hanya mencapai 2oC. Tekanan yang tinggi pada kedalaman laut memperluas range temperatur secara signifikan pada kondisi air yang tetap cair sehingga air tidak menguap. Air pada kedalaman 3000 m dan temperatur 407oC menjadi supercritical dan keadaan air yang bergaram memdorong air mendekati titik kritisnya.
Beberapa Hydrothermal Vents mengandung timbunan mineral anhidrat. Tembaga sulfida, besi sulfida, dan seng sulfida. Tingginya kandungan mineral di sekitar Hydrothermal Vents menyebabkan berbagai eksploitasi di sekitarnya oleh berbagai perusahaan tambang.

Komunitas Biologi
Kehidupan, seperti yang diketahui banyak orang, dikendalikan oleh matahari. Tetapi makhluk laut dalam tidak mendapatkan sedikitpun cahaya matahari dan mereka bergantung pada energi dan nutrisi kimia dari Hydrothermal Vents. Sebelumnya ahli biologi kelautan memperkirakan bahwa makhluk laut dalam memanfaatkan nutrisi dari ‘hujan’ sisa-sisa makhluk hidup yang tidak dimanfaatkan makhluk hidup di atasnya. Hal ini membuat mereka tidak memiliki ketergantungan pada tanaman dan energi matahari. Beberapa makhluk hidup di sekitar Hydrothermal vents memang mengkonsumsi ‘hujan’ ini, tapi dengan sistem seperti ini, kehidupan yang terbentuk akan sangat miskin sekali. Tetapi pada kenyataannya, kepadatan makhluk hidup dasar laut di sekitar zona Hydrothermal Vents sangat tinggi, sekitar 10,000 hingga 100,000 lebih tinggi dari perkiraan awal.
Komunitas Hydrothermal Vents mampu mempertahankan kehidupan yang sangat beasr itu karena mereka bergantung pada bakteri kemosintesis sebagai makanan. Massa yang keluar dari Hydrothermal Vents mengandung banyak mineral terlarut dan mendukung populasi besar bakteri kemoautotrofik. Bakteri ini mengandalkan komponen sulfur, umumnya hidrogen sulfida, bahan kimia yang bersifat sangat beracun bagi sebagian besar makhluk hidup, untuk membentuk material organik melalui proses kemosintesis.
Ekosistem ini sangat independen terhadap ketergantungan terhadap matahari, seperti sebagian besar jenis kehidupan di bumi. Tetapi sesungguhnya sebagian makhluk hidup di ekosistem itu masih memanfaatkan oksigen yang diproduksi makhluk fotosintetik. Yang lainnya merupakan makhluk anaerobik, yang merupakan bentuk awal kehidupan di bumi.
Bakteri kemosintetik tumbuh membentuk lapisan tebal yang menarik perhatian makhluk amphipods dan copepods yang melahap bakteri secara langsung. Organisme yang lebih besar seperti siput, udang, kepiting, cacing tabung, ikan, dan gurita membentuk rantai makanan predasi. Jenis makhluk hidup yang dominan di sekitar Hydrothermal vents diantaranya adalah annelida, gastropoda, pogonophorans, crustacea, bivalvia, cacing vestimentiferan, dan udang tanpa mata yang membentuk kehidupan nonmicrobial.
Cacing tabung adalah bagian penting dari komunitas Hydrothermal Vents. Cacing tabung bersimbiosis dengan bakteri kemosintesis di dalam jaringan tubuhnya. Cacing tabung tidak memiliki mulut dan saluran pencernaan, ia hanya menyerap secara langsung nutrisi kimia dari perairan sekitarnya untuk memberi makan bakteri yang hidup di dalam jaringannya. Sebagai gantinya, bakteri memberikan material karbon untuk kehidupan cacing tabung. Makhluk unik lainnya yang ditemukan di sekitar Hydrothermal Vents adalah siput yang dilapisi sisik yang terbuat dari senyawa besi dan material organik, dan cacing Pompeii yang mampu bertahan di lingkungan bertemperatur 80oC.
Telah ditemukan lebih dari 300 species baru di sekitar Hydrothermal Vents dan sebagian dari mereka adalah saudara dari makhluk hidup yang bergantung pada matahari dan terpisah secara geografis dari Hydrothermal Vents.
Bahkan Hydrothermal Vents dipercaya merupakan asal muasal makhluk hidup yang ada di bumi. Hal itu disampaikan oleh GünterWächtershäuser dalam jurnal Proceedings of National Academy of Science. Ia berpendapat bahwa asam amino sederhana dapat terbentuk dari sintesis bahan-bahan kimia di sekitar Hydrothermal Vents dan dibawa pergi oleh aliran air menuju perairan yang lebih dingin di mana suhu yang lebih rendah dan kandungan mineral tanah liat dapat membentuk formasi peptida dan protosel. Ini adalah teori yang sangat menarik karena kandungan CH4 dan NH3 memang banyak terdapat di sekitar Hydrothermal Vents. Keterbatasan utama dari teori ini adalah tingginya temperatur di sekita Hydrothermal Vents yang mengganggu kestabilan molekul organik. Menurut penelitian, di dasar laut ada sekitar 300 jenis makhluk hidup yang digolongkan dalam kelompok hewan seperti udang buta, kepiting putih raksasa, dan berbagai jenis cacing (tubeworms). Tumbuhan tidak bisa hidup di dasar laut ini karena tidak ada cahaya Matahari untuk terjadinya proses fotosintesis. Hewan-hewan ini hidup di sekitar hydrothermal vent (tempat di dasar laut bagi lapisan magma memancar keluar) melalui proses chemosyntesis. Caranya adalah mikroba-mikroba kecil mengambil sulfur dari hidrogen sulfida yang memancar keluar dari hydrothermal vent. Sulfur kemudian dioksidasi dengan menggunakan oksigen dari air laut untuk menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk memproduksi gula, lemak, asam amino, dan nutrisi lainnya.
Mikroba-mikroba dan hewan-hewan di sekitarnya akan membentuk suatu rantai makanan yang menjamin kelangsungan hidup di sekitar hydrothermal vent ini. Dalam rantai makanan ini sejenis keong (gastropod snail) akan memakan mikroba atau bakteri-bakteri ini. Setelah kenyang, keong-keong itu pasrah sebagai mangsa udang-udang kecil. Udang-udang kecil pun senasib dengan keong tadi, menjadi mangsa makhluk yang lebih "berkuasa" dalam rantai makanan, yakni ikan-ikan pemangsa yang lebih besar. Yang masih jadi pertanyaan dari para peneliti ini adalah bagaimana makhluk-makhluk hidup ini bermunculan secara tiba-tiba ketika suatu hydrothermal vent terbentuk.

BIOLOGI PERIKANAN

PERTUMBUHAN IKAN
Pertumbuhan didefiniskan sebagai pertumbuhan ukuran baik bobot maupun panjang dalam satu periode waktu tertentu (Effendi,1979) sedangkan menurut fujaya,2004, pertumbuhan adalah pertambhan ukuran baik panjang maupun berat. Perumbuhan dipengaruhi oleh factor genetic, hormone dan lingkungan. faktor lingkungan yang paling penting adalah zat hara (Fujaya, 2004)
Pertumbuhan merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak factor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energy dan asam amino (protein) berasal dari makanan.
Keturunan berhubungan dengan cara seleksi induk, yaitu induk yang bermutu tentu menghasilkan anakan yang baik atau sebaliknya. Pertumbuhan kelamin dan umur pun sangat berkaitan. Ada baiknya pemeliharaan ikan pada beberapa jenis dipisahkan antara jantan dan betina. Hal ini untuk menghindari adanya gejala pematangan kelamin secara dini. Bisa saja ikan yang masih kecil sudah bertelur sehingga pertumbuhan badannya terhambat.
Kerentanan penyakit terkadang merupakan faktor keturunan dan tergantung jenis ikan. Ada ikan yang tahan terhadap bakteri, tetapi rentan terhadap jamur atau sebaliknya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jenis ikan pun diperlukan untuk mengetahui setiap jenis penyakit yang sering menyerang ikan tersebut. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit harus selalu disiapkan sebagai tindakan antisipasi bila timbul penyakit.
Pada pemeliharaan ikan ini kualitas air, kepadatan ikan, serta jumlah dan kualitas pakan pun harus selalu diperhatikan. Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat dapat menimbulkan stres karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen terlarut cepat habis. Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antar ikan sehingga menimbulkan luka. Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan dapat menimbulkan kematian.
Jumlah dan kualitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, ikan akan sukar tumbuh. Sebaliknya bila terlalu banyak, kondisi air menjadi jelek, terutama pakan buatan. Pemberian pakan dengan frekuensi lebih sering dan jumlah yang tidak terlalu banyak akan lebih baik dibanding diberikan sekaligus dalam jumlah banyak.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor internal yang meliputi keturunan, sex, umur dan serangan penyakit. Dalam suatu kultur, factor keturunan mungkin dapat dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya. Tetapi kalau alam tidak ada control yang dapat diterapkan. Juga factor sex tidak dapat dikontrol. Ada ikan betina pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan dan sebaliknya ada pula spesies ikan yang tidak mempunyai perbedaan pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali kiranya mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi lambat.
Umur telah diketahui dengan jelas berperan terhadap pertumbuhan. Pertumbuhan cepat terjadi pada ikan ketika berumur 3- 5 tahun. Pada ikan tua walaupun pertumbuhan itu terus tetapi berjalan lamba. Ikan tua pada umumnya kekurangan makanan berlebihan untuk pertumbuhan, karena sebagian besar makanannya digunakan untuk pemeliharaan tubuh dan pergerakan.
Sedangkan Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang dapat mematikan ikan. Secara garis besar penyakit yang menyerang ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (penyakit menular) dan non infeksi (penyakit tidak menular). Penyakit menular adalah penyakit yang timbul disebabkan oleh masuknya makhluk lain kedalam tubuh ikan, baik pada bagian tubuh dalam maupun bagian tubuh luar. Makhluk tersebut antara lain adalah virus, bakteri, jamur dan parasit. Penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan antar lain oleh keracunan makanan, kekurangan makanan atau kelebihan makanan dan mutu air yang buruk. Penyakit yang muncul pada ikan selain di pengaruhi kondisi ikan yang lemah juga cara penyerangan dari organisme yang menyebabkan penyakit tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit pada ikan antara lain :
1. Adanya serangan organisme parasit, virus, bakteri dan jamur.
2. Lingkungan yang tercemar (amonia, sulfida atau bahanbahan kimia beracun)
3. Lingkungan dengan fluktuasi ; suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan yang besar
4. Pakan yang tidak sesuai atau gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan
5. Kondisi tubuh ikan sendiri yang lemah, karena faktor genetik (kurang kuat menghadapi
perubahan lingkungan).
Oleh karena itu untuk mencegah serangan penyakit pada ikan dapat dilakukan dengan cara antara lain mengetahui sifat dari organisme yang menyebabkan penyakit, pemberian pakan yang sesuai (keseimbangan gizi yang cukup), hasil keturunan yang unggul dan penanganan benih ikan yang baik (saat panen dan transportasi benih).
Dalam hal penanganan saat tranportasi benih, agar benih ikan tidak mengalami stress perlu perlakuan sebagai berikut antara lain; dengan pemberian KMnO4, fluktuasi suhu yang tidak tinggi, penambahan O2 yang tinggi, pH yang normal, menghilangkan bahan yang beracun serta kepadatan benih dalam wadah yang optimal.
Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ikan sehingga organ tubuh ikan terganggu. Jika salah satu atau sebagian organ tubuh terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan . Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan kondisi jasad patogen (agen penyakit). Dari ketiga hubungan faktor tersebut dapat mengakibatkan ikan sakit. Sumber penyakit atau agen penyakit itu antara lain adalah parasit, cendawan atau jamur, bakteri dan virus.
Factor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolic, dan ketersediaan pakan.

A. Kualitas Air Untuk Pembesaran Ikan

Kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk kisaran tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya (Boyd, 1982).
Menurut Ismoyo (1994) kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untukkeperluan tertentu, seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit, industri dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan persyaratan kualitas air berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Mc Gauhey (1968) beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air:
1. Tingkat pemanfaatan dari penggunaan air
2. Faktor kualitas alami sebelum dimanfaatkan
3. Faktor yang menyebabkan kualitas air bervariasi
4. Perubahan kualitas air secara alami
5. Faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kualitas air
6. Persyaratan kualitas air dalam penggunaan air
7. Pengaruh perubahan dan keefektifan kriteria kualitas air
8. Perkembangan teknologi untuk memperbaiki kualitas air
9. Kualitas air yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Parameter fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, dalam arti dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan perasa. Perubahan warna dan peningkatan kekeruhan air dapat diketahui secara visual, sedangkan penciuman dapat mendeteksi adanya perubahan bau pada air serta peraba pada kulit dapat membedakan suhu air, selanjutnya rasa tawar, asin dan lain sebagainya dapat dideteksi oleh lidah (indera perasa). Hasil indikasi dari panca indera ini hanya dapat dijadikan indikasi awal karena bersifat subyektif, bila diperlukan untuk menentukan kondisi tertentu, misal kualitas air tersebut telah menurun atau tidak harus dilakukan analisis pemeriksaan air di laboratorium dengan metode analisis yang telah ditentukan. Sedangkan parameter kimia yang didefinisikan sebagai sekumpulan bahan/zat kimia yang keberadaannya dalam air mempengaruhi kualitas air. Selanjutnya secara keseluruhan parameter biologi mampu memberikan indikasi apakah kualitas air pada suatu perairan masih baik atau sudah kurang baik, hal ini dinyatakan dalam jumlah dan jenis biota perairan yang masih dapat hidup dalam perairan (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Effendi, 2003).
Adapun Parameter fisika, kimia, dan biologi antara lain :
1. DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air maupun hewan teristrial. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung (Hardjojo dan 0,0-15,0 mg/l(Hadic dan Jatna, 1998).
2. Salinitas
Menurut Holiday (1967), salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan, disamping faktor lingkungan maupun factor genetik spesies ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa factor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kira-kira setebal 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah (Nontji, 2007).
3. Suhu
Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 – 32 0C (Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al.,2001). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organism perairan (Brown dan Gratzek, 1980). Selanjutnya Kinne (1972) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian.
4. pH
pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH =7 disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992).
Cahaya matahari merupakan sumber energi yang utama bagi kehidupan jasad termasuk kehidupan di perairan karena ikut menentukan produktivitas perairan. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan, sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis (Boyd, 1982).
5. Intensitas Cahaya dan Kecerahan
Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan bertambahnya intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi), diatas nilai tersebut cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi). Sedangkan semakin ke dalam perairan intensitas cahaya akan semakin berkurang dan merupakan factor pembatas sampai pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi (Cushing, 1975; Mann, 1982; Valiela, 1984; Parson et al.,1984; Neale , 1987).
Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air.Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
6. Kekeruhan
Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan matahari sangat besar pada metabolism makhluk hidup dalam air, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Alaerts dan Santika, 1987).

B. Ketersediaan Pakan

Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan, karena hanya dengan pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dergan yang kita inginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta vitamin dan mineral Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan. Namun, ikan juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%.. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/ sayuran yang duris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakaninduk kira-kira 3% berat biomassa per hari.

BIOLOGI PERIKANAN

UMUR IKAN
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak (jv, bjn), jukut (vkt).
Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai "ikan", seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.
Umur ikan adalah lama hidup suatu ikan mulai dari menetasnya telur hingga dia dewasa. Untuk memudahkan pengertian selanjutnya, maka yang dipakai sebagai dasar ialah satu populasi saja, kecuali ada pernyataan lain yang menunjukkan komunitas atau multiple spesies. Satu populasi yang telah berhasil mengadakan pemijahan menghasilkan sejumlah besar anak-anak ikan yang bergantung pada fekunditas, keberhasilan pemijahan dan mortalitas dari anak-anak ikan tersebut. Sisa anak-anak ikan yang tumbuh dan berhasil hidup mencapai ukuran yang dapat diekspliotasi dinamakan rekruitmen.
Ikan berumur panjang ada kecenderungan mempunyai tanda-tanda umum sebagai berikut: secara phylogenetis termasuk ke dalam golongan ikan primitif, pergerakannya lamban, sebagai penghuni dasar atau perairan dangkal, mempunyai alat pernapasan tambahan, luwes terhadap perubahan ekstrim zat asam, suhu dan salinitas. Sebagai contoh misalnya ikan sturgeon dan cucut. Namun ada iKan mas yang berumur panjang pula. Beberapa ikan yang berumur pendek tidak mempunyai sifat seperti tersebut di atas misalnya ikan salmon.
Dalam hal ini umur ikan sangat berpengaruh dengan dengan ukuraqn dari sisik pada ikan. Dari kematian ikan secara alamiah sukar ditentukan umurnya. Tetapi dari catatan penelitian,misalnya ikan sturgeon, ada yang berumur 152 tahun. Ikan sturgeon yang dipelihara dalam akuarium di Amsterdam ada yang mencapai umur 69 tahun dan di Frankfurt mencapai umur 38 tahun. Juga banyak ikan akuarium telah dipelihara melebihi umur 20 tahun.






PENENTUAN UMUR IKAN
Dengan mengetahui umur ikan tersebut dan komposisi jumlahnya yang ada dan berhasil hidup, kita dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalan reproduksi ikan pada tahun tertentu, misalnya akibat musim panas yang berkepanjangan, termasuk eksploitasi yang berlebihan atau tidak pada tahun-tahun tertentu. Keadaan demikian dapat dilacak melalui penelusuran komposisi atau struktur umur dengan anggotanya pada saat tertentu, dan dapat pula dipakai memprediksi produksi perikanan pada saat mendatang.
Penentuan umur ikan dengan menggunakan metode sisik berdasarkan kepada tiga hal, Jumlah sisik ikan tidak berubah dan tetap identitasnya selama hidup, pertumbuhan tahunan pada sisik ikan sebanding dengan pertambahan panjang ikan selama hidupnya, hanya satu annulus yang dibentuk pada tiap tahunnya.
Dari bermacam-macam sisik yang ada hanya sisik cicloid dan ctenoid yang dapat digunakan untuk menentukan umur ikan. Adanya pertumbuhan ikan tumbuhlah lingkaran-lingkaran pada sisik yang dinamakan circulus. Dengan menghitung jumlah circuli yang rapat pada bagian depan sisik atau ketiadaan circuli pada bagian atas atau bawah yang terjadi satu kali setahun (annulus), kita dapat menghitung umur ikan tersebut. Namun sering juga ditemukan annulus palsu disebabkan oleh gangguan yang menimpa ikan itu, misalnya kekurangan makanan, suhu yang tidak sesuai sehingga menghambat pertumbuhan ikan, akan tercatat pula pada sisik kelambatan peletakan circuli. Hal ini menyababkan kesukaran dan menyebabkan kesalahan interpretasi dalam menghitung umur ikan. Annulus palsu biasanya banyak terdapat pada sisik cicloid selain annulus palsu pada ikan terdapat pula yang dinamakan sisik palsu.
Faktor-faktor lingkungan sering berfluktuasi, baik yang bersifat harian maupun musiman, kadang-kadang ditemukan kondisi yang ekstrim. Fluktuasi faktor lingkungan akan mempengaruhi kehidupan organisme, proses-proses fisiologis, tingkah lakunya dan mortalitas. Untuk mengurangi pengaruh buruk dari lingkungannnya maka ikan melakukan adaptasi. Adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap kondisi baru.
Tanda-tanda kelahiran sisik palsu dari sisik biasa adalah focus sisik palsu lebih besar. Bagian tubuh lain yang dapat dipakai dalam menentukan umur ikan ialah tulang operculum atau (bagian tutup insang, batu telinga (otolit), vertebrae (tulang punggung) dan jari-jari sirip ikan. Cara penentuan umur tersebut di atas akan baik untuk ikan di daerah bermusim empat, dimana dalam musim dingin yterjadi perlambatan pertumbuhan. Di derah tropiki sepereti Indonesia perbedaan suhu perairan antara musim hujan dengan musim kemarau umumnya tidak begitu nyata sehingga tidak menyebabkan perbedaan nyata pada pertumbuhan. Dengan demikian penentuan umur berdasar kepada tanda tahunan seperti di atas tidak dapat dilaksanakan.

TANAH GAMBUT

PENDAHULUAN
Genesis gambut di Indonesia dimulai pada periode holosen yang dimulai dengan terbentukinya rawa-rawa sebagai akibat dari peristiwa transgresi dan regresi karena mencairnya es di kutub yang terjadi sekitar 4200-6800 tahun yang lalu (Sabiham, 1988). Pada periode pleistosen, yaitu periode sebelum holosen, permukaan laut berada kira- kira 60 m di bawah permukaan laut sekarang. Pendapat lain mengatakan gambut ombrogen di Indonesia mulai terbentuk pada 4000 sampai 5000 tahun yang lalu. Pembentukan gambut di Indonesia terutama di Sumatra dan Kalimantan terjadi pada penghujung masa glacial dimana pencairan es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air membentuk rawa- rawa. Akibatnya vegetasi yang ada menjadi terbenam dan mati, kemudian mengalami proses dekomposisi secara lambat, sehingga bahan organic terakumulasi.
Pada proses genesis gambut, dua tipe utama gambut yang dapat diidentifikasikan, yaitu:
1. Gambut topogen yang berbentuk pada wilayah depresi di belakang tanggul dimana gambut ini bersifat eutrofik dan biasanya kaya akan unsure hara.
2. Gambut omborgen yang terbentuk pada wilayah penggenangan dengan sumber air yang hanya berasal dari air hujan, gambut ini miskin unsure hara.
Di Indononesia istilah gambut telah umum dipakai untuk padanan “peat”. Peat artinya massa nabati yang terombak sebagian yang semula tumbuh dalam danau dangkal atau rawa( Whitten Brooks, thn 1978). Sedangkan menurut Moree (1977) mengartikan bahwa zat seratan atau fibrous berwarna kecoklatan atau kehitaman yang di hasilkan dari pelapukan vegetasi dan ditemukan dalam rawa, biasanya dianggap sebagai tahap awal dalam proses alihragam bahan nabati menjadi batubara.
Dalam pustaka bahasa Inggris digunakan dua istilah, yaitu “peat” dan “muck”. Menurut Landon (1984)”peat adalah bahan organic yang terlonggok dalam keadaan basah yang berlebihan, bersifat tidak mampat (unconsokidated) dan tidak terombak atau atau hanya terombak. Sedang “muck” ialah bahan organic yang telah terombak jauh, yang bagian- bagian tumbuhan semula sudah tidak terkenali lagi, mengandung lebih banyak bahan mineral dan biasanya berwarna lebih gelap dari “peat”.
Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut (Sagiman, 2006)Lahan rawa gambut dinilai tidak saja “Marginal” tetapi juga “fragile”, tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh sifat fisik, tingkat kematangan dan susunan haranya, sifat kimia tanah gambut sangat beragam, umumnya kandungan N, bahan organik, dan C/N ratio adalah tinggi.














PEMBAHASAN
Ekosistem Gambut, sebuah ekosistem yang unik yang lapisannya tersusun dari tim¬bunan bahan organik mati yang terawetkan sejak ribuan tahun lalu, dan permu-kaan atasnya hidup berbagai jenis tumbuahan dan satwa liar. Jika bahan organik di bawahnya dan kehidupan diatasnya musnah, maka ekosistem ini tak dapat pulih kembali.
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organ¬ik seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan (dedaunan, ranting kayu, dan semak) yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Tanah gambut um¬umnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang ta¬hun kecuali di drainase.
Sederhananya, tanah gambut secara alami ter¬dapat pada lapisan paling atas. Di bawahya ter¬dapat lapisan tanah alluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanah gabut kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan atau ta¬nah bergambut. Disebut sebagai lahan gambut apa¬bila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.


Gambar Lahan Gambut

A. PEMBENTUKAN GAMBUT
Pembentukan gambut yang terjadi di bawah kondisi jenuh air seperti pada daerah depresi, danau atau pantai banyak menghasilkan bahan organic oleh vegetasi yang telah beradaptasi dengan mangrove, rumput- rumputan atau hutan rawa. Pada daerah depresi tersebut terjadi genangan air terutama dari luapan sungai dan air hujan. Akibat dari penggenangan ini, proses dekomposisi bahan organic berjalan lambat dan terjadilah penimbunan bahan organic. Selama penimbunan bahan organic, komposisi vegetasi berubah secara bertahap sampai akhirnya terbentuk gambut yang berkembang di bawah pengaruh air tanah dan membentuk tanah gambut topogen atau gtambut air tanah. Penumpukan bahan organic yang terus menerus seresah vegetasi di atas nya membentuk lapisan gambut yang tebal. Semakin tebal gambut, akar tumbuhan akan sulit mencapai lapisan tanah mineral di bawah gambut t5ersebut, dan air sungai tidak melimpas sampai wilayah pembentukan gambut tebal tersebut. Air yang menggenang pada rawa gambut tersebut hanya berasal dari terperangkapnya air hujan saja. Semakin lama larutan gambut semakin miskin dengan unsur hara karena tidak mendapat persediaan hara dari air tanah atau air limpasan sungai. Gambut mempunyai keberagaman yang cukup tinggi tergantung pada lingkungan fisiknya. Berdasarkan lingkungan fisiknya, lahan gambut dibedakan atas enam macam bentuk (Noor, 2001), yaitu:
1. Gambut daratan rawa pantai
2. Gambut rawa lagun
3. Gambut cekungan atau lembah kecil yang menyatu dengan daratan
4. Gambut yang terisolasi pada lembah sungai
5. Gambut endapan karang (khusus kawasan salinitas)
6. Gambut rawa delta
Menurut lingkungan pembentukan dan fisiografi lahan gambut dapat dibedakan atas empat tipe lahan gambut, yaitu:
1. Gambut cekungan (basin peat ) adalah gambut yang terbentuk didaerah cekungan, lembah sungai atau rawa burit atau rawa belakang.
2. Gambut sungai ( river peat) adalah gambuit yang terbentuk di sepanjang sungai yang masuk kedaerah lembah kurang dari 1 km.
3. Gambut daratan tinggi (highland peat) adalah gam,but yang terbentuk di punggung-punggung bukit atau pegunungan
4. Gambut daratan pesisir atau pantai (coastal peat) adalah gambut yang terbentuk di sepanjang garis pantai.
Adapun pembagian lahan gambut berdasarkan kedalaman, yaitu :
• Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm;
• Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm;
• Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gam¬but 200-300 cm;
• Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan keteba¬lan gambut lebih dari 300 cm.
B. Sifat-sifat Tanah Fisik, Kimia, dan Biologi
a. Sifat-sifat Fisik
Sifat-sifat fisik gambut sangat erat kaitannya dengan pengelolaan air gambut. Bahan
penyusun gambut terdiri dari empat komponen yaitu bahan organik, bahan mineral, air
dan udara. Perubahan kandungan air karena reklamasi gambut akan ikut merubahsifat-sifat fisik lainnya (Andriesse, 1988). Mengingat sifat-sifat fisik tanah gambut saling
berhubungan maka pembahasan sifat fisik dari tanah gambut tidak dapat dilakukan secara terpisah. Uraian tentang sifat-sifat fisik gambut ini akan dihubungankan dengan sifat-sifat kimia tanah gambut. Pemahaman akan sifat-sifat fisik akan sangat bermanfaat dalam menentukan strategi pemanfaatan gambut.
Menurut Hardjowigeno (1996) sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting adalah: tingkatdekomposisi tanah gambut; kerapatan lindak, irreversible dan subsiden. Noor (2001) menambahkan bahwa ketebalan gambut, lapisan bawah, dan kadar lengas gambut merupakan sifat-sifat fisik yang perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatan gambut.
Berdasarkan atas tingkat pelapukan (dekomposisi) tanah gambut dibedakan menjadi:
(1) gambut kasar (Fibrist ) yaitu gambut yang memiliki lebih dari 2/3 bahan organk kasar;
(2) gambut sedang (Hemist) memiliki 1/3-2/3 bahan organik kasar; dan
(3) gambut halus (Saprist) jika bahan organik kasar kurang dari 1/3.
Gambut kasar mempunyai porositas yang tinggi, daya memegang air tinggi, namun unsur hara masih dalam bentuk organic dan sulit tersedia bagi tanaman. Gambut kasar mudah mengalami penyusutan yang besar jika tanah direklamasi. Gambut halus memiliki ketersediaan unsur hara yang lebih tinggi memiliki kerapatan lindak yang lebih besar dari gambut kasar (Hardjowigeno, 1996).
b. Sifat-sifat Kimia
Kesuburan gambut sangat bervariasi dari sangat subur sampai sangat miskin. Gambut tipis yang terbentuk diatas endapan liat atau lempung marin umumnya lebih subur dari gambut dalam (Widjaya Adhi, 1988). Atas dasar kesuburannya gambut dibedakan atas gambut subur (eutropik), gambut sedang (mesotropik) dan gambut miskin (oligotropik). Secara umum kemasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan organik maka kemasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki kemasaman lebih rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur mikro yang seringkali sangat kurang (Wong et al. 1986, dalam Mutalib et al.1991.)Kekahatan Cu acapkali terjadi pada tanaman jagung, ketela pohon dan kelapa sawit yang ditanam di tanah gambut.
c. Sifat biologi
Menurut Waksman dalam Andriesse (1988) perombakan bahan organik saat pembentukan gambut dilakukan oleh mikroorganisme anaerob dalam perombakan ini dihasilkan gas methane dan sulfida. Setelah gambut didrainase untuk tujuan pertanian
maka kondisi gambut bagian permukaan tanah menjadi aerob, sehingga memungkinkan fungi dan bakteri berkembang untuk merombak senyawa sellulosa, hemisellulosa, dan protein. Gambut tropika umumnya tersusun dari bahan kayu sehingga banyak mengandung lignin, bakteri yang banyak ditemukan pada gambut tropika adalah Pseudomonas selain fungi white mold dan Penecilium (Suryanto, 1991). Pseudomonas merupakan bakteri yang mampu merombak lignin(Alexander, 1977). Penelitian tentang dekomposisi gambut di Palangkaraya menunjukkan bahwa dekomposisi permukaan gambut terutama disebabkan oleh dekomposisi aerob yang dilaksanakan oleh fungi (Moore and shearer, 1997).
Pada berapa penelitian di lahan gambut Jawai (Kab Sambas) dan Jangkang (Kab Pontianak) dapat diisolasi bakteri Bradyrhizobium japonicum yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan hasil kedelai di lahan gambut. Kedelai adalah tanaman yang sangat banyak memerlukan nitrogen, 40 – 80 persen kebutuhan nitrogen kedelai dapat disuplai melalui simbiosis kedelai dan bakteri bintil akar (B. japonicum ). Gambut memiliki ketersediaan N yang rendah. Inokulasi B japonicum asal Jawai dan Jangkang yang efektif dapat meningkatkan kandungan N dan hasil tanaman kedelai (Sagiman dan Anas.2005).
Adapun sifat- sifat tanah gambut lain yang perlu diketahui, antara lain :
a. Tingkat kematangan
Fibrik, yaitu gambut dengan tingkat pelapukan awal (masih muda) dan lebih dari ¾ bagian volumenya beru¬pa serat segar (kasar);Hemik, yaitu gambut yang mempunyai tingkat pelapukan sedang (setengah matang), sebahagian bahan telah men¬galami pelapukan dan sebahagian lagi berupa serat.Saprik, yaitu gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang).
b. Warna
Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat, atau kemerahan tetapi setelah dekomposisi warna gam¬but menjadi lebih gelap, yang pada umumnya berwarna coklat hingga kehitaman. Warna gambut menjadi salah satu tingkat kematang gambut. Semakin matang, gam¬but semakin berwarna gelap, dan dalam keadaan basah warna gambut biasanya semakin gelap.
c. Kapasitas Menahan Air
Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga menpu¬nyai daya menyerap air sangat besar hingga 850% dari berat keringnya (Suhardjo dan Dreissen, 1975). Oleh se¬bab itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air (reservoir) yang dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan air saat musim kemarau sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.

d. Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible)
Lahan gambut yang telah dibuka dan telah didrainase dengan membuat kanal atau parit, kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan. Gambut mempunyai sifat kering tak balik. Artinya, gam¬but yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim , akan sulit menyerap air kembali.
e. Daya hantar Hidrolik
Gambut memiliki daya hantara hidrolik (penyaluran air) secara horizontal (mendatar) yang cepat sehingga me¬macu percepatan pencucian unsur-unsur hara ke sal¬uran drainase. Sebaliknya, gamut memiliki daya hidrolik vertikal (keatas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas gambut sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah.
f. Daya tumpu
Gambut memiliki tumpu atau daya dukung yang rendah karena mempunyai ruang pori yang besar sehingga ker¬apatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh diatasnya menjadi mudah rebah.
g. Penurunan Permukaan Tanah (Subsidence)
Setelah dilakukan reklamasi atau drainase , gambut berangsur akan kempis dan mengalami subsidence atau amblas, kondisi ini disebabkan oleh proses pematangan gambut dan berkurangnya kandungan air. Semakin tebal gambut, penurunan tersebut semakin cepat dan berlangsungnya semakin lama. Rata-rata kecepatan penurunan adalah 0,3 - 0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3-7 tahun setelah drainase.
h. Mudah Terbakar
Lahan gambut cenderung mudah terbakar, karena kandungan bahan organik yang tinggi dan memi¬liki sifat kering tak balik, porositas tinggi, dan daya hantar hidrolik vertikal yang rendah. Kebakaran di gambut sangat sulit untuk dipadamkan karena dapat menembus dibawah permukaan tanah.

Formasi hutan rawa gambut dari tepi higga kubah gambut


Lahan gambut di Indonesia pada umumnya mem¬bentuk kubah gambut (peat dome). Pada bagian pinggiran kubah, didominasi oleh oleh tumbuhan kayu yang masih memperoleh pasokan hara dari air tanah dan sungai sehingga banyak jenisnya dan um¬umnya berdiameter besar. Hutan seperti itu, dise¬but hutan rawa campuran (mixed swamp forest).
Menuju ke bagian tengah, letak air tanah sudah ter¬lalu dalam sehingga perakaran tumbuhan kayu hu¬tan tidak mampu mencapainya. Akibatnya vegetasi hutan hanya memperoleh hara dari air hujan. Veg¬etasi mengalami perubahan, jenis-jenis kayu hutan semakin sedikit, relatif kurus dan rata-rata berdiam¬eter kecil. Vegetasi hutan seperti itu disebut hutan padang. Gambut tebal yang terbentuk, umumnya bersifat masam dan miskin hara sehingga memiliki kesuburan alami yang rendah sampai sangat ren¬dah. Perubahan dari wilayah pinggiran gambut yang relatif kaya hara menjadi wilayah gambut embrogen yang miskin, diperkirakan terjadi pada kedalaman gambut antara 200-300 cm (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).

C. Kesuburan Gambut
Kesuburan gambut dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Eutropik (subur), Mesotropik (sedang), dan Oligotopik (tidak subur). Secara umum gambut tapogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut mesotro¬pik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya dipengaruhi oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Kesuburan Gambut
Tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu ketebalan gambut, bahan asal, kualitas air, kematangan gambut dan kondisi tanah dibawah gambut. Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang lunak lebih subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan yang berkayu. Gambut yang lebih matang lebih subur dari pada gambut yang belum matang. Gambut yang mendapat luapan air sungai atau payau lebih subur dari pada gambut yang hanya memperoleh luapan atau cura¬han air hujan. Gambut yang terbentuk diatas lapisan liat/lumpur lebih subur dari pada gambut yang ter¬dapat diatas pasir. Gambut dangkal lebih subur dari¬pada gambut dalam.
E. KLASIFIKASIAN GAMBUT
Untuk mencegah terjadinya pengklasifikasian kembali setelah tanah di usahakan, 3 faktor yang perlu di perhatiakan dalam klasifikasi histosol adalah ( Hardjoigeno, 1993),yaitu :
1. Kandungan minimum bahan organic
2. Ketebalan lapisan bahan organic
3. Kemungkinan terjadinya subsiden bila drainase diperbaiki
Histosol adalah tanah dengan sifat- sifat :
1. Kandungan C- organic > 12 persen bila bagian mineral tidak mengandung liat, atau < 18% bila bagian mineral mengandung 60% liat; dan tebalnya mencapai;
a. 10 cm atau kurang bila terdapat di atas kontak litik atau paralitik, dengan cacatan bahwa tebal lapisan bahan organic tersebut paling sedikit 2 kali lebih tebal dari lapisan mineral da atas kontak litik/paralitik, atau
b. Tidak diperhatikan ketebalannya biloa lapisan bahan organic tersebut terdapat di atas bahan-bahan fragmental, atau
2. Mempunyai lapisan dengan bahan organic tinggi seperti di atas dengan permukaan lapisan tersebut terdapat pada kedalaman kurang dari 40 cm dan
a. 1 60 cm atau lebih bila kandungan serat meliputi ¾ volume atau lebih, atau bila BV lembab lebih kecil 0,1 g cm-3 , atau
b. 2 40 cm atau lebih lapisan bahan organic tersebut jenuh air lebih dari 6 bulan atau telah diadakan perbaikan drainase, dan bahan organic terdirri dari saprik, hemik atau fibrik kurang dari 2/3 volume dan BV lembab 0,1 g cm-3 atau lebih, dan mempunyai kandungan bahan organic tinggi seperti di atas yang tidak terdapat lapisan tanah mineral setebal 40 cm atau lebih, baik dipermukaan ataupun yang batas atasnya terletak pada kedalaman kurang dari 40 cm, dan tidak mempunyai lapisan tanah mineral, yang tebalnya kumulatif 40 cm dan terletak pada kedalaman kurang dari 80 cm.





















KESIMPULAN
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organ¬ik seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan (dedaunan, ranting kayu, dan semak) yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Tanah gambut um¬umnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang ta¬hun kecuali di drainase.
Sederhananya, tanah gambut secara alami ter¬dapat pada lapisan paling atas. Di bawahya ter¬dapat lapisan tanah alluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanah gabut kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan atau ta¬nah bergambut. Disebut sebagai lahan gambut apa¬bila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Gambut memiliki sifat fisik, kimia, biologi serta adapun sifat- sifat lain yang penting di ketahui, seperti : tingkat kematangan, warna, kapasitas air, kering tak balik, daya hantar hidrolik, daya tumpu, penurunan permukaan tanah, dan mudah terbakar.
















DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to soil microbiology. John Willey & Sons New York

Barchia. M.F., 2006. Gambut: Agroekosistem dan Transformasi Karbon, University Press Gadjah Mada, Jogyakarta.

Landon, J.R (ed). 1984. Booker tropical soil manual. Booker Agriculture International Limited. London.xiv+450h.

Moore,T.A. and J.C. Shearer, 1997. Evidence of aerobic degradation of Palangka Raya
Peat and Implication for its Sustainability. In Biodiversity and Sustainability of Tropical
Peatlands. Eds J.O. Rieley. and S.E. Page. Proceedings of the international Symposium
on Biodiversity, Environmental importance and sustainability of Tropical Peat and
Peatlands, held in Palangkaraya, Central Kalimantan, Indonesia, 4-8 sept. 1995.

Noor, M. 2001. Pertanian lahan Gambut Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius.

Sagiman, S. 2007, Pemanfaatan Lahan Gambut dalam Perspektif Pertanian Berkelanjutan, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjung Pura, Pontianak.

Suhardjo, H., & IPG Widjaja-Adhi. 1976. Chemical characteristics of the upper 30cms of peat soils from Riau. Bull. 3 Peat and Podzolic Soils in Indonesia. Soil Res. Inst. Bogor.h74-92.

Whitten, D.G.A., & J.R.V. Brooks. 1978. The Penguin dictionary of geology. Penguin Books. New York. 516h.

Selasa, 24 November 2009

SEDIMENTOLOGI

1. Definisi dan ruang lingkup lingkungan sedimen
Konsep lingkungan
Meskipun geologist sepakat mengenai makna umum lingkungan sedimen, mereka sulit menemukan kerangka untuk definisi yang tepat dari lingkungan seperti itu. Untuk mengilustrasikan, seorang sedimen berbagai lingkungan telah digambarkan sebagai "tempat deposisi dan fisik, kimiawi, dan biologis yang menjadi ciri kondisi deposisi seeting" (Gould, 1972, p.1) "kompleks sifat fisik, kimia, dan biologis kondisi di mana sedimen menumpuk "(Krumbein dan Sloss, 1993, p.234)," suatu bagian dari permukaan bumi yang secara fisik, kimiawi, dan biologis berbeda dari medan yang berdekatan "(Selly, 1978, p.1), dan "sebuah unit spasial yang eksternal fisik, kimiawi, dan biologis mempengaruhi kondisi dan pengaruh dari sedimen yang cukup konstan dari karakteristik deposit" (Shepard dan moore, 1955, hal 1488).
Definisi ini agak berbeda, tetapi mereka semua memiliki kesamaan penekanan pada fisik, kimia, dan biologis kondisi lingkungan. Pekerja lain telah menunjukkan keinginan depositional mempertimbangkan lingkungan dari sudut pandang geomorphic (Twenhofel, 1967). Dalam konteks ini, sebuah lingkungan sedimen dianggap sebagai sebuah unit di mana geomorphic deposisi berlangsung. Lingkungan seperti didefinisikan oleh kumpulan tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang sesuai dengan unit geomorphic ukuran tertentu dan geometri. Proses ini beroperasi pada tingkat dan intensitas yang menghasilkan karakteristik tekstur, struktur, atau properti lainnya, sehingga deposit yang khas dihasilkan. Sebagai contoh, sebuah pantai dapat dianggap sebagai unit geomorphic ukuran dan bentuk tertentu yang spesifik proses fisik (gelombang dan aktivitas saat ini), proses kimia (larutan dan curah hujan), dan proses biologis (menggali, endapan penelanan, dan kegiatan serupa) mengambil tempat untuk menghasilkan tubuh pasir pantai dicirikan oleh geometri tertentu, sedimen tekstur dan struktur, dan mineralogi.
Parameter lingkungan
Fisik sebagaimana dimaksud di atas mencakup baik statis dan dinamis elemen lingkungan. Statis elemen fisik termasuk geometri; depositional bahan-bahan seperti siliclastic kerikil, pasir, dan lumpur; kedalaman air, suhu dan kelembaban. Dinamis unsur fisik adalah faktor-faktor seperti aliran energi dan direcinity, pH, Eh, dan karbon dioksida dan kandungan oksigen di dalam lingkungan perairan. Unsur-unsur biologis lingkungan dapat dipertimbangkan untuk mencakup baik kegiatan organisme pertumbuhan tanaman, menggali, endapan dan ekstraksi silika dan kalsium karbonat untuk dari bahan sisa organism dan adanya sisa-sisa organik sebagai bahan endapan
2. Proses dan Produk sedimen.
Hal ini penting dalam studi lingkungan depositional untuk membuat perbedaan yang jelas antara lingkungan dan bentuk sedimen . Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimemen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional. Kita akan kembali ke definisi bentuk dalam Bab 14.
Proses dan Respon
Kita dapat mengambil dan sudut pandang yang sangat sederhana optimis dan mengasumsikan bahwa suatu aturan kondisi lingkungan yang beroperasi pada intensitas tertentu akan menghasilkan deposit sedimen dengan properti unik mengidentifikasi bahwa itu sebagai produk dari lingkungan tertentu. Walaupun mungkin tidak benar bahwa masing-masing lingkungan menghasilkan deposit sedimen yang unik, dasar penafsiran lingkungan didasarkan pada asumsi bahwa lingkungan tertentu menghasilkan deposit bahwa berulang terkesan proses dan kondisi lingkungan pada tingkat yang cukup untuk memungkinkan diskriminasi lingkungan. Hal ini terkait dengan serangkaian reaksi antara lingkungan dan bentuk sering disebut sebagai proses dan respon.
Pada gambar 10,1 menggambarkan, proses istilah digunakan agak longgar untuk menyertakan kedua dinamis dan statis elemen lingkungan. Bersama-sama, proses unsur-unsur dan bertanggung jawab untuk menghasilkan tanggapan tertentu dalam bentuk fasies tertentu. Ketika berhadapan dengan lingkungan depositinal Ent batuan sedimen kuno, geolog tak bisa, tentu saja, proses mengamati unsur-unsur lingkungan. Mereka hanya memiliki unsur respon yang bekerja. Dengan demikian, langkah pertama dalam interpretasi lingkungan selalu untuk menandai fasies spsific dalam hal fisik, kimia, dan biologis properti. Geolog kemudian berusaha bekerja proses-model respons ke belakang dan menyimpulkan kondisi lingkungan depositonal kuno. Dengan kata lain, sebagai Middleton (1978, hal 324) katakan, "ini dipahami bahwa (fasies) wil akhirnya diberi interpretasi lingkungan. "Jadi, analisis lingkungan harus selalu dimulai dengan studi fasies sedimen. Hanya setelah fasies telah dianalisis dengan hati-hati dan dengan susah payah dan ditandai dapat masuk akal kita membuat interpretasi dari lingkungan di mana depositional fasies ini dibentuk.
Prinsip Interpretasi Lingkungan dan Klasifikasi
Sedimen Environmet: Dynamic unsur lingkungan, proses Fisik: gelombang dan arus; kegiatan: gravit, proses: laut, perubahan level: tectorism dan vulkanisme, proses kimia: solusi, precipition, authhigenesis, statis elemen dari lingkungan, geomorfologi dari depositional situs, kedalaman Air, Air kimia, bahan Depositional (suplai sedimen), Iklim (Proses (menyebabkan)).
Sedimen fasies: Geometry deposit, Selimut, prisma, tali sepatu, dll, endapan Primer properti, Fisik: seprai dan kontak hubungan; tekstur dan struktur sedimen; color; partikel komposisi, Hayati: fosil konten (jenis dan aboundance), turunan sifat endapan , Accoustical properti (transmissibility suara), Resistiviti, Radioaktivitas (Response (efek)).
Asosiasi fasies
Dalam studi tentang asosiasi fasies dan urutan harus memberi perhatian baik sifat kontak antara fasies dan derajat keacakan atau nonrandomness dari sekuens sendiri. Dengan penerapan prinsip-prinsip stratigrafik dibahas dalam bab 14, kita dapat menyimpulkan bahwa dua fasies dipisahkan oleh batas gradational mewakili kontak atau lingkungan yang pernah lateral yang berdekatan. Di sisi lain, fasies dipisahkan oleh batas-batas yg menyebabkan longsor tajam mungkin atau mungkin tidak mencerminkan lingkungan yang berdekatan lateral. Bahkan, fasies atasnya kontak yg menyebabkan longsor umumnya menunjukkan perubahan signifikan dalam kondisi dan depositional awal siklus baru sedimentasi (RGWalker, 1979a). The fasies dalam asosiasi tertentu fasies vertikal boleh didistribusikan dalam cara yang tampaknya acak yang mereka dapat menunjukkan atau pilihan yang jelas pola perubahan vertikal. Persamaan antara dua jenis perubahan fasies vertikal pengasaran-urutan ke atas dan ke atas fining-urutan. Pengasaran-urutan ke atas menampilkan peningkatan ukuran butir ke atas dari basis yg menyebabkan pengikisan yang tajam; fining-urutan ke atas adalah mereka yang di dalamnya menjadi lebih halus berkurai urutan ke atas tajam atau yg menyebabkan longsor. Secara umum, fining-ke atas, pengasaran-urutan ke atas menunjukkan peningkatan. Fining-dan pengasaran-urutan ke atas tidak boleh dinilai tidur. Walaupun urutan seperti berada di skala bergradasi satu tempat tidur, mereka sering melibatkan banyak tempat tidur yang berbeda yang secara individual tidak dapat dinilai. Setiap tempat tidur di suksesi vertikal sederhana lebih halus, atau kasar, daripada tempat tidur yang mendasarinya. Pentingnya dan pengasaran fining-urutan ke atas kemudian dibahas.
Hubungan diagram fasies
Dalam studi tentang asosiasi fasies, hal itu mungkin untuk menentukan dengan inspeksi visual jika fasies secara acak atau mendistribusikan tidak acak tetapi, seringkali diperlukan dalam resor untuk statiscal teknik untuk mendeteksi apakah atau tidak satu fasies melewati ke lain yang lebih sering daripada yang prediksi murni yang masuk secara serampangan. Metode statistik juga diperlukan untuk menangani data dalam jumlah besar yang melibatkan berbagai jenis fasies kontak dan hubungan pilihan. Cara populer mendokumentasikan hubungan antara fasies telah menggunakan diagram hubungan fasies (Selley, 1970; Miall 1973; Cant dan Walker, 1976; RG Walker, 1976a). Diagram ini menunjukkan dengan cara atau simbol dan anak panah transisi dari satu fasies yang lain. Metode ini meliputi mengubah jumlah transisi fasies untuk diamati probabilitas transitions.The langkah berikutnya adalah membandingkan probabilitas yang diamati dengan probabilitas yang akan berlaku jika semua transisi di antara fasies yang acak. Konon, transisi yang terjadi jauh lebih sering daripada acak harus memiliki beberapa signifikansi geologi. Masalahnya telah memperoleh matriks statistik probabilitas acak. Sekarang tampak bahwa metode yang dijelaskan oleh penulis dikutip untuk menurunkan matriks acak berdasarkan fasies mutlak kelimpahan secara statistik tidak benar (R> G> Walker 1984a) dan seharusnya tidak lagi digunakan. Jauh lebih kompleks yang melibatkan metode statistik analisis rantai Markov diperlukan untuk mengevaluasi transisi fasies. Keterbatasan ruang diskusi tidak mengijinkan metode ini di sini. Pembaca dimaksud Carr (1982) dan Wewenang dan Easterling (1982) for details. Harper (1984) juga menggambarkan perbaikan metode statistik untuk menganalisis fasies urutan.
3. Peralatan dasar analisis untuk Lingkungan
Interpretasi dan rekonstruksi lingkungan kuno tergantung studi batuan sedimen untuk mengidentifikasi fisik, kimia, dan biologis karakteristik yang dapat dikaitkan dengan parameter lingkungan. Kriteria yang paling penting pengakuan lingkungan tercantum dalam dapat diandalkan untuk menyediakan lingkungan tegas interpretasi: geologi umum harus memanfaatkan semua yang tersedia dari batuan sedimen. Hanya ketika beberapa kriteria independen vield interpretasi yang sama dapat menjadi percaya diri lingkungan ditugaskan. Lebih jauh, karena interpretasi lingkungan hidup bisa sangat terhambat oleh perubahan diagenetic sedimen, geolog harus sangat hati-hati untuk memisahkan fitur utama dari depositional fitur postdepositional disebabkan oleh diagenesis.
Kriteria fisik Geometri. Geometri mengacu pada bentuk tiga dimensi sedimen tubuh. Sebagian besar unit sedimen tidak teratur, kompleks bentuk; tetap, dua jenis sedimen dasar tubuh dapat dikenali berdasarkan bentuk: (1) equidimensional badan-badan seperti lembaran, atau selimut, dan prisma dan (2) memanjangkan badan-badan seperti polong, pita, atau shoestrings, dan dendroids (Potter, 1962). Lembaran, atau selimut, adalah endapan tubuh yang lebih atau kurang equidimensional di dalam rencana tampilan, dengan panjang-lebar rasio sekitar 1:1. Mereka memiliki ketebalan seragam relatif sangat kecil dibandingkan dengan dimensi lateral, yang dapat ribuan mil persegi. Lembaran deposito dapat menghasilkan dalam beberapa cara, termasuk endapan sedimen halus dari suspensi, pelanggaran laut dangkal, dan eolian transportasi dan deposisi. Jadi lembaran pasir mungkin menunjukkan rak, pantai, air dalam turbidite, padang pasir, atau bahkan lingkungan danau. Prisma equidimensional tubuh kira-kira seperti yang terlihat di dalam rencana tampilan tetapi berbentuk baji di penampang longitudinal. Para penggemar endapan alluvial dan delta adalah contoh deposit memiliki sekitar prismatik geometri. Delta adalah rencana lobate dalam tampilan, berbentuk baji di penampang longitudinal, dan lensa dalam bentuk penampang melintang (gambar.10.2)
Air laut dangkal, rawa deposito, delta lembar depan pasir, tanah liat prodelta silty, prodelta tanah liat, mengisi saluran pasir, endapan lebih tua, tahapan devolpment progresif menuju ke laut.
Polong umumnya tubuh kecil dengan panjang-lebar kurang maka rasio 3:1 (Gambar.10.3). Pita atau shoestrings, sempit, tubuh memanjang dengan panjang-lebar melebihi rasio 3:1 panjang melebihi ketebalan greenly umum. Dendroids lebih berliku-liku dalam dua bentuk demonsional dari pita, dan mungkin baik distributary anak sungai atau cabang (Gambar.10.3). Polong, pita, dan dapat menjalankan bersama-sama dendroids lateral dan menyatu dari sabuk. Tubuh memanjang sedimen seperti polong, pita, dan dendroids dari baik dengan mengisi saluran atau despressions memanjang, atau oleh penumpukan pada dasarnya bahwa sedimen permukaan untuk dari bar. Demikian, mereka terjadi dalam berbagai lingkungan, incluiding fluvial, pesisir, laut dangkal-shef, subrnarine lembah, dan pasang surut flat.
Geometri tubuh sedimen dapat ditentukan dalam tonjolan dengan mengukur ketebalan dalam eksposur yang baik dan menelusuri tempat tidur lateral untuk menentukan perubahan-perubahan dalam tingkat ketebalan dan lateral. Geometri bawah permukaan ditentukan baik oleh pemetaan unit dari sumur data seperti inti dan baik informasi panjang (Gambar.10.4) atau dengan metode seismik-stratigrafik dijelaskan dalam Bab 16. Geometri dalam itu sendiri biasanya tidak menunjukkan sedimen dari lingkungan yang unik karena tubuh berbentuk serupa sedimen dapat dari dalam lingkungan yang berbeda. Namun bentuk khas seperti pita bar dan geometri saluran atau bentuk delta lobate dapat sangat berguna indikator lingkungan bila dikombinasikan dengan parameter lingkungan lainnya.













Gambar 10.3. Sedimen common bentuk tubuh, menunjukkan rasio panjang-lebar. (setelah Pertijohn, FJPE Potter, dan R. Siever, 1973, Pasir dan batu pasir. Gambar.11.1.p.441, dicetak ulang dengan izin dari Springer-Verlag, Heidelberg).












Gambar.10.4 Pemetaan geometri bawah permukaan tubuh dari baik-data lama. (Dari Bull, WE, 1972, kipas aluvial Recognitionof deposito dalam catatan stratigrafik, di JK Hambilin Rigby dan WK (ed.),. Pengakuan sedimentaryenvironments kuno: Soc. Econ. Paleotologists dan mineralogists Spec. Pub.16.Gambar 13, p ,76, dicetak ulang dengan izin dari SEPM, Tulsa, okla). Lithology.
Lithology dari unit sedimen mungkin sangat umum depositional indikator lingkungan. Sebagai contoh, kapur cenderung diendapkan pada hangat, laut dangkal-rak; matang, batu pasir secara khusus quartzose Common eolian deposito di lingkungan atau energi tinggi lingkungan laut di mana terjadi pengerjaan ulang luas; menguap menyarankan endapan dalam kondisi penguapan yang tinggi, air Pembatasan sirkulasi, dan salinitas tinggi; conglomaretes terjadi paling sering dalam lingkungan fluvial, dan batu bara terjadi di fluvial, berawa lingkungan. Karena ada banyak pengecualian terhadap generalisasi tersebut, lithology kotor hanyalah semacam panduan kasar untuk depositional lingkungan.
Komposisi partikel batuan sedimen dapat menghasilkan informasi lingkungan yang lebih berguna daripada lithology. Secara khusus, komposisi kapur dikendalikan ke tingkat tinggi oleh kondisi lingkungan. Sebagai contoh, kehadiran sparry semen kalsit-oolites menunjukkan endapan di bawah energi tinggi, gelisah-kondisi air, di mana lumpur kapur winnowed dan dihapus. Sebaliknya, seperti micritic kapur didepositkan pelmicrities terutama di bawah kondisi quied-air, di mana energi air terlalu rendah untuk menampi dan menghapus lumpur kapur halus. JL Wilson (1975) memanfaatkan prinsip ini untuk mengidentifikasi karbonat 24 berbeda microfacies atau dasar jenis karbonat tertentu butir, jenis fosil, kelimpahan relatif micrite, dan fitur lainnya. Microfacies adalah skala kecil karakteristik batuan yang dapat diakui dalam bagian atau tangan kurus spesimen. Wilson mampu berdasarkan atau microfacies ini untuk membedakan sembilan carbonate depositional lingkungan kecil, mulai dari laut dangkal terbuka ke dalam lingkungan air, studi petrographic kapur dapat menjadi alat yang ampuh untuk menginterpretasikan lingkungan depositional.
Komposisi partikel batuan sedimen siliciclasitc ditentukan terutama oleh sifat batuan sumber dan kondisi cuaca dan transportasi, bukan lingkungan. Namun, beberapa aspek komposisi mungkin memiliki arti penting lingkungan. Sebagai contoh, Davies dan Etthridge (1975) menunjukkan bahwa dalam suatu depositional basin di mana sedimen yang devired dari satu sumber, jejak lingkungan depositional berbeda tercatat dalam siliciclastic sedimen sebagai kelimpahan relatif dan ukuran partikel siliciclastic individu. Mereka berpendapat bahwa perawatan statistik data komposisi demikian dapat berguna dalam menentukan depositional lingkungan. Sebagai contoh, sedimen diendapkan dalam lingkungan energi tinggi yang intens menampi secara signifikan diperkaya dalam kuarsa, yang sangat tahan terhadap abrasi mekanik, dibandingkan dengan lingkungan energi rendah., Di mana kurang kuarsa tetapi lebih baik bahan matriks berukuran didepositkan. Sebaliknya, sedimen tunduk kepada sedikitnya transportasi dan pengerjaan ulang cenderung diperkaya dalam fragmen batu, yang umumnya kurang tahan lama dibandingkan kuarsa.
Kelimpahan relatif kuarsa telah digunakan juga sebagai ukuran jarak dari pantai di laut mudrocks. Dalam penelitian terhadap sampel singkapan serpih laut, Baltt dan Totten (1981) melaporkan penurunan konten kuarsa dari 47 persen pada jarak 60 km dari garis pantai yang diketahui (ditentukan oleh kriteria lain) menjadi 11 persen pada jarak 270 km . Mereka berpendapat bahwa persentase kuarsa dapat menjadi indikator yang berguna posisi garis pantai laut mudrocks kuno. Micas kasar telah digunakan juga untuk menunjukkan posisi dalam sebuah baskom. Dalam lingkungan modern, mika serpihan kasar muncul preferentially harus disetorkan dalam sumsum nearshore, pasang surut-datar lingkungan dan atau bagian atas lereng benua, sedangkan pusat dan outher Rak-rak kontinental bidang menampi kasar micas (Doyle et al., 1968) . Berlimpah kasar mika di batuan sedimen laut kuno mungkin dengan demikian menunjukkan pasang-rata baik atau benua-lereng lingkungan.
Kehadiran sederhana mineral authigenic tertentu dalam sedimen siliciclastic mungkin juga memiliki arti penting lingkungan. Misalnya, mineral silikat besi dan glauconite dibatasi chamosite terutama laut kontinen lingkungan (Porrenga, 1967). Mineral ini dari bidang kelautan sedimentasi rendah, dan di hadapan beberapa bahan organik, terutama oleh silih bergantinya mineral lainnya pada antarmuka air sedimen atau di pemakaman kedalaman sangat dangkal. Oleh karena itu, mineral authigenic ini cukup dapat diandalkan indikator kondisi laut, meskipun telah dilaporkan glauconite jarang dari nonmarine lingkungan (Selley, 1978).
Lateral dan vertikal fasies Asosiasi. Lateral dan hubungan fasies vertikal diamati di tonjolan atau data bawah permukaan yang paling berharga kriteria diskriminasi lingkungan. Konsep yang terlibat di sini adalah sebuah aplikasi dari prinsip stratigrafik Walter dikenal sebagai Hukum (Bab 14), yang memprediksi bahwa mengembangkan fasies secara lateral dapat terjadi juga di urutan vertikal. Prinsip ini diilustrasikan pada Gambar 10.5. Dalam contoh ini, ne-grained fi shales mengandung fosil laut lateral untuk membersihkan kelas, baik diurutkan pasir, yang pada gilirannya grade ke tanaman yang mengandung endapan lumpur tetap. Urutan yang sama dapat diamati di profil vertikal, di mana kelas shales laut ke atas melalui batu pasir matang untuk berlumpur, silty deposito. Dengan menggunakan lingkungan modern sebagai model, hubungan fasies ini, ditambah tiga dimensi geometri dari deposito, menyarankan penafsiran ditampilkan dalam Gambarure10.5 dari offishore laut ke darat ke shales grading bar penghalang pasir dan akhirnya ke laguna-rawa deposito. Contoh kedua diilustrasikan pada Gambar 10.6. berbutir halus, baik yang mengandung kapur ditiduri pelagis nilai fosil lateral dan vertikal besar-besaran, bedde buruk kapur karang terdiri dari organismeee pembangunan, yang pada gilirannya kelas dan akhirnya pasir karbonat halus, kapur micritic dangkal berisi air yang berlimpah orgainism. Rangkaian fasies ini ditafsirkan sebagai hasil dari migrasi ke laut progresif dari lumpur kapur lagnoonal lingkungan atas back-karbonat penghalang pasir dan terumbu karang penghalang-lingkungan ke lingkungan perairan yang lebih dalam (Gambar 10.6).
Gambar 10.5. Diagram yang menggambarkan penggunaan vertikal dan lateral fasies sebagai petunjuk untuk depositional lingkungan. (Modifikasi dari Gould, HR, 1972. Lingkungan indikator-kunci untuk catatan stratigrafik, di JK Hamblin Rigby dan WK (ed.). Pengakuan dari lingkungan sedimen kuno: Soc. Econ. Mineralogists ahli paleontologi dan Spec. Pub.16.Gambar. 1; P.2, dicetak ulang dengan izin dari SEPM, Tulsa, Okla)
Fining dan pengasaran-urutan ke atas. Vertikal kecenderungan perubahan ukuran butir-juga penting dalam interpretasi lingkungan. Banyak lingkungan dikenal untuk menghasilkan baik fining-urutan vertikal ke atas, seperti dibahas dalam Bagian 10.3. Pergeseran lateral berkelok-kelok aliran dalam lingkungan fluvial, misalnya, memproduksi fining-urutan vertikal ke atas yang merupakan hasil dari migrasi overbank halus deposito di atas titik-bar berpasir deposito dan deposito saluran serak (Gambar.10.7). Oleh contranst, yang bangunan tambahan dari delta menuju ke laut biasanya menghasilkan pengasaran-sequences ke atas tdk halus distributary-saluran menuju ke laut prograde deposito delta-hadapan di atas pasir, yang pada gilirannya membangun menuju ke laut lebih dari prodelta muds. Deposito laut dibentuk oleh pelanggaran umum laut ke atas layar fining-urutan migrasi ke darat karena berbutir lebih halus, lebih dalam deposito di atas air dangkal deposito. Regresi migrasi, dari deposito menghasilkan garis pantai yang dicirikan oleh pengasaran-urutan ke atas. Karena ukuran penilaian dalam aliran masing-masing unit, deposito turbidite dibedakan oleh fining-ke atas rangkaian dalam skala kecil. Menggambarkan sosok yang sangat ideal 10,8 butir ukuran vertikal profil atau sedimen dari lingkungan utama yang sama. Karena fining-ke atas atau ke atas pengasaran-sequence boleh dari di beberapa lingkungan yang berbeda, seperti urutan tidak dapat digunakan sendiri untuk interpretasi lingkungan. Mereka sangat berharga kriteria lingkungan bila digunakan dengan meletakan indikator lingkungan lainnya.
Siklus fasies. Proses-proses yang menghasilkan fasies vertikal successions dari biasanya diulang i waktu, mengarah pada siklus generasi penerus yang vertikal mengikuti satu sama lain dalam suatu pola di mana predictble tertentu urutan vertikal 9or urutan) adalah diulang. Sebagai contoh, migrasi ulang sungai yang berkelok-kelok di atas lantai sebuah baskom aluvial mereda bisa menghasilkan suksesi fining-urutan ke atas digambarkan dalam sungai yang berkelok-kelok-profil 10,8 ditunjukkan dalam gambar, atau berulang kekeruhan folws arus ke baskom bisa menghasilkan turbidite profil ditunjukkan pada gambar yang sama. Episode berturut-turut pelanggaran laut dan regresi dapat mengakibatkan generasi siklus ke atas sekuens fining-overlain oleh pengasaran-urutan ke atas, dan seterusnya. Mengenali dan menafsirkan perubahan dalam kondisi lingkungan. Beberapa siklus sedimentasi sangat baik dikembangkan dan jelas bahwa mereka dapat dideteksi oleh inspeksi visual dan studi tonjolan atau data bawah permukaan. Siklus lain jauh lebih halus dan deteksi mereka memerlukan penggunaan teknik statistik dibantu oleh komputer (Schwarzacher, 1975). Analisis komputer memungkinkan evaluasi vertikal profil dengan ketat perbandingan, dengan batas-batas yang dikenal handal, antara model profil dan urutan vertikal yang dianalisis.
Gambar 10.7. Finning-urutan ke atas fluvial deposito dari selatan Sungai Sasketchewan. Kanada. Kelas sekuens ke atas dari basal serak di-saluran berpasir berpasir deposito melalui saluran-bar dan deposito untuk berlumpur overbank (akresi vertikal, VA) deposito. (Dari Walker. RG, dan D.) Cant, 1984, Sandy sistem fluvial, dalam 2nd ed.: Geoscience Kanada Ser.1 Reprint. Gambar.17, p.81, dicetak ulang dengan izin dari Asosiasi geologi Kanada.
Struktur sedimen. Struktur sedimen umumnya dianggap sebagai indikator lingkungan berguna karena mereka menghasilkan hampir secara eksklusif oleh proses depositional; mereka pasti terbentuk di tempatnya. Sayangnya, fakta adalah bahwa sedikit, jika ada, struktur sedimen individu menghasilkan oleh proses-proses unik untuk lingkungan depositional tertentu. Struktur serupa bisa diproduksi di lingkungan yang berbeda dan oleh berbagai lembaga depositonal. Sebagai contoh, riak tanda dan lintas-seperai dapat diproduksi subaerially oleh angin transportasi. Meskipun beberapa individu struktur sedimen dapat memberikan informasi tentang kondisi lingkungan seperti air relatif kedalaman dan kecepatan aliran arus menyetorkan, interpretasi parameter lingkungan pada struktur sedimen dasar harus dilakukan dengan hati-hati. Diketahui, misalnya, bahwa riak dan tanda silang tidur biasanya dari dengan saat ini dan aktivitas gelombang air yang sangat dangkal, tetapi mereka terjadi juga di perairan dalam di bawah dasar gelombang badai karena kehadiran arus bawah yang kuat. Meskipun demikian, dalam penggunaan struktur sedimen analisis lingkungan, kita tidak boleh melupakan kebutuhan untuk menafsirkan pertama dari struktur sedimen proses yang menciptakan struktur. Hanya setelah kita memiliki proses ditafsirkan dapat kita lanjutkan ke depositional interpretasi lingkungan.
Interpretasi didasarkan pada pilihan asosiasi atau struktur sedimen, bukan pada struktur sedimen individu, memiliki manfaat bagi lingkungan terbesar diskriminasi. Kelimpahan relatif struktur sedimen tertentu mungkin memiliki arti penting lingkungan juga. Merangkum Gambarure10.9 grafis distribusi berbagai jenis sedimen struktur di lingkungan depositional besar. Meskipun sebagian besar struktur sedimen dapat terjadi dalam beberapa pengaturan lingkungan hidup, asosiasi tertentu struktur yang lebih sering terjadi di beberapa lingkungan yang pada orang lain. Misalnya, asosiasi dinilai seperai, seruling gips, alur gips, dan struktur merosot lebih umum dan struktur ini umumnya lebih berlimpah di sedimen dari laut-baskom untuk lereng lingkungan daripada di sedimen dari kebanyakan lingkungan lain. Sebaliknya, asosiasi sudut tinggi dan lembah-memperhiasi cross-bedding, ripple mark, mudrarcks, dan rintik hujan dan nonmarine lingkungan. Ahli geologi yang lebih tahu tentang asosiasi struktur yang terjadi di berbagai pengaturan lingkungan dan proses-proses yang menciptakan struktur tersebut, yang lebih mampu mereka menggunakan asosiasi ini dalam analisis lingkungan.
Pola Paleocurrent. Beberapa struktur sedimen terarah menghasilkan data yang menunjukkan arah arus kuno mengalir pada waktu deposisi. Lekukan silang arah tempat tidur foresets; asimetri dan orientasi dari puncak-puncak riak arus dan orientasi seruling gips, alur gips, dan lineation saat ini adalah contoh dari data yang terarah dapat diperoleh dari struktur sedimen. Meskipun data directional digunakan terutama untuk menghasilkan informasi tentang orientasi kemiringan kuno dan arus arah, mereka juga memiliki arti penting lingkungan.
Data “paleocurrent” dikumpulkan dari satuan-satuan “stratigraphic” yang telah mengalami sedikit atau tidak sama sekali perubahan bentuk tektonik atau kemiringan dapat dihimpun dan disimpulkan langsung. Jika bebatuannya telah mengalami tingkat kemiringan yang tinggi, maka amat perlu diadakan koreksi terhadap orientasi yang diukur dengan cara mengembalikan arah kepada letaknya yang asli, sebelum terjadi kemiringan. Sebuah cara yang mudah dengan menggunakan Stereogram dapat digunakan untuk mengorientasi ulang data arah yang dikumpulkan dari satuan-satuan “stratigraphic” yang dimiringkan {Collinson dan Thompson, 1982, hal. 188}. Setelah berbagai re-orientasi data yang dibutuhkan selesai dilaksanakan, data-data tersebut kemudian dibentuk menjadi histogram yang melingkar, atau “diagram mawar”. Contoh diagram-diagram menunjukkan aarah pokok dari aliran “paleocurrent” dan juga beberapa mode aliran sekunder dan tersier. Jika aliran “paleocurrent” sebagaimana yang ditunjukkan oleh diagram mawar pada umumnya searah, maka “paleocurrent”nya disebut unimodal. Jika dua arah utama yang terindikasi, maka alirannya bimodal, dan jika tiga atau lebih arah aliran ditampakkan oleh data arah, aliran ”paleocurrent”nya disebut polimodal.
Arah “paleocurrent” lokal mungkin memiliki makna bagi lingkungan. Sebagai contoh, sedimen-sedimen dari lingkungan alluvial dan deltaic cenderung memiliki pola-pola vektor “paleocurrent” yang unimodal, sedangkan pola “paleocurrent” yang bimodal lebih umum ditemukan di garis pantai dan sedimentasi kerang. Data “paleocurrent” memiliki kegunaan paling besar ketika diletakkan di skala regional untuk menyingkap pola-pola “paleocurrent” regional. Tabel 10.2 menunjukkan beberapa pola “paleocurrent” regional dari lingkungan “depositional” utama yang terpilih lingkungan, walaupun “sphericity” dikenal berpengaruh pada alat angkut partikel dan kecepatan pengendapan. Kegunaan yang sangat minim ini mungkin karena sebagian ketidakmampuan kita dalam mengukur secara akurat serta ketidakmampuan menggambarkan bentuk partikel. Tekhnik yang cukup baru yang melibatkan bantuan komputer analisis Fourier dari bentuk partikel (telah didiskusikan di Bab 5) tampaknya memiliki potensi untuk menggambarkan bentuk partikel dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi daripada kemungkinan sebelumnya. Beberapa kesuksesan telah dilaporkan dalam penggunaan tekhnik ini pada sedimen-sedimen yang berbeda di daerah pantai, bukit pasir, gundukan, serta “glaciofluvial”; penelitian yang akan datang pada analisis bentuk Fourier mungkin menunjukkan bahwa bahwa hal ini telah memiliki penerapan yang meluas di bidang studi lingkungan.
Tekstur sedimentasi. Banyak percobaan telah dibuat untuk menggunakan ukuran partikel, pengelompokan, bentuk, dan tekstur permukaan sebagai alat untuk menganalisis lingkungan. Pendekatan ini telah didiskusikan secara mendetail pada bab 5 dan tidak butuh pengulangan disini. Secara keseluruhan, kegunaan data ukuran-“grain” untuk interpretasi lingkungan telah terbukti mengecewakan. Tekhnik-tekhnik yang digunakan untuk meningkatkan kegunaan alur dua variabel dari parameter statistik ukuran-“grain”, seperti ketidaksimetrisan vs penyimpangan standar (Friedman, 1967, 1979), alur kemungkinan “log” (Visher, 1969, Sagoe dan Visher, 1977), dan alur C-M/L-M (Passega 1964, 1977), hanya memperoleh sedikit kesuksesan dalam membedakan sedimen-sedimen dari lingkungan modern dan bahkan lebih sedikit kesuksesan dalam merekonstruksi lingkungan sedimentasi kuno. Oleh karena itu, banyak geologis sekarang telah memiliki daerah penampungan yang serius tentang keandalan analisis lingkungan yang didsarkan pada data ukuran-“grain”. Bahkan kegunaan ukuran-“grain” sebagai indikator umum energi aliran relatif harus dilihat dengan hati-hati. Ukuran “grain” sedimen dimaksudkan menyajikan panduan kasar kepada energi minimum lingkungan, tapi hal ini tidak dapat digunakan secara terpercaya dalam banyak kasus.untuk memperkirakan energi maksimum. Hal ini nyata, sebagai contoh, bahwa batuan di sebuah endapan sedimen kuno tidak dapat dipindahkan dan diendapkan oleh oleh angin ataupun aliran daya tarik yang lemah; sebuah perkiraan dapat dibuat dari besarnya energi minimum yang dibutuhkan untuk memindahkan batuan tersebut. Di lain pihak, sangat jauh dari kenyataan bahwa semua butiran sedimen yang baik harus dipindahkan dan diendapkan oleh aliran energi lemah. Jika hanya sedimen yang berukuran baik yang tersedia untuk mengangkut dibawah bagian tertentu dalam kondisi lingkungan, kemudian hanya sedimen yang baiklah yang akan dibawa dan pada akhirnya diendapkan, terlepas dari aliran energi yang dipindahkan.
Lingkungan, walaupun “sphericity” dikenal berpengaruh pada alat angkut partikel dan kecepatan pengendapan. Kegunaan yang sangat minim ini mungkin karena sebagian ketidakmampuan kita dalam mengukur secara akurat serta ketidakmampuan menggambarkan bentuk partikel. Tekhnik yang cukup baru yang melibatkan bantuan komputer analisis Fourier dari bentuk partikel (telah didiskusikan di Bab 5) tampaknya memiliki potensi untuk menggambarkan bentuk partikel dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi daripada kemungkinan sebelumnya. Beberapa kesuksesan telah dilaporkan dalam penggunaan tekhnik ini pada sedimen-sedimen yang berbeda di daerah pantai, bukit pasir, gundukan, serta “glaciofluvial”; penelitian yang akan datang pada analisis bentuk Fourier mungkin menunjukkan bahwa bahwa hal ini telah memiliki penerapan yang meluas di bidang studi lingkungan.
Kebulatan partikel memiliki arti dalam studi lingkungan, tapi hal ini harus digunakan dengan cukup hati-hati. Bulatan-bulatan kuarsa ukuran pasir diketahui mengambil bagian terutama pada perpindahan angin, walaupun beberapa bulatan mungkin berada di zona “surf”. Jadi, berlimpahnya butiran kuarsa yang bulatnnya baik dalam endapan batu pasir kuno dapat diandalkan untuk mengindikasikan endapan dalam sebuah lingkungan “eolian”, atau mungkin pantai, seandainya hal tersebut tidak menjadi masalah daur butiran. Karena amat kerasnya serta karena stabilitass unsur kimianya, kuarsa dapat di daur berkali-kali. Karena itu, kebulatan butiran di endapan tertentu mungkin telah diperoleh dari siklus-siklus perpindahan sebelumnya dan tidak perlu lagi merefleksikan peristiwa perpindahan dan pengendapan terkini. Kerikil-kerikil dan batu-batu bulat lainnya mengalami pembulatan dengan mudahnya yang disebabkan oleh perpindahan arus. Melimpahnya penampakan kerikil-kerikil bulat sempurna pada endapan sedimen kuno mengindikasikan deposisi di lingkungan fluvial; bagaimanapun juga, kerikil-kerikil dapat berbentuk bulat di pantai dan juga tepian danau. Lebih jauh lagi, kerikil-kerikil fluvial yang berbentuk bulat dapat dipindahkan oleh arus menuju pantai atau ke lingkungan tepian lainnya, dimana kerikil-kerikil tersebut mungkin menjadi ”reentrained” oleh aliran keruh dan sedimentasi ulang di lingkungan air yang dalam.
Tanda-tanda mikrorelief pada permukaan butiran kuarsa-goresannya, lubang berbetuk V, kerutan-kerutan, dan patahan konkoidal, sebagai contoh- pada umumnya lebih mudah diproduksi dan dihancurkan oleh perpindahan dan proses deposisional daripada mengubahnya ke dalam bentuk partikel dan bulatan. Oleh karena itu, tanda-tanda di permukaan ini terlihat lebih wajar daripada bentuk dan bulatan untuk mencerminkan kondisi deposisi dari lingkungan terakhir. Walaupun tekstur permukaan yang serupa dapat dihasilkan di lingkungan yang berbeda, beberapa tanda tertentu lebih umum dikenal sebagai tanda butiran kuarsa dari lingkungan tertentu. Sebagai contoh, goresan-goresan pada umumnya berasal dari lingkungan glasial, dan butiran kuarsa dari lingkungan pesisir dikarakteristikkan khususnya akibat tanda berbentuk V dan pola-pola kerusakan konkoidal. Dengan menggunakan analisis statistik yang cermat pada data tekstur permukaan dari butiran kuarsa dalam jumlah yang besar, para penyelidik telah berhasil menemukan ciri-ciri dan membedakan setidaknya tiga letak desposisional modern utama pada dasar tekstur butiran kuarsa: (1) Pesisir (pantai dan tepian), (2) eolian (gurun pasir), dan (3) glasial. Hasil tambahan diperoleh melalui studi tekstur permukaan kuarsa pada sedimen modern hingga interpretasi lingkungan disposisional kuno lebih sulit diterjemahkan karena efek-efek diagenetik seperti penyertaan kuarsa yang terlalu cepat berkembang, atau goresan permukaan butiran melalui proses solusi diagenetik. Para penyelidiok juga harus waspada terhadap fakta, bahwa walaupun tanda-tanda permukaan mudah berubah, daripada bentuk dan kebulatannya, tanda-tanda yang dihasilkan oleh suatu lingkungan mungkin bertahan dalam jangka waktu lama setelah dipindahkan ke lingkungan lainnya, membingungkan dalam inter[retasi lingkungannya.
Selanjutnya perubahan diagenetik menambahkan atau menghapus elemen kimia yang signifikan dengan konsentrasi sperti Ca, Fe, K, Mg, CO3, ¬dan SO4²ˉ, sebagai contoh dengan menggunakannya sedikit sebagai analisi lingkungan geokimia (Ernst, 1970). Karena masalah itu, elemen mayor pada geokimia tidak dapat digunakan sebagai alat mengembangkan untuk membedakan antara prinsip endapan lingkungan.
Dilain sisi, elemen-elemen dan isotop digunakannya sebagai alat untuk membedakan salinitas dan temperatur pada air dimana sedimen kuno mengendap. Data dari Paleosalinitas batu-batuan tidak mengandung fossil atau indikator lingkungan lainya yang digunakan untuk membedakan laut dan lingkungan bukan laut dan data paleotemperatur untuk melengkapi kondisi iklim dan pendugaan kedalam air.
Penetapan paleosaliniti
Boron. Boron merupakan elemen penguji dalam studi paleosalinitas (e.g Bohor and Glukoster, 1973; Couch,1971; Harder,1970; potter et al,1963; Shimp dkk, 1969). Boron mengandung sedimentasi batu-batuan dengan berbagai macam tipe sedimen. Oleh karena itu penetapan born harus berasal dari batu-batuan tipe tunggal atau litologi. Batu-batuan mengandung konsentrasi boron yang tinggi dan dipelajari dalam studi penetapan paleosalinti. Boron mengandung penambahan dengan pengurangan ukuran butir dari serpihan batuan, ini juga mempengaruhi unsur mineral pada butiran batuan dan beberapa derajat diagenesis meskipun tidak luas dari beberapa elemen mayor. Setelah mengeliminasi variabel ukuran butir dan kandungan mineral semakin dekat semakin nyata oleh perbedaan tingkatan dari persamaan unsur mineral , ukuran butir, dan sejarah diagenetis, beberapa studi menunjukkan konsentrasi boron di sedimen air laut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan yang bukan air laut. Contoh perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 10.13.
Alasan untuk penaikan boron dilingkungan sedimentasi laut dapat di lakukan dengan fakta bahwa boron air laut lebih tinggi daripada pada air tawar (4.8 mg/L vs 0,01 mg/L; Ernst, 1970). Boron di absorbsi dalam mineral lempung dan mungkin dihubungkan dalam kisi-kisi kristal ketika mineral lempung terbawa kedalam lingkungan laut oleh sungai.
Tabel 10.13 kandungan boron di lautan dan di air tawar dari tempat yang berbeda
Lokasi Kandungan boron
laut (ppm) payau air tawar
Westfalen, jerman 100-200 45-110 15-80
Inggris 300 150
Pennsylvania >80 <60
Sumber : Harder, H 1970. Kandungan boron pada sedimen sebagai alat untuk analisis facies. Sedimentary geology, Table 1.p.155. reprinted by permission of Eisevier Science Publishers. Amsterdam
Pertimbangan waktu nyata untuk kapasitas boron mengabsorsi pada partikel lempung. Oleh karena itu, kandungan boron tidak sensitif untuk perubahan salinitas ( Hallam, 1981). Pada sedimentasi batuan fossil, fossil sebagai indikator salinitas yang baik daripada boron. Boron mungkin dapat digunakan untuk indikator paleosalinity di jaman Precambrian dan batuan non fossil yang lainnya jika digunakan dengan baik untuk ukuran butir, unsur mineral, dan sejarah diagenetis.
Elemen-elemen lainnya. Beberapa elemen lainnya telah dipelajari sebagai indikator paleosalinitas. Cr, Cu, Ga, Ni, dan V memiliki laporan sebagai unsur yang banyak di lautan dibandingkan dengan pada lempung air tawar; bagaimanapun, elemen tersebut tidak sebagus boron sebagai indikator salinitas (Shimp, dkk,1969). Veizer dan Demovic (1974) melaporkan dasar dari 1200 analisia batu-batuan dari central western Carpathians Eropa yaitu konsentrasi strontium tinggi pada daerah hypersaline, berwarna gelap, dan batuan kapur laut dalam dan sedikit pada daerah litoral, neritik, dan daerah permukaan. Besi sulfida juga digunakan sebagai indikator paleosalinitas. Berner et al (1979) melaporkan FeS2/FeS lebih besar dari 10.0 merupakan karakteristik dari sedimen air laut, dimana pada air payau dan air tawar memiliki rasio yang kurang dari 1. Sedikitnya rasio ini meyakinkan bahwa hasil dari FeS memiliki kandungan sulfat yang lebih kecil pada sedimen air tawar atau air payau .
Bahan Organik. Beberapa karakteristik dari cadangan bahan organik pada sedimen telah digunakan untuk membedakan sedimen air laut dari sedimentasi kontinental. Sebagai contoh, Tissot dan Welte (1978) membedakan tiga jenis dari bahan organik pada tipe sedimen dasar dan berat molekul dari karbon organik yang tercampur pada sedimen :
1. Bahan organik laut, berasal dari fitoplankton dan zooplankton
2. Bahan organik kontinental, berasal dari tumbuhan tingkat tinggi
3. Bahan organik mikrobial, dimana terutama terjadi pada lakustrin dan paralik (laut marjinal atau laut dangkal) lingkungan dan berasal dari degradasi mikrobial utama dari material tumbuhan.
Didyk et al (1978) menggunakan pertambahan kandungan bahan organik untuk mengindikasi kontribusi dari sumber kontinental. Masalah utama dengan menggunakan bahan organik untuk membedakan sedimen laut dan sedimen bukan lingkungan laut adalah bahan organik berasal dari daerah kontinen dapat berpindah kedalam lingkungan laut.
Karbon dan Isotop Oksigen. Beberapa pemerhati memilih menggunakna karbon dan isotop oksigen pada cangkang fossil dan batuan kapur untuk membedakan lngkungan laut dan sedimen bukan lingkungan laut. (e.g Clayton dan Degens, 1959 ; Keith dan Weber, 1964 ; Keith et al, 1964; Dodd dan Stanton, 1975; Rothe et al, 1974; Schidlowsky, 1982 ). Penggunaan karbon dan isotop oksigen untuk determinasi lingkungan berdasar pada pemikiran lain bahwa air tawar menghampakan antara kedua karbon berat (¬¹³C) dan oksigen berat (¹³O) relatif pada air laut; bagaimanapun, nilai C dan O dapat diukur dengan nilai yang rendah dari karbonat pada lingkungan laut. Rendahnya C pada lingkungan air tawar menyebar pada kontribusi terhadap tanaman berasal dari CO2.
Pembagian Paleotemperatur
Antara boron dan bromine sebagai indikator temperatur. Jika salinitas cenderung konstan, boron meningkat, temperatur juga meningkat. Hanya perubahan relatif pada suhu dapat dilihat distribusi boron. Temperatur yang tetap tidak dapat. Proporsi bromin dihubungkan kedalam NaCl atau mineral KCl juga berfungsi untuk evaporasi suhu dari larutan brine dan dapat digunakan sebagai pembagian suhu pada evaporasi. Dengan penaikan temperatur, magnesium dan strontium meningkat lebih banyak dari kalsium pada sedimen karbonat dan beberapa cangkang calcareous organismeee; seperti Ca/Mg, dan Ca/Sr telah digunakan sebagai indikator paleotemperatur. Lebih luas, indikasi umum dari iklim panas karena adanya pengendapan evaporasi.
Kriteria Biologi
Penggunaan fosil dalam study lingkungan bukannya tanpa masalah beberapa kelompok dari fosil organismeee tidak dapat mewakilkan pada jaman sekarang. Ekologi lingkungan ini artinya harus memiliki kesimpulan dari pada hanya analoginya, boleh jadi dengan menjelasakan morfologinya bisa menjelaskan tentan g faktor lingkungan. Interpretasi dari paleoekologi dalam dasar kehidupan menurun terbatas pada organismeee kuno karena organismeee tidak dapat menempati tempat yang sama seperti organismeee dahulu. Boleh jadi dengan masalah yang serius dapat dikerjakan dengan transfor fosil dan pengerjaan fosil kembali dari batu-batuan tua. Mereka hidup dalam satu lingkungan dan dapat terangkut setelah mati dalam lingkungan yang berbeda. Selley (1978) mengilustrasikan kemungkinan yang ada terlebih dahulu oleh contoh beberapa organismeee tercampur oleh air sungai Thames.

Gambar 10.12. Perbedaan isotop dengan temperature pada salinitas 35 ppm.
Geologis juga harus berhati-hati terhadap kemungkinan bahwa fosil mungkin sudah tererosi dari batuan tua karna penaruh cuaca, dan kemudian transport kedalam lingkunan sangat berbeda habitat asli mereka. Dalam keterbatasan itu peneliti harus berhati-hati dalam menggunakan fosil dengan keberhasilan yang baik pada interpretasi lingkungan. Penggunaan mikro fosil secar khusus; karena dengan ukuran yang kecil mereka dapat menemukan bagian batu yang sangat kecil. Fosil juga memiliki keuntungan pada study lingkunan karena tidak dapat bekerja dan diangkut kembali. Hampir semua fosil memiliki nilai yang sama pada study lingkungan jika peneliti tahu dan memilki skill yang cukup bagaimana menggunakannya. Organisme yang hidup bersamaan dalam komunitas interelasi disebut biocoenosis karena keuntungan dari organism terbawa bersama setelah mati dan mengubur pada endapan partikel yang mungkin tidak sama dengan keuntungan tempat tersebut, suhu thanatocoenosis telah digunakan untuk membedakan yang telah mati. Elemen organic membuat thanatocoenosis mungkin berbeda termasuk dalamnya rangka yang keras seperti cangkang, gigi, dan tulang, bahan hasil pembuangan seperti kotoran ditemukan pada batuan kapur, bahan organic, variasi jenis fosil dan struktur biostratifikasi sebagai stromatolis. Hubungan antara material jenis fosil untuk parameter spesifik dilingkungan akan dibahas pada paragrap selanjutnya
Fosil sebagai indikator salinitas. penggunaan fosil sebagai indikator palleo salinity tergantung dengan kemampuan fosil organismee mengenali partikel salinitas. Diantara organismeee modern kami mengenali bebrapa kelompok disebut organismeee euryhaline yang beradaptasi dengan salinitas yang tinggi. Yang dapat mentoleransi salinitas yang kecil disebut organismeee stenohalline. Distribusi fosil organismeee invertebrate hubungannya salinitas ditunjukkan pada gambar 10.13. Salinitas normal perairan ( 35 ppm) merupakan karakteristik dari organismeee stenomallin seperti karang, radiolarian,braciopoda, echinodermata, beberapa foraminifera, alga merah dan hijau dan scakopoda (Heckel, 1972)

Gambar 10.13. distribusi jenis invertebrate hubungannya dengan salinitas
Beberapa kelompok organismee-organismeee seperti trilobites, archaeocyathids, tentaculids, dan grapolites yuang dikenal sebagai fossil juga merupakan bentuk dari stenohaline laut (Gall, 1983). Fossil organismee stenohaline perairan tawar hidup pada danau dan sungai termasuk charophytes (jenis alga hijau) dan beberapa jenis gastropoda (keong), molluska (kerang), ikan dan amphibi. Organismee euryhaline beradaptasi pada air payau sebagai oysters, gastropoda, ostracoda, foraminifera dengan aglutine, Lingula, fosil eurypterids, diatom diatom, dan alga biru-hijau (cyanobacteri) merupakan bentuk stromatolites. Pada umumnya, fauna air payau dikarakteristikkan dengan sedikitnya jenisnya. Tingignya kepadatan fauna, ukuran yang kecil sebagai perbandingan hewan laut dengan spesies yang sama dan cangkang yang lebih tebal dibandingkan dengan jenis di laut.




Gambar 10.14 distribusi invertebrate hubungannya dengan kedalaman
Fossil sebagai indikator kedalaman air. Beberapa fossil terbatas pada daerah batimetrik yang digunakan sebagai indikator kedalaman. Gambar 10.14 menunjukkan distribusi besar dari orgnisme invertebrate modern. Klorofil pada tumbuhan, sperti alga, terbatas tergantung dengan kebutuhan untuk fotosintesis pada zona penetrasi cahaya di lautan. Zona fotik merupakan daerah dengan kedalaman lebih dari 200m. stromatolites, dimana sebagai produksi utama untuk fotosintesis alga biru-hijau sebagai indikator daerah dangkal. Karang hermatypic dimana bersimbiosis dengan alga uniselular, juga sangat terbatas pada perairan dangkal. Beberapa organismee cenderung melimpah dari perairan dangkal ke daerah continental(<200m) dibandingkan pada wilayah yang dalam dan beberapa organismee pipih seperti echinoids dan sand dollar. Lingula dan kalsiosponges merupakan organismee khusus perairan dangkal. Organismee planktonik seperti radiolarians dan foraminifera dapat hidup di daerah permukaan hingga perairan dangkal. Mereka banyak di perairan dalam, bagaimanapun , kompetisi memperebutkan nutrisi dengan organismee bentonik lebih sedikit. Bagaimanapun, organismee plantonik menambah pada dasar sedimen.
Beberapa problem dalam interpretasi dari ekdalam air didasarkan pada fossil non vertebrata. Arus sungai memungkinkan memindahkan organismee bentik menjadi organismeee laut dalam. Masalah serius adanya perubahan waktu geologi. Sebagai contoh, hexatinellida dan beberapa crustacean dekapoda crustacean, dan crinoids bermigrasi kedalam air laut dalam pada masa Cretaceous (Gall, 1983). Distribusi organismee di lautan menurut kedalaman berhubungan dengan suhu dan kekeruhan air dan mungkin tidak berfungsi sepenuhnya sebagai indikator kedalaman.
Jejak fossil di pertimbangan sebagai indikator kedalaman. Itu digunakan sebagai indikator kedalaman sebagai prediksi dan asumsi bahwa organismee tersebut memeiliki perbedaan dibawah perbedaan kondisi lingkungan pada kedalaman berbeda di laut. Lebih lanjut, ini mengasumsikan bahwa organismeee dahulu kurang lebih sama dengan modern. Kasarnya, energy tinggi pada lingkungan pasir, organismee menggali secara vertical bentuk U kedalam pasar ketika ombak hilang.
Fosil sebagai indikator suhu. Suhu sangat penting digunakan sebagai kontrol terhadap distribusi organisme antara daratan dan lautan. Bagaimanapun, organisme berbeda kemampuan toleransinya terhadap suhu. Beberapa fauna dan flora yang dapat bertahan hidup pada variasi suhu yang kecil disebut stenothermal. Sedangkan pada suhu yang besar disebut eurythermal. Dalam kehidupan di lautan, organismee eurothermal merupakan ciri dari organisme yang hidup pada permukaan air dan perairan dangkal ketika terjadi fluktuasi yang besar. Organismee stenothermal utamanya hidup pada laut terbuka yang dalam, dimana variasi suhunya kecil. Karena organisme lautan adalah hewan berdarah dingin, suhu merupakan unsure penting dalam distribusi organisme selain salinitas atau kedalaman. Laut modern membagi menjadi 5 sub bagian masing-masing zona. Demikian, kita dapat menyebutkan daerah polar, sub polar, temperate, subtropical dan tropical.

Gambar 10.15 . batas temperatur pada zona biogeografi di lautan (After Hedgepth, J.W, 1957. Marine Biogeografi. Gambar 5 p.364 in J.W Hedgpeth (ed). Treatise on marine ecology and paleoecology. v.1 Ecology;Geol.Soc.America)

Organismee laut yang hidup di zona atas, suhu yang konstan merupakan karakteristik bagi keragaman spesies yang banyak. Calcareous kerang air hangat cenderung lebih banyak dibandingkan dengan kerang yang hidup di air yang dingin. Hal ini rupanya berhubungan dengan konsentrasi kandungan kalsium karbonat yang tinggi pada air hangat. Bangunan karang juga hidup pada air hangat dan terumbu karang modern dibatasi dengan suhu sekitar 18°C. Dengan keismpulan, terumbu karang kuno juga terbentuk pada air dengan temperatur yang panas. Organismee air dingin cenderung kurang beragam tetapi dalam jumlah besar organismee individu setiap spesies mungkin ada. Dalam air dingin, calcareous kerang yang lebih kecil dan tipis dan batu karang tidak ditemukan. Siliceous, diatomik plankton dan radiolarians berlimpah diperairan lebih dingin, karena umumnya ketersediaan nutrien lebih besar di perairan ini.

Tanah tempat tinggal hewan masuk meliputi hewan berdarah panas dan berdarah dingin. Hewan berdarah panas dapat berthana pada kisaran temperatur yang lebih luas debandngkan dengan reptil yang berdarah dingin yang hanya dapat berkembang pada wilayah dengan suhu tahunan tinggi. Meskipun demikian persebaran tempat tinggal hewan terdistribusi oleh zona iklim. Jadi, gajah dan badak tinggal di iklim hangat, rusa dan lembu di iklim yang dingin dan sebagainya. Tanah tempat tumbuh tanaman sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu dan menunjukkan variasa dengan ditandai garis lintang dan suhu. Oleh karena itu, mereka membuat paleoclimate indikator. Sebagai contoh, studi tentang serbuk sari dan spora di Pleistonce sedimen telah mengungkapkan banyak fluktuasi suhu yang berhubungan dengan tahap glasial dan interglasial. Untuk menggunakan fosil sebagai indikator paleotemperatur pertama kita harus memiliki pengetahuan tentang distribusi temperatur dari organismee modern dan efek suhu pada bentuk morfologi dari cangkang dan struktur rangkanya. Saya telah menyebutkan hubungan antara suhuair untuk ketebalan calcareous kerang. Ilustrasi lain tentang bagaimana temperatur mempengaruhi bentuk morfologi dapat dilihat bagaimana kumparan cangkang foraminifera sebagai respon dari perubahan suhu. Globorotalia truncatulinoides, foraminifera yang sangat berlimpah di laut modern, kumparannya lebih banyak pada bagian kanan perairan hangat dan bagian kiri pada perairan dingin.
Syarat kedua untuk interpretasi paleoclimatic kita dapat melakukan ekstrapolasi dari kuno ke modern. Sebagai contoh, pengetahuan tentang arah melingkar pada foraminifera modern telah berhasil diterapkan dalam studi laut untik menentukan variasi iklim Pleistonce. Selain itu, kita mengasumsikan, karena terumbu karang modern berkembang pada air hangat, terumbu karang kuno juga juga telah terbentuk dari air hangat dan serbuk sari pohon serupa ditemukan di lingkungan modern dan sedimen pleistonce menunjukkan zona iklim yang serupa.
Jelas, validitas asumsi semacam ini menurun sejauh kami kembali ke masa lalu karena kita menjadi kurang yakin bahwa organismee kuno menunjukkan respons yang sama terhadap perubahan suhu dan pola sebagai keturunan modern.
Selain itu, banyak organismee kuno seperti trilobita dan Amon hanya dikenal sebagai fosil. Masalah lain dalam penafsiran berasal dari fakta bahwa mungkin sulit untuk memisahkan efek perilaku yang disebabkan oleh suhu dari yang disebabkan oleh salinitas dan kedalaman air. Dan akhirnya, organismee beradaptasi dengan salah satu zona suhu dapat berpindah secara tidak sengaja menjadi berbeda, zona suhu berlawanan, di mana mereka binasa dan menjadi terkubur. Jadi, mereka tidak menunjukkan suhu tempat endapan.

Energi air. Turbulensi air merupakan faktor penting dalam mengendalikan distribusi organismee karena membantu mengatur pembagian makanan, nutrisi, oksigen dan karbon dioksida dalam lingkungan. Sebagi tambahan, mengontrol gerakan arus penyebaran dan distribusi organismee planktonik dan remaja (larva) bentonik organismee. Selain itu, energi air mempengaruhi kemampuan dari beberapa organismee untuk secara fisik ada di lingkungan tertentu. Turbulensi yang terlalu kuat dapat merusak bentuk organismee rapuh seperti percabangan Bryozoa atau mencabut atau menghilangkan organismee. Energi air berhubungan dengan kedalaman air dan cenderung besar pada perairan dangkal. Dalam pembahasan fosil sebagai indikator kedalaman. Saya menunjukkan bahwa organismee yang hidup di air dangkal, energi tinggi zona pantai berpasir membangun lubang vertical di mana mereka mengubur diri agar dapat dilindungi dari energi gelombang.
Sebaliknya, detritus feeder hidup dalam tenang, dan biasanya lebih dalam, air, di mana bahan organik mengendap keluar dari air. Jadi, mereka tidak perlu membangun liang untuk menyembunyikan diri. Secara umum, organismee yang hidup di lingkungan energi tinggi cenderung untuk tebal, cangkang robust dimodifikasi untuk menahan gelombang.
Beberapa jenis karang dan ganggang merah seperti karang, misalnya beradaptasi dengan lingkungan energi tinggi dengan membangun struktur koloni di mana individu organismee terumbu terikat bersama untuk menahan gelombang massa. Lingkungan energi tinggi ditandai oleh organismee seperti karang berkoloni, encrusting bryozoa, brachiopods bercangkang tebal, pelecypods, dan gastropods, stromatoporoids (Lebih banyak pada Silurian dan Devonian); alga koraline dan pelecypods kasar (dominan Cretaceous)
Sebaliknya, organismee yang hidup terutama di lingkungan energi rendah cenderung untuk lebih tipis, cangkang rapuh, bercabang struktur rangka. Jadi, lingkungan dengan air yang tenang dicirikan oleh organismee seperti rapuh, bercabang jenis bryozoans tipe bercabang; karang soliter, ostracods dan brachiopods cangkang tipis, gastropods dan pelecypods. Beberapa organismee mengembangkan kerangka yang berbeda untuk memungkinkan mereka modifikasi hidup di air dengan tingkat energi yang berbeda. Sebagai contoh, hydrozoan karang, Millepora, tumbuh melebar, membentuk koloni di air dangkal tropis tetapi pada kedalaman air yang semakin meningkat, di mana turbulensi berkurang, koloni-koloni berbilah mengasumsikan secara vertikal, bentuk labirin (Laporte, 1968). Gambar 10,16 mengilustrasikan contoh lain dari modifikasi bentuk dari respon adanya turbulensi air. Pembulatan dan pemilahan dari puing fosil juga memberikan petunjuk energi air. Kerang dalam lingkungan energi tinggi cenderung menjadi rusak, bulat, dan diurutkan oleh gelombang dan aktivitas arus.

Kekeruhan air dan tingkat sedimentasi. Kekeruhan air yang berlebihan karena adanya suspensi lempung dan bahan organik akan mempengaruhi organismee-organismee laut karena membatasi sinar matahari dan menghambat fotosintesis oleh tanaman laut. Selain itu, partikel-partikel tersebut dapat menyumbat saluran pernapasan hewan terutama hewan filter feeder.
Gambar 10,17 mengilustrasikan distribusi fossil modern organismee invertebrata bentonik dan dengan kesimpulan fosil nenek moyang mereka berhubungan dengan kekeruhan air dan tingkat sedimentasi.




Gambar 10.16 modifikasi morfologi rangka sebagai respon terhadap kekeruhan air. Gastropoda Patella vulgata memiliki cangkang yang tebal (A). Dimana ketika terekspos oleh gerakan ombak, cangkangnya lebih menempel untuk menhindari masuknya substrat. Pada air yang tenang, cangkangnya lebih tebal dan pipih. (B) karang modern Porites memiliki ”stubby” yang melebar. (C). Pada air yang keruh, lebih menutup (D). Pada air tenang (After Gall, J.C 1963, Ancient sedimentary environments and the habitats of living organismes. Gambar 20, p.25 reprinted by permission of Springer-Verlag, Heidelberg. Originally after Moore, Vaughan, and Wells, 1943)

Ganggang hijau dan merah dimana memerlukan cahaya matahari untuk fotosintesis dan suspensi feeder seperti spons, karang pelmatozoans, scaphopods, dan teritip distribusinya terbatas relatif dalam air yang jernih. Hewan deposit feeder seperti kerang tertentu, gastropods, dan ophiuroids dan karnivora dan hewan pemulung seperti bintang laut, echinoids, dan arthropoda umumnya dapat makan di dalam air dengan kekeruhan yang lebih tinggi, tetapi mereka tidak dapat hidup di air dengan tanah liat dan lumpur karena dapat menyumbat alat bantu pernapasannya. Terlalu tingginya tingkat suspensi sedimentasi dengan demikian merusak organismee paling bentonik:hanya organismee-organismee dalam jumlah terbatas-lingulid brachiopods, bintang laut dan kerang menggali tertentu sebagai contoh-vdapat hidup dalam lingkungan yang sangat keruh dengan sedimentasi yang cepat. Interpretasi kekeruhan harus didasarkan pada organismee bentonik saja, karena dekat-dengan organisme planktonik dan sedikit dipengaruhi kekeruhan. Masalah biasa dari transportasi organismee setelah mati harus dipertimbangkan juga.




Gambar 10.17 distribusi fossil invertebrata bentonik modern terhadap kekeruhan air dan kecepatan pengendapan. (From Heckel, P.H, 1972. Gambar 9, p. 250 reprinted by permission of SEPM, Tulsa, Okla)



Sifat substrat. Selain paramater-parameter lingkungan dibahas, sebagian besar organismee bentonik laut dipengaruhi distribusinya oleh sifat substrat atau dimana mereka tinggal. Beberapa organismee ini memerlukan substrat keras, berbatu-batu dasar yang mereka susun sendiri. Organisme yang lainnya memerlukan berlumpur atau berpasir untuk bersembunyi, melarikan diri atau untuk mencari makanan. Organismee bentonik yang hidup terkubur di bawah sedimen halus disebut infauna. Yang hidup melekat pada substrat yang keras atau yang bergerak atas dasar disebut epifauna. Epifauna yang melekati diri ke bawah dikatakan sessile. Sedangkan yang bergerak adalah vagile. Secara umum, infauna dan sessile epifauna yang paling berguna untuk menafsirkan substrat kuno. Vagile epifauna dapat berkeliaran melalui berbagai substrat tertentu kondisi bawah. Kumpulan fosil koloni yang terdiri dari karang, Calcareous cacing tabung, kerang, tiram, bryozoa, ganggang merah, dan chitons menunjukkan mereka hidup di lingkungan yang keras, baik semen, atau substrat berbatu. Substrat keras juga mungkin ditandai dengan borings, yang biasanya mulus, ganggang hijau, soliter karang, kerang menunjukkan pelmatozoans dan tegas tapi Sedimen uncemented substrat. Sebuah terdiri assemblahe og lingulid brachiopods, schaphopods, juga menunjukkan substrat yang lembut, umumnya pasir; horisontal liang dan rumit struktur menyarankan makan lembut, mungkin substrat berlumpur.

Kriteria dasar lingkungan dalam log instrumental.
Mekanisme pencatatn yang bagus sudah dibahas pada bab 14 sebagai alat untuk korelasi dan analisis stratigrafi. Mereka juga memiliki keterbatasan penggunaan dalam studi mengenai lingkungan subsurface. Well logs juga berasal dari penurunan sperti resistivitas, kecepatan suara. Dan radioaktif sebagai fungsi utama (termasuk ukuran butir, mineralogi, dan lereng), diagentik (derajat padatan, semeatsi, dan larutan), dan cairan (air, oli, dan gas) dari batu-batuan. Aplikasi utama data log analisis lingkungan digunakan dalam mengidentifikasi perubahan ukuran butir secara vertikal dapat mengungkapkan pola-pola perubahan yaitu pengkasaran semakin ke atas atau siklus halus. Log elektrik dimana menampilkan antara kurva resistivitas dan S.P (Spontan Potensi) kurva yang paling umum digunakan untuk penafsiran ukuran butir. (gambar 10.18)
Kurva SP dihasilkan sebagai respon terhadap fluktuasi tegangan yang disebabkan oleh elektrofiltrasi dan elektroosmosis atau cairan dalam strata berdekatan dengan sumur. Fenomena ini terkait dengan permeabilitas batuan yang pada gilirannya berkaitan dengan ukuran butir. Batu-batuan dan mudrocks umumnya memiliki permeabilitas yang sangat kecil. Batu pasir mempunyai permeabilitas yang lebih baik, yang cenderung meningkat dengan meningkatnya ukuran butir. Pada gambar 10.18 lithologi pada gambar data yang diperoleh oleh log listrik untuk menggambarkan hubungan antara kurva SP dan ukuran butir.

Gambar 10.16. Log elektrik menunjukkan perubahan secara vertical pada ukuran butir dari formasi permukaan. Data lithologi ditambahkan untuk mengilustrasikan hubungan log elektrik dengan kurva ukuran butir.
Setelah hubungan antara kurva bentuk dan ukuran butir telah ditetapkan secara empiris dalam partikel basin, ini dapat di ekstrapolasi menjadi lebih dekat. Informasi mengenai ukuran butir juga dapat diperoleh dari ukuran sinar gamma. Sinar gamma mengukur formasi radioaktivitas di alam. Mineral lempung umumnya mengandung radioaktivitas alami tertinggi, dengan demikian, tingkat tertinggi radioaktivitas pada log sinar gamma cenderung berkorelasi dengan formasi berbutir halus yang mengandung mineral lempung yang banyak. Ukuran butir yang dihasilkan profil fromwell-data log dipelajari dan diinterpretasikan dengan cara yang dijelaskan di bawah "Asosiasi Gambaran Lateral dan Vertikal”.
Profil penampang didasarkan pada data log dengan baik dapat membantu untuk menentukan geometri tiga dimensi di bawah permukaan unit pada skala regional, dan data log yang disebut juga dipmeter dapat digunakan untuk menentukan dari formasi di bawah permukaan unit lokal. Data Dipmeter kemudian dapat diterapkan di bawah permukaan analisis lingkungan untuk membantu menentukan orientasi geometri bawah permukaan seperti saluran-saluran, pasir bar, dan karang.
Dipmeter log adalah jenis khusus log elektrik yang megukur resistivitas pada 4 titik berlawana pada dinding sumur sekaligus mencatat orientasi alat dipmeter terhadap utara magnet Data-data ini kemudian dapat digunakan dengan bantuan komputer untuk menghitung diwakili oleh empat titik resistivitas berlawanan, yang terkait dengan permukaan bedding.

10.4. Klasifikasi Lingkungan Endapan
Sebagian besar buku pelajaran yang membahas tentang lingkungan sedimen mencakup beberapa jenis klasifikasi lingkungan baik secara resmi dinyatakan dalam bentuk tabel atau disediakan dalam bab dan subbab. Seperti disebutkan dalam pendahuluan bab ini kita sering mengenali tiga dasar endapan pengaturan lingkungan:
(1) Kontinental
(2) Laut marjinal, dan
(3) Laut
Masing-masing bidang lingkungan utama telah dibagi lagi oleh para peneliti yang berbeda menjadi tiga sampai lima atau lebih besar ditambah dengan sub lingkungan. Daftar yang paling komprehensif dari lingkungan endapan mungkin dari Crosby (1972) yang memenuhi daftar 18 besar lingkungan dan lebih dari 50 sublingkungan. Meskipun demikian daftar rinci lingkungan endapan modern berguna dalam menggambarkan berbagai kondisi di mana endapan batuan sedimen dapat terakumulasi, ini tidak praktis sebagai panduan yang bisa diterapkan untuk lingkungan endapan kuno karena kita tidak bisa membedakan lingkungan sedimen kuno pada skala yang sangat baik.
Kita beruntung memang dalam beberapa kasus hanya untuk dapat mengenali apakah sedimen batuan kuno diendapkan dalam lingkungan laut atau lingkungan yang bukan laut. Yang paling praktis dan berguna klasifikasi jenis adalah salah satu lingkungan sedimentasi kuno yang hanya mencakup jumlah yang relatif kecil dari lingkungan utama dan sublingkungan, masing-masing yang mampu dikenali dan dibedakan dari lingkungan lain oleh interpretasi lingkungan alat-alat yang tersedia bagi kita.

Tabel 10.14 adalah klasifikasi sederhana yang memenuhi keperluan umum. Namun keperluam umum ini, mungkin tidak bisa untuk menciptakan klasifikasi dari endapan lingkungan yang benar-benar diterima oleh semua ahli geologi.

Tabel 10.14. klasifikasi sederhana dari pengendapan sedimen kuno
Pengendapan utama Lingkungan utama Sublingkungan
Benua *Fluvial *Alluvial fan
*Braided stream
*Meandering Stream
*Padang pasir
*Lakustrin
*Glasial
Laut marjinal *Delta *dataran delta
*delta front
*prodelta
*pantai
*Estuari
*Dataran tidal
Laut Neritik Shelf
**Karang
Oseanik Terjal
Laut dalam
* Dominan oleh pengendapan siliklastik
** Dominan oleh pengendapan karbon


Sebagai contoh, pilihan lingkungan dan sublingkungan ditunjukkan dalam tabel 10,4 mungkin tidak dapat diterima oleh semua pekerja. Beberapa di antaranya dapat memilih untuk memasukkan lebih banyak, lebih sedikit, atau lingkungan yang berbeda. Juga beberapa klasifikasi tidak konsisten dan memiliki kelalaian. Untuk mengilustrasikan, lingkungan dingin mungkin merupakan situs endapan fluvial, eolian, dan danau sedimen sebagai transport dinding diangkut dan dikirim langsung oleh gletser. Endapan Eolian dapat terbentuk di belakang-pantai, lingkungan laut marjinal dan di laut yang terhalang sebagai lingkungan benua. Karang organik mungkin bisa terbentuk di laut marjinal dan bahkan mungkin lingkungan air tawar sebaik pada lingkungan laut. Delta dapat terbentuk di danau samping garis pantai atau transisi lingkungan dan kekeruhan dapat berasal dari lingkungan lain selain laut dalam. Dalam kasus apapun, mungkin lebih baik untuk tidak terlalu terlibat dalam tata nama yang digunakan dalam klasifikasi karena tidak ada klasifikasi sederhana cukup dapat menjelaskan semua kemungkinan lingkungan. Klasifikasi tidak terlalu penting dalam diri mereka, tetapi mereka memberikan kerangka kerja yang nyaman yang dapat berhubungan dengan model fasies, yang diperlukan untuk interpretasi lingkungan.

10.15 Bentuk Strukur


Sedikit, jika salah satu alat untuk analisis lingkungan dapat digunakan sendiri untuk menafsirkan endapan lingkungan. Tidak mungkin dalam kebanyakan kasus untuk memeriksa satu-geometri batuan sedimen atau struktur sedimen, misalnya dan atas dasar properti itu, untuk menyimpulkan lingkungan endapan batu. Untuk menafsirkan lingkungan endapan batuan sedimen kuno, kita harus mengkaji banyak sifat-sifat yang berbeda jika batu dan kemudian membandingkan sifat-sifat tersebut dengan beberapa tanggapan yang kita miliki tentang sifat-sifat batuan yang dikenal dengan simpanan endapan dalam lingkungan. Gambaran tanggapan ini merupakan model lingkungan. Hanya sedikit dari kita cukup dengan pengalaman lapangan pribadi, cukup banyak membaca buku dan makalah, atau memiliki ingatan cukup baik untuk membawa tanggapan setiap endapan penting lingkungan. Untungnya, kita mendapat gambaran pada pengalaman beberapa ahli geologi juga data yang diterbitkan mereka dan ide-ide untuk membangun model gambaran yang akan menyediakan kerangka acuan yang kita butuhkan untuk menafsirkan lingkungan endapan kuno.
Definisi model
R.G. Walker (1979, p.3) mendefinisikan sebuah model fasies sebagai "ringkasan umum sedimen tertentu lingkungan, yang ditulis dalam istilah-istilah yang membuat ringkasan yang dapat digunakan". Model fasies dapat dinyatakan sebagai urutan ideal fasies, sebagai blok diagram, atau grafik dan persamaan. Seperti model ringkasan bertindak sebagai petunjuk untuk tujuan perbandingan dan sebagai kerangka kerja dan panduan untuk pengamatan masa depan.
Mereka juga menyediakan sebagai prediksi situasi geologi baru dan bentuk bentuk dasar penafsiran lingkungan dalam hal kondisi hidrodinamik. Model fasies dengan demikian memberikan metode untuk menyederhanakan, menggolongkan dan menafsirkan data yang mungkin sebaliknya tampak acak dan membingungkan. Mereka menyediakan sarana penyulingan rincian lokal sampai hanya "esensi murni" dari lingkungan tetap (RG Walker, 1979a). Proses penyulingan variasi lokal untuk sampai pada sebuah model yang dapat berfungsi sebagai alat prediksi dan petunjuk diilustrasikan pada Gambar 10.19.
fasies model dikembangkan untuk masing-masing sistem endapan atau lingkungan. Setelah model tersebut telah dikembangkan, kita dapat menggunakannya sebagai kerangka acuan untu dapat membandingkan batuan sedimen kuno. Masing-masing model fasies dapat digambarkan dalam bentuk sifat-sifat yang menjadi ciri fasies: geometri, struktur sedimen, tekstur sedimen, partikel dan komposisi kimia, mengandung fosil, ukuran butir secara vertical, dan jenis lithologi yang terkait. Kita dapat menggunakan model untuk menyimpulkan endapan lingkungan.

Gambar 10.19 bagaimana model facies terbentuk (From walker, R.G 1979)
Jenis model Facies
Model mengambil berbagai bentuk, termasuk deskriptif, geometri dan matematika atau jenis statistik. Model deskriptif ditulis ringkasan dari karakteristik lingkungan berbeda tertentu. Model geometris dapat topografi peta, penampang, tiga dimensi blok diagram, dan bentuk-bentuk lain yang menggambarkan secara grafis endapan dasar kerangka. Empat dimensi geometris model yang menggambarkan perubahan dalam erosi dan endapan dengan waktu juga telah dimanfaatkan (R.A. Davis dan Fox, 1972). Teknik kosong model statistik seperti regresi linear ganda,tren analisis permukaan dan analisis faktor. Seringkali, tujuan dari model statistik adalah untuk memeriksa beberapa parameter lingkungan secara bersamaan dalam rangka untuk memprediksi respons dari satu unsur ke yang lain dalam proses-model respons. Penggunaan teknik statistik dan model simulasi komputer untuk penggunaan dalam studi-studi lingkungan.