Ekosistem Terumbu Karang
Menurut Sukarno dkk. (1983), terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropik yang dibentuk oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya. Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropik dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropik. Sukarno dkk., (1983) mengatakan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal tropika dengan komunitas berbagai biota laut yang secara kolektif membentuk substrat padat dalam bentukan kapur (limestone). Terumbu karang selalu hidup bersama-sama dengan hewan lain. Rangka karang itu sendiri memberikan tempat perlindungan berbagai macam spesies hewan, termasuk jenis penggali lubang dari golongan moluska, cacing polychaeta, dan kepiting. Terumbu karang juga merupakan tempat hidup yang sangat baik bagi ikan hias, selain itu dapat melindungi pantai dari hempasan ombak sehingga dapat mengurangi proses abrasi (Hutabarat dan Evans, 1986).
Ekosistem terumbu ditandai dengan perairan yang selalu jernih, produktif dan kaya CaCO3 (kapur) (Randall dan Eldredge, 1983 dalam Sukarno, 2001). Terumbu karang mempunyai dasar yang keras, tahan terhadap gempuran ombak, terdiri dari kerangka dasar yang sangat keras dari kerangka karang keras dan algae berkapur dan kumpulan endapan kapur yang terperangkap di antara kerangka dasar tadi. Endapan kapur tadi berasal dari hasil erosi baik secara fisik maupun secara biologis kerangka dasar dan sisa-sisa kerangka biota dasar lainnya yang hidup di sekitar terumbu karang yang volumenya dapat mencapai 10 kali atau lebih volume kerangka dasarnya.
Produktifitas primer di perairan ekosistem terumbu karang ini bisa mencapai di atas 10.000 gr/m2/th, yang berarti sekitar 100-200 kali dibandingkan dengan produktifitas primer di perairan laut lepas umumnya, yang hanya berkisar 50-100 gr/m2/th (Supriharyono, 2000), karenanya terumbu karang sering diibaratkan sebagai oasis di perairan laut dangkal (Salm, 1984 dalam Supriharyono, 2000).
Menurut Nybakken (1988); Nontji (1987), MolenGraaf (1929) dalam Sukarno (2001) menyatakan formasi terumbu karang pada umumnya dapat dibagi atas 3 golongan (Gambar 1), yaitu:
1. Terumbu karang pantai (fringing reefs)
Terumbu karang pantai berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Pertumbuhan yang baik terdapat di bagian yang cukup arus, sedangkan di antara pantai dan tepi luar terumbu, karang cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan.
2. Terumbu karang penghalang (barrier reef)
Terumbu karang tipe penghalang ini terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 meter). Umumnya terumbu karang tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang dari luar.
3. Terumbu karang cincin (atoll)
Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari goba. Kedalaman goba di dalam atoll rata-rata 45 meter. Atol bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang dapat hidup.
Bedasarkan kemampuan karang untuk membentuk terumbu dan simbiosisnya dengan alga simbiotik, keseluruhan karang dapat dibagi oleh beberapa kelompok (Sorokin, 1993), yaitu :
1. Hermatipik-simbiotik. Kelompok ini termasuk sebagian besar karang-karang Skleractinia pembentuk bangunan terumbu, Octocoral dan Hydrocoral.
2. Hermatipik-asimbiotik. Kelompok ini memiliki pertumbuhan yang lambat dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa pertolongan algae simbiotik, yang mana mereka mampu untuk hidup di lingkungan yang gelap di dalam gua, terowongan dan bagian terdalam dalam kontinental slope. Di antara mereka terdapat Scleractinia-Scleractinia asimbiotik Tubastrea dan Dendrophyllia, dan Hydrocoral Stylaster rosacea.
3. Ahermatipik-simbiotik. Di antara Scleractina didapatkan bagian yang dapat masuk ke dalam grup ini, sebagian kecil Fungiidae, seperti Heteropsammia dan Diaseris, dan juga karang Leptoseris (Famili Agaricidea), yang tetap sebagai satu polip-polip yang kecil atau koloni-koloni kecil, dan tidak dapat dimasukkan sebagai pembentuk bangunan karang. Kelompok ini juga termasuk sebagian besar Octocoral-Alcyonacea dan Gorgonacea, yang memiliki algae simbion akan tetapi tidak membentuk bangunan kapur masif.
4. Ahermatipik-asimbiotik. Untuk kelompok ini termasuk beberapa Scleractinia, beberapa spesies dari genera Dendrophyllia dan Tubastrea, yang mempunyai polip yang kecil. Ahermatipik-asimbiotik juga termasuk Hexacoral dari ordo Antiphataria dan Corallimorpharia, dan simbiotik Octocoral.
Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Keras
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami perubahan terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam yang berasal dari luar terumbu. Beberapa faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu karang (Nybakken, 1988), adalah :
1. Cahaya; diperlukan untuk melakukan fotosintesis algae simbiotik dalam jaringan karang batu.
2. Suhu; pertumbuhan karang yang optimum terjadi pada perairan yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 23-250C. Akan tetapi karang juga dapat mentolerir suhu pada kisaran 200C, sampai dengan 36-400, Sukarno dkk., (1983) mengatakan bahwa suhu yang paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25-280C.
3. Kedalaman; pertumbuhan terumbu karang juga dibatasi oleh kedalaman dimana terumbu di daerah Indo-Pasifik kebanyakan tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang (Levinton, 1982), dan pada daerah Karibia terumbu hermatipik berkembang dengan baik pada kedalaman di bawah 70 meter.
4. Salinitas perairan; karang dapat hidup pada kisaran salinitas 32-35 0/00. Toleransi karang batu terhadap salinitas cukup tinggi yang dapat berkisar antara 27-400/00.
5. Kekeruhan dan sedimentasi; kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan karang. Respon bentuk pertumbuhan karang terhadap tingkat kekeruhan berbeda-beda, sebagaimana pernyataan yang dikemukakan Done (1982) dalam Babcock and Smith (2000), yang menyatakan pada terumbu yang keruh sering didominasi oleh bentuk pertumbuhan massif, yang mana untuk perairan jernih dicirikan oleh bentuk pertumbuhan bercabang, yang umumnya dari Famili Acroporiidae. Selanjutnya dikatakan peningkatan tingkat sedimentasi dapat menurunkan tingkat ketahanan pada Acropora millepora, yang akan berimplikasi terhadap tingkat rekrutmen pada populasi karang (Babcock and Smith, 2000).
6. Pergerakan air (arus) diperlukan untuk tersedianya aliran yang membawa masukan makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi.
Tipe-Tipe Pertumbuhan Karang
Suharsono (1996) mengatakan bahwa perbedaan tempat hidup, kondisi lingkungan serta bertambahnya kedalaman merupakan faktor yang mempengaruhi morfologi karang. Masing-masing karang mempunyai respon yang spesifik terhadap lingkungan. Karang mempunyai bentuk pertumbuhan individu maupun koloninya yang berkaitan erat dengan tata air dan pencahayaan dari sinar matahari pada masing-masing lokasi.
Beberapa bentuk contoh pertumbuhan karang dan karakteristik dari masing-masing genera menurut Dahl (1981) dalam Ongkosongo (1988), yaitu:
• Tipe bercabang (branching); karang seperti ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.
• Tipe padat (massive); karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika pada beberapa bagian karang itu mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan sedangkan bila berada di daerah dangkal di bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu halus dan padat.
• Tipe kerak/merayap (encrusting); karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan kasar dan keras serta lubang-lubang kecil.
• Tipe meja (tabulate); karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
• Tipe daun (foliose); karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar.
• Tipe jamur (mushroom); karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit yang berlur dari tepi hingga kepusat mulut.
Sedangkan menurut Supriharyono (2000), dikenal beberapa bentuk umum pertumbuhan karang, di antaranya, yaitu: globose, ramose, branching, digitate plate, compound plate, fragile branching, encrusting, plate, foliate, dan mikro atol; yang mana bentuk-bentuk karang ini dipengaruhi oleh beberapa faktor alam terutama oleh level cahaya dan tekanan gelombang. Selanjutnya Supriharyono (2000) menyatakan, ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan karang (Gambar 2), yaitu:
1. Cahaya; ada tendensi bahwa semakin banyak cahaya, maka rasio luas permukaan dengan volume karang akan semakin turun. Kenaikan level cahaya akan merubah kelompok karang dari yang berbentuk globose ke bentuk piring (plate).
2. Hidrodinamis; tekanan hidrodinamis, seperti gelombang atau arus, akan memberikan pengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang. Ada kecenderungan bahwa semakin besar tekanan hidrodinamis, bentuk karang akan lebih mengarah ke bentuk encrusting.
3. Sedimen; sedimen diketahui dapat mempengaruhi kehidupan karang, dan juga dapat mempengaruhi bentuk pertumbuhan karang. Ada kecenderungan bahwa karang yang tumbuh atau teradaptasi di perairan yang sedimennya tinggi, berbentuk foliate, branching dan ramose. Sedangkan di perairan yang jernih atau tingkat sedimentasinya rendah lebih banyak dihuni oleh karang yang berbentuk piring (plate dan digitate plate).
4. Sub-areal exposure; yang dimaksud di sini adalah daerah-daerah karang yang pada saat-saat tertentu, seperti ketika pada saat pasang surut rendah, airnya surut sekali, sehingga banyak di antara karang yang mencuat ke permukaan air. Kondisi semacam ini biasanya bisa sampai berjam-jam, tergantung lama waktu pasang. Karenanya banyak di antara karang yang tidak bisa bertahan lama hidup pada kondisi semacam ini. Berkaitan dengan level exposure, ada kecenderungan bahwa semakin tinggi level exposure semakin banyak jenis karang yang berbentuk globose dan encrusting. Disamping itu tanda spesifik adanya sub-areal exposure adalah banyaknya karang yang berbentuk mikro atol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar