Powered By Blogger

Rabu, 23 Februari 2011

OSEANOGRAFI FISIKA

Pasang Surut
Pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya paras atau permukaan laut, yang diakibatkan oleh adanya gaya tarik antara planet-planet yang mempunyai suatu gerakan periodik, sehingga gaya yang akan terjadi pada bumi akibat gaya tarik tersebut besarnya berbanding terbalik sdengan kuadarat jarak dan berbanding langsung dengan masa-masanya (Haruna Mappa dan Kaharudin, 1991).
Pasang surut terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Cara yang paling mudah untuk menjelaskan tentang tenaga pembangkit pasang ini ialah dengan mengingat pengaruh-pengaruh mereka pada sebuah teori yang menganggap permukaan bumi ini secara keseluruhan tertutup oleh air. Proses pasang surut ini sangat berpengaruh terhadap arus yang ada. Pada saat pasang akan terjadi arus yang menuju pantai sedangkan pada saat surut arus cenderung untuk menjauhi pantai (Sahala Hutabarat dan Stewart M. Evans, 1984).
Jenis dan sifat pasang surut yang terjadi di permukaan bumi sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena faktor topografi yang sangat bervariasi, terutama di daerah kepulauan dengan selat-selat sempit dan terjal akan nampak suatu suatu pasang surut yang berbeda di laut lepas.
Pasang surut menurut Sahala Hutabarat dan Stewart M. Evans (1984) dapat dikenal tiga jenis yaitu :
 Diurnal Tide, yaitu pasang surut tunggal terjadi apabila dalam waktu 24 jam terjadi dua kali air tinggi dan sekali air rendah.
 Semi Diurnal Tide, yaitu pasang surut ganda yang terjadi apabila dalam waktu 24 jam terjadi dua kali air tinggi dan dua kali air rendah.
 Mixed Tide, yaitu pasang surut camparan terjadi terjadi apabila dalam waktu 24 jam terdapat kedudukan air tinggi dan rendah tidak teratur.
Pasang surut tertinggi dan terendah dari kedudukan air terjadi pada saat bulan purnama. Hal ini terjadi karena kondisi posisi bulan atau matahari dan bumi pada suatu garis lurus, sehingga dapat terjadi penyatuan arah gaya tarik terhadap bumi dan pasang terendah dan surut terkecil dapat terjadi pada bulan seperempat dan tiga perempat. Pasang surut muka air laut akan sangat dirasakan di daerah pantai tetapi pengaruhnya akan keci sekali bahkan tidak ada bila berada di laut lepas (Haruna Mappa dan Kaharudin, 1991)

Karakteristik Pasang Surut

Sumber : Suyarso dalam Ongkosongo dan Suyarso (1989)

Gelombang
Gelombang merupakan gerakan air secara osilasi dengan permukaan naik turun serta mempunyai panjang, tinggi, periode, kecepatan, energi dan lain-lain. Gelombang timbul akibat pengaruh dari angin, gempa bumi, gunung api bawah laut, longsoran dan aktivitas manusia lainnya (Haruna Mappa dan Kaharudin, 1991).
Berdasarkan kedalaman laut Haruna Mappa dan Kaharudin, 1991 membagi gelombang dalam dua jenis yaitu :
a) Gelombang laut dangkal adalah gelombang yang panjang gelombangnya jauh lebih besar dari pada kedalaman air.
b) Gelombang laut dalam adalah gelombang yang panjang gelombangnya lebih kecil dibandingkan dengan kedalam perairan tersebut.
Haruna Mappa dan Kaharudin (1991), berpendapat gelombang yang tiba di pantai akan memperlihatkan bagian-bagian yaitu ;
1. Shoaling wave zone yaitu zona pendangkalan gelombang.
2. Breaker zone yaitu zone pecahnya gelombang sebelum tiba di darat.
3. Surf zone adalah zona setelah gelombang pecah.
4. Swash yaitu gelombang tiba di darat.
5. Back swash yaitu hempasan gelombang di darat kembali kelaut.
Gelombang laut sangat berpengaruh terhadap peristiwa abrasi. Gelombang merupakan faktor utama yang menyebabkan pengikisan pantai. Gelombang ini akan lebih dirasakan pengaruhnya diperairan dangkal bila dibandingkan dengan perairan dalam. Di perairan dalam proses abrasinya sangat rendah, hal ini disebabkan karena gelombang tersebut hanya berpengaruh didaerah permukaan saja (Haruna Mappa dan Kaharudin, 1991).
Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadi badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang yang besar yang dapat menimbulkan kerusakan hebat pada kapal-kapal dan daerah-daerah pantai. Gelombang merupakan salah satu penyebab yang berperan dalam pembentukan pantai. Gelombang yang terjadi di perairan laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya, gelombang terdapat di daerah pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai energi yang besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan keril) yang ada di dasar laut untuk ditumpukkan dalam bentuk gosong pasir (Dahuri, 1996).
Apabila kita melihat gelombang di lautan, kita mendapat suatu kesan seolah-olah gelombang ini bergerak secara horizontal dari satu tempat ke tempat lain, yang kenyataannya tidaklah demikian. Suatu gelombang membentuk gerakan maju melintasi permukaan air, tetapi disana sebenarnya terjadi hanya suatu gerakan kecil ke arah depan dari massa air itu sendiri. Hal ini akan lebih mudah jika kita melihat sepotong gabus atau benda-benda yang terapung lainnya diantara gelombang-gelombang di lautan bebas. Potongan gabus tersebut akan tampak timbul dan tenggelam sesuai dengan gerakan berturut-turut dari puncak (crest) dan lembah gelombang (trough) yang lebih atau kurang, tinggal pada tempat yang sama. Gerakan individu partikel-partikel air di dalam gelombang sama dengan gerakan potongan gabus , walaupun dari pengamatan yang lebih teliti menunjukkan bahwa ternyata gerakan ini lebih kompleks dari gerakan yang hanya sekedar naik dan turun saja. Gerakan ini adalah suatu gerakan yang membentuk sebuah lingkaran bulat. Gabus atau pertikel-partikel lain yang diangkut ke atas akan membentuk setengah lingkaran dan begitu sampai di tempat tertinggi ini merupakan crest (puncak gelombang). Kemudian benda-benda ini akan di bawa ke bawah membentuk lingkaran penuh, melewati tempat yang paling bawah yang bernama trough (lembah gelombang). Namun demikian gelombang-gelombang di lautan hanya terjadi sebatas di permukaan air yang terletak di bagian paling atas.
Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu : kecepatan angin, Waktu dimana angin sedang bertiup dan jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (dikenal sebagai fetch) (Hutabarat, 1984).
Setiap gelombang memepunyai tiga unsur yang penting yaitu, panjang, tinggi, dan period. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak menegak anatar puncak dan lembah, sedangkan period gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak yang berurutan melalui satu titik (Nontji, 1993).
a. Panjang Fetch
Fetch adalah daerah yang mempunyai kecepatan dan arah angin yang konstan, sedangkan yang dimaksud dengan Fetch Length atau jarak Fetch adalah jarak tanpa rintangan ketika angi sedang bertiup, atau dapat dikatakan bahwa jarak fetch adalah merupakan jarak dari sumber pembangkit gelombang (Hutabarat dan Evans, 1984).
Sifat-sifat gelombang yang diukur tidak hanya bergantung kepada komponen-komponen Spektral yang dibangkitkan dalam arah yang mempunyai sudut terhadap arah angin. Hal-hal yang menjadi pembatas dari fetch adalah garis pantai pantai yang berhadapan dengan arah datang gelombang dan arah angin yang selalu berganti-ganti.
b. Angin
Nyibaken (1988), menyatakan bahwa gelombang terbesar biasanya terjadi pada laut terbuka, dimana angin dapat bertiup melalui jarak tempuh yang sangat jauh, setelah gelombang keluar dari daerah badai, maka tingginya berangsur-angsur berkurang dan sementara gelombang itu bergulung-gulung ke darat, dan ketika gelombang memasuki peraioran dangkal dan mulai mengalami hambatan gesekan dari dasar perairan, gerakan maju dari gelombang akan terhambat dan panjang gelomabng akan berkurang, akibatnya tinggi gelombang meningkat dan menjadi makin terjal..

Akibat adanya perbedaan tekanan udara inilah terjadi gerakan udara, yaitu dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah yang disebut angin. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga air yang semula tenang akan terganggu dan riak akan timbul. Apabila kecepatan angin bertambah maka riak ini semakin besar, begitupun apabila berhembus terus maka akan terbentuk ombak. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus maka semakin besar ombak terbentuk.
Tinggi dan periode ombak yang dibangkitkan oleh angin meliputi kecepatan angin, lama berhembus, arah angin, dan fetch. Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin konstan. Arah angin dianggap konstan apabila perubahan-perubahannya tidak lebih dari 150. Sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 5 knot (Triatmodjo, 1999).
Angin yang berhembus dengan kecepatankurang dari 3 km per jam di atas air, akan membangkitkan ombak yang kecil. Sebaliknya bila kecepatan lebih dari 3 km per jam, ombak akan terbangkit lebih besar dan akan merambat sesuai dengan arah pergerakan dari angin (Kramadibrata, 1985).
Bila sebuah gelombang pecah, airnya akan dilemparkan jauh kedepan sampai mencapai daerah pantai dan beberapa di antaranya akan kembali ke laut mengalir sebagai arus yang berada di bawah permukaan. Jika kita melihat gelombang di lautan, maka seolah-olah gelombang itu bergerak secara horizontal dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun, kenyataan tidaklah demikian. Suatu gelombang membentuk gerakan maju melintasi gerakan angin, tetapi di sana sebenarnya terjadi hanya satu gerakan kecil kearah depan dari massa air itu sendiri. Gerakan ini adalah suatu gerakan yang membentuk sebuah lingkaran bulat. Namun demikian gelombang di lautan sebatas pada lapisan permukaan air yang paling atas. Di dalam suatu gelombang gerakan partikel akan berkurang makin lama makin lambat sesuai dengan dalamnya suatu perairan (Hutabarat dan Evans, 1993).
c. Transformasi Gelombang
Jika suatu muka barisan gelombang datang membentuk sudut miring terhadap tepi pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-kontur kedalaman sejajar dengan pantai, maka muka gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai atau mengalami proses pembiasan (refraksi). Selanjutnya arah perambatan berangsur berubah dengan berkurangnya kedalaman (shoaling), sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kedalaman. Hal ini disebabkan perubahan bilangan gelombang yang mengakibatkan perubahan kecepatan fase gelombang. Bila keadaan pantai landai, ada kemungkinan bahwa gelombang tersebut tidak pecah tetapi pemantulan ombak (refleksi).
Arah dari perambatan dapat juga berubah atau mengalami pelenturan, ketika gelombang melewati perairan dengan kedalaman air yang konstan, seperti ketika gelombang menuju kesuatu pulau atau pemecahan gelombang. Pola difraksi/pelenturan dapat diamati bila suatu gelombang melewati suatu tanjung atau ujung sebuah tanggul buatan, maka gelombang akan mengalami pemanjangan puncak secara melengkung kearah sisi belakang tanjung atau tanggul perintang tersebut. Peristiwa ini terjadi karena perembesan energi kedalamam bayang-bayang yang merupakan daerah aliran tenang dibelakang tanggul atau tanggul perintang. Gejala ini disebut dengan difraksi gelombang.
Dari hasil penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa selama gelombang menjalar dari perairan dalam keperairan menengah dan selanjutnya keperairan dangkal akan mengalami transformasi dari pada sifat-sifat dan parameter-parameter gelomnbang sepenti proses refraksi, shoaling, refleksi maupun difraksi. Selama penjalaran tersebut, periode dinggap konstan. Tinggi ombak mula-mula menurun di perairan menengah dan dangkal namun tiba-tiba pada perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar sampai terjadi pecah.
Gelombang menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi gelombangnya mencapai batas tertentu. Tipe-tipe gelombang pecah dapat dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu : spelling, pluinging, surging dan collapsing. Spelling terjadi pada pantai yang datar (kemiringan kecil) dimana gelombang dimulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi berangsur-angur. Pluinging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan masa air pada puncak gelombang akan terjun kedepan. Surging terjadi pada oantai dengan kemiringan yang sangat besar seperti pada pantai berkarang. Sedangkan colapsing merupakan kombinasi dari pluinging dan surging (Triatmodjo, 1999).
Menurut Triatmodjo (1999) ditinjau dari profil pantai, daerah kearah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore
Arus
Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa air. Sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin secara terus menerus, berbeda satu sama lain dengan berubah-ubah. Arus ini juga mempengaruhi penyebaran organisme laut dan juga menentukan pergeseran daerah biogeografi melalui perpindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin dan sebaliknya. Angin dapat mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban yang mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh dilautan (Nybakken, 1992).
Arus permukaan merupakan perceminan langsung dari pola angin. Jadi arus permukaan digerakkan oleh angin dan air dilapisan bawahnya ikut terbawa. Karena disebabkan oleh adanya gaya coriolis yaitu gaya yang di sebabkan oleh perputaran bumi (Romimohtarto dan Juana, 2002).
Arus dibagi menjadi arus permukaan dan arus musiman upweling. Arus permukaan utama yang ada di permukaan bumi terdiri atas :
1. Arus yang benar -benar mengelilingi daerah kutup selatan ( Antartic Circumpolar Current ) yang terdapat pada letak lintang 60º lintang selatan.
2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur tetapi mereka dibatasi oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat, baik dari belahan bumi utara maupun di balahan bumi selatan.
3. Arus-arus yang berputar di daerah sub tropikal yang disebut gyre. Yang mengalir searah jarum jam dari belahan bumi utara dan berlawanan jarum jam yang berasal dari belahan bumi selatan.
Faktor – faktor pembangkit arus permukaan adalah sebagai berikut (Hutabarat dan Evans, 1985):
1. Bentuk topografi dasar lautan dan pulau - pulau yang ada disekitarnya. Beberapa sistem lautan utama di dunia di batasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan oleh arus ekuatorial counter dari sisi ke empat. Batas-batas ini menghasilkan aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam bentuk bulatan.
2. Gaya coriolis dan arus ekman.
Gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air dimana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya.
3. Perbedaan tekanan.
Pada umumnya air di daerah tropik dan sub tropik lebih tinggi daripada daerah kutub. Walaupun perbedaan ini kecil, namun dapat menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan air yang berakibat air akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
4. Perbedaan densitas.
Gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas dari lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda-beda perbedaan ini timbul terutama diakibatkan oleh perbedaan suhu dan salinitas.
Angin mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban dan mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh di lautan.Arus-arus ini mempengaruhi penyebaran organisme laut dan juga menemukan pergeseran daerah biogeografis melalui pemindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin atau sebaliknya. Pergerakan air yang cukup besar dapat menunjang proses fotosintesis karena dapat memperlancar proses difusi (Dahuri,1996).

Kecerahan
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan. Semakin tinggi kecerahan suatu perairan, maka semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan mengurangi kemampuan fotosintesis dari tumbuhan air, selain itu dapat pula mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini masuknya bahan-bahan ke dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuhl (1974) bahwa cahaya salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan vegetasi perairan, cahaya berfungsi sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis.
Kecerahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, pemantulan cahaya oleh permukaan air, geografis, kekeruhan, warna air dan musim. Kecerahan erat kaitannya dengan kekeruhan, karena kemampuan cahaya untuk menembus lapisan perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Kecerahan dapat berpengaruh pada biota laut maupun dalam perkembangna obyek wista selam di suatu daerah
Lokasi perairan harus jernih sepanjang tahun, terhindar dari akibat sedimentasi atau instrusi air sungai. Kejernihan air diukur dengan penampakan kecerahan yang mencapai kedalaman 5 m atau lebih. Perairan yang subur dan produktif ditandai dengan adanya plankton, air berwarna hijau atau abu-abu coklat. Sedangkan perairan yang berwarna kehitaman biasanya menunjukkan tingginya kandungan bahan organik yang terurai ddan hal ini mengganggu kecerahan perairan (Sulistijo dkk., 1996).

Suhu
Suhu dilautan adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme dilautan, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari organisme. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak dijumpai bermacam macam jenis hewan yang terdapat diberbagai tempat di dunia (Hutabarat dan Evans, 1985).
Kisaran suhu yang normal untuk pertumbuhan organisme dilautan adalah berkisar antara 25º - 30º C, namun ada juga organisme yang bisa beradaptasi terhadap perubahan suhu sampai dibawah 10º C (Gossary, 2002).
Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan laut, maka lapisan ini cenderung untuk relatif panas sampai kedalaman 200 m. pada lapisan kedalaman antara 200 - 1000 m suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam yang dikenal sebagai termokline dimana air pada kedalaman ini hanya berkisar 2º C (Hutabarat dan Evans, 1985)
Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di laut. Bersama-sama dengan salinitas, mereka dapat digunakan untuk mengidentifikasi massa air tertentu dan bersama-sama dengan tekanan mereka dapat digunakan untuk menentukan densitas air laut. Densitas ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kejelukan air dimana suatu massa air akan menetap dalam keseimbangan (Romimohtarto, 1999).
Perbedaan jumlah panas yang diterima oleh permukaan bumi di tempat-tempat yang terletak pada lintang yang berbeda sebagai akibat dari bentuk bumi yang bulat. Cahaya matahari yang jatuh di atas daerah tropik terlebih dahulu akan melalui atmosfer dengan menempuh jarak yang lebih pendek daripada yang ditempuh di daerah kutub. Cahaya matahari ini juga memanasi daerah equator pada area yang lebih sempit jika dibandingkan dengan daerah kutub.
Suhu merupakan indikator yang penting untuk menunjukkan perubahan kondisi lingkungan, lebih-lebih fluktuasi suhu yang jelas baik vertikal maupun horizontal yang berubah dari suatu tempat ke tempat lain. Suhu air laut cenderung menurun dari permukaan sampai dasar perairan. Penampakan suhu di perairan tropik dan subtropik ditunjukkan oleh gradien suhu (perbedaan suhu dan parameter kedalaman) yang kecil sampai kedalaman tertentu. Distribusi suhu yang besar pada jarak kedalaman air yang kecil disebut thermocline (Nontji, 1987).
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme lautan , karena suhu mempengaruhi baik aktifitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme-organisme tersebut.
Meskipun temperatur air tidak mematikan namun dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Pada umumnya rumput laut dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai kisaran temperatur 26 - 330C. Suhu dapat mempengaruhi proses-proses fisiologi tanaman yaitu proses fotosinteisis, laju respirasi pertumbuhan dan reproduksi (Afrianto dan Liviawati, 1989).
Salinitas
Salinitas adalah berat zat-zat organik yang larut dalam 1 kg air laut. Ciri yang paling khas dimiliki oleh laut yang diketahui oleh setiap orang adalah rasanya yang asin. Hal ini disebabkan karena dalam laut terdapat berbagai macam garam terutama NaCl. Diperairan samudra salinitas berkiasar antara 34-35 o/oo. Diperairan pantai terjadi penurunan salinita karena adanya pengenceran oleh aliran sungai. Sebab salinitas di laut dipengaruhi oleh faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Anugerah Nontji, 1993).
Di daerah estuaria dapat memiliki struktur salinitas yang kompleks, kerena merupakan pertemuan antara air tawar dengan air laut. Menurut Anugerah dan Nontji, 1993) kemungkinan yang terjadi adalah
• perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi dimana air tawar merupakan lapisan tipis di permukaan sedangkan dibawahnya terdapat air laut.
• Perairan dengan stratifikasi sedang. Terjadi karena adanya gerakan pasang surut.
• Perairan dengan pengadukan vertikal yang kuat disebabkan oleh gerakan pasang surut sehingga mengakibatkan perairan menjadi homogen secara vertikal
Densitas
Gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas dari lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda-beda. Perbedaan ini timbul terutama disebatkan oleh salinitas dan suhu. Sebagai contoh, laut mediterania mempunyai salinitas yang tinggi yang merupakan hasil dari besarnya penguapan yang terjadi disini, akibatnya lapisan permukaan menjadi lebih padat yang kemudian akan tenggelam kelapisan yang lebih dalam. Sirkulasi masa air yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan suhu dikenal sebagai thermohaline circulatio. Proses ini menyebabkan timbulnya aliran masa air dari laut yang dalam di daerah kutub selatan (Antartik) dan kutub utara (Artik) ke arah daerah tropik. Angin yang dingin membentuk masa air yang padat pada lapisan permukaan daerah-daerah kutub yang kemudian tenggelam masuk kelautan Antantik dan dari sini masa air tersebut mengalir kearah equator. Massa air kutub selatan lebih padat dari pada massa air di kutub utara (Hutabarat dan Evans, 1985)
Hampir semua organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil misalnya daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya pasang surut didaerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut adalah berkisar antara 30 - 35 ppm (Gossary, 2002).


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto dan Liviawati, 1989. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Dahuri, R, Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J., 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta.

Gossary, Benny. 2002. Skripsi Komposisi Jenis Fitoplankton Berbahaya di Sekitar Pelabuhan Soekarno Hatta. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hutabarat, S. dan Stewart M. Evans, 1984. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hutabarat, Sahala dan Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

James W. Nybakken, 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi, Djambatan, Jakarta

Kramadibrata, S., 1985. Perencanaan Pelabuhan. Ganesa Exact. Bandung.

Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Sulistijo, Atmadja, A. Kadi, Rachmaniar, 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Triatmojo, Bambang. 1999. Tehnik Pantai. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

1 komentar: