Powered By Blogger

Kamis, 14 Oktober 2010

PANTAI BERPASIR

Pantai berpasir adalah bentuk pantai yang landai atau datar dengan dominasi pasirnya yang sangat banyak. Pada pantai berpasir memiliki gerakan ombak pengaruh yang menyertai: Ukuran Partikel, Pergerakan Substrat, & Kandungan Oksigen


gambar Pantai berpasir Bangka-belinyu

Pada umumnya pantai berpasir lebih banyak dikenal oleh manusia dibanding dengan jenis pantai yang lain. Hal ini dikarenakan pantai berpasir memiliki manfaat yang sangat banyak dibanding dengan pantai jenis yang lainnya. Pantai berpasir adalah pantai dengan ukuran substrat 0.002-2 mm. Jenis pantai berpasir termasuk dalam jenis pantai dengan partikel yang halus. Sama halnya pada pantai berbatu, pada pantai berpasir juga dibagi dalam beberapa zonasi, yaitu:
1. Mean High Water of Spring Tides (MHWS) rata-rata air tinggi pada pasang purnama.
Zona ini berada pada bagian paling atas. Pada daerah ini berbatasan langsung dengan daerah yang kering dan sering terekspose
2. Mean Tide Level (MLS) rata-rata level pasang surut.
Zona ini merupakan daerah yang paling banyak mengalami fluktusi pasang surut. Pada daerah ini juga dapat ditemukan berbagai ekosistem salah satunya ekosistem padang lamun.
3. Mean Water Low of Spring Tides (MLWS) rata-rata air rendah pada pasang surut purnama.
Zona ini merupakan zona yang paling bawah. Pada daerah ini fliktuasi pasang surut sangat sedikit yang berpengaruh karena daerah ini tidak terkena fluktuasi tersebut. Daerah ini juga bias ditemukan ekosistem terumbu karang.
Menurut Nybakken (1992) zonasi yang terbentuk pada pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh faktor fisik perairan. Hal ini nampak dari hempasan gelombang dimana jika kecil maka ukuran partikelnya juga kecil, tetapi sebaliknya jika hempasan gelombang besar maka partikelnya juga akan besar. Pada pantai berpasir hempasan gelombangnya kecil menyebabkan butiran partikelnya kecil.

Secara umum kita dapat membagi kawasan pantai berpasir sebagai kawasan pasang surut karena sangat dipengaruhi oleh pola naik dan surutnya air laut kedalam tiga zona yang merupakan pemilahan dari pola pergerakan pasang surut dan hempasan riak gelombang yang dinamis tersebut. Zona pertama merupakan daerah diatas pasang tertinggi dari garis laut yang hanya mendapatkan siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak yang menerpa daerah tersebut (supratidal), Zona kedua merupakan batas antara surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal) dan zona ketiga adalah batas bawah dari surut terendah garis permukaan laut (subtidal).
Jika anda berjalan pada kawasan pantai yang sesekali dibasahi oleh hempasan riak kecil gelombang, dan pada batas tumbuhnya beberapa tanaman khas pantai seperti pohon kelapa, dan pohon lainnya, kawasan inilah yang di kenal dengan zona supratidal. Kawasan ini hanya sesekali mendapat percikan air pada pasang-pasang tertinggi dan sering terjadi proses pengeringan dengan kontak langsung oleh sinar matahari serta udara pantai, termasuk pengaruh daratan yang lebih dominan terutama oleh aktifitas manusia. Pada kawasan yang lebih rendah yang terus dibasahi oleh air laut saat pasang adalah zona intertidal yang lebih “nyaman” bagi beberapa hewan kecil yang bergerak lincah. Kawasan ini sesekali terendam oleh air saat pasang dan sesekali terjemur oleh teriknya matahari saat surut.
Pada kawasan supratidal dan intertidal, banyak di dominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti beberapa jenis kepiting dan atau mengubur diri kedalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) dan cacing pantai (Annelida). Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membanamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak di jumpai di bandingkan dengan daerah subtidal yang di dominasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna).
Dibalik keindahan kawasan pantai berpasir yang terlukis oleh kuas alam, tidak jarang dari kita menganggapnya sebagai kawasan “tandus” yang hanya berisikan pasir atau benda mati lainnya. Kita mungkin tidak pernah menyangka kalau kawasan dinamis yang terus di terjang riak gelombang laut tersebut sebenarnya merupakan “rumah” bagi berjuta hewan kecil dan alga laut yang khas. Hewan-hewan tersebut hidup dengan pola unik yang harus menyesuaikan diri dengan dinamika pantai yang terus bergolak.
Sebagian besar dari hewan-hewan ini adalah hewan yang bergerak aktif atau membenamkan diri dalam pasir (infauna) dan atau melekat pada beberapa substrat padat seperti batuan yang terdapat di sepanjang daerah tersebut.
Kita jarang melihat adanya organisma pada kawasan supratidal atau intertidal saat berjalan santai diatasnya, karena hewan-hewan kecil pada kawasan ini sangat aktif dan mempunyai semacam alat pendeteksi untuk memastikan mereka aman dari gangguan hewan lain termasuk manusia. Saat mereka merasa terganggu, dengan sangat cepat mereka bergerak membenamkan diri kedalam pasir dan atau mencari kawasan yang lebih aman dari jangkauan. Pada beberapa kawasan yang jauh dari kegiatan manusia, kita dapat menemukan begitu ramainya kehidupan pantai berpasir dari kegiatan “pencarian makanan” dan “bermain” di sela-sela hempasan riak gelombang oleh kepiting-kepiting kecil termasuk hermit crab, cacing-cacing pantai, kerang-kerangan kecil. Pada daerah yang sarat dengan kegiatan manusia (pantai wisata) kita mungkin masih dapat menyaksikan keunikan kehidupan tersebut saat malam hari.
Kita sering melihat sepintas kecerdikan kepiting kecil yang hidup di tepi pantai sambil sesekali berlari mencari makan dan bersembunyi kedalam lubang yang merupakan “rumah kecil” ketika merasa terusik, atau secara tidak sengaja, saat menyandarkan telapak tangan kita keatas pasir yang sesekali terendam, kita sering merasakan gigitan-gigitan kecil dari cacing-cacing pantai yang bersembunyi di sela-sela pasir dan bahkan kita sering memungut kerang-kerangan kecil yang masih hidup terkubur di tepi pantai berpasir.
Keseluruhan hewan-hewan tadi adalah penguhi tetap kawasan pantai berpasir yang saling terkait kedalam suatu ekosistem pesisir yang unik dan khas. Semua saling terkait walau masing-masing tinggal dan mencari makan pada zona yang berbeda. Keterkaitan yang khas ada pada pola pemanfaatan ruang dan makanan. Namun sayangnya, di beberapa kawasan pantai Indonesia, hampir kita tidak lagi dapat menemukan pola keseimbangan yang terjadi antara ketiga zona tersebut, karena umumnya seluruh daerah subtidal yang dekat dengan kegiatan manusia telah rusak dan hewan-hewan yang hidup di sana tersingkir kedaerah-daerah yang lebih jauh dan aman. Hingga sering kita menemukan banyak cangkang organisma laut di sepanjang garis pantai yang kita lalui dan itu merupakan rumah kecil dari beberapa hewan yang mendominasi kawasan subtidal.
Pada daerah interstitial pantai berpasir, kita mengenal beberapa macam hewan, salah satunya adalah meiofauna. Istilah interstisial secara umum adalah ruang di antara partikel sedimen dan juga digunakan sebagai sinonim dari organisme yang hidup di dalamnya. Meiofauna merupakan istilah yang sering dipakai sebagai padanan kata interstisial atau psammon. Meiofauna adalah organisme yang hidup secara interstisial. Sinonimnya adalah meiobentos. Meiofauna dapat pula diartikan sebagai kelompok metazoa kecil yang berada di antara mikrofauna dan makrofauna. Meiofauna adalah kelompok hewan berukuran antara 63–1000 μm atau hewan-hewan multiseluler yang lolos pada saringan 0.063–1 mm dan merupakan organisme yang melimpah pada komunitas dasar yang bersubstrat lunak atau pada sedimen laut mulai dari zona litoral atas sampai pada zona abisal. Istilah endobentik digunakan bagi meiofauna yang berpindah dalam sedimen. Meiofauna yang hidup dan berpindah dalam ruang interstisial disebut mesobentik, sedangkan meiofauna yang hidup pada batas antara sedimen dan air (sediment-water interface) disebut epibentik.
Berdasarkan pada tipe habitatnya, meiofauna dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Meiofauna yang hidup pada substrat kasar (pasir) Contoh meiofauna yang hidup di pasir adalah Copepoda, Ostracoda, Gastrotricha, Turbellaria, Oligochaeta, Tardigrada dan Archiannelida
2. Meiofauna yang hidup pada substrat lunak (lumpur) Contoh meiofauna yang hidup di lumpur adalah Nematoda, Copepoda, Foraminifera, Ostracoda dan Annelida
3. Meiofauna yang hidup di lapisan sedimen yang miskin oksigen dan/atau tanpa oksigen Cotoh meiofauna ini adalah Nematoda, Turbellaria, Ciliata, Rotifera, Gastrotricha, Gnathostomulida dan Zooflagellata
Pada organisme yang hidup di pantai berpasir daerah intertidal lebih banyak mengubur diri saat air sedang surut. Hal ini dikarenakan daerah tersebut sangat terbuka dari sinar matahari yang menyebabkan kekeringan.
Seperti hewan interstitial lainnya, meiofauna juga mengalami zonasi. Berikut zona meiofauna berdasarkan keadaan pasir
1.Zona pasir kering (dry sand zone)
Yaitu zona sampai kedalaman 15 cm, temperatur pada daerah ini selalu berubah-rubah dengan kelembaban dapat kurang dari 50%, hanya terdapat sedikit nematoda dan oligochaetes hidup di zona ini.
2.Zona pasir lembab (moist sand zone)
Yaitu zona yang terletak dibawah dry sand zone. Temperatur pada zona ini relatif konstan dengan kelembaban lebih dari 50%. Harpacticoid copepoda, mystacocarid, nematoda, oligochaetes dan turbelaria banyak terdapat di zona ini.
3.Zona air (water table stratum)
Yaitu zona dengan kelembaban 40-70%, nematoda dan crustacea mendominasi zona ini.
4.Zona oksigen rendah (low oxygen zone)
Yaitu zona dmana populasi meiofauna sangat jarang dijumpai. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya oksigen yang tersedia untuk metabolism organisme.

Kamis, 07 Oktober 2010

Ekosistem Pesisir yang Tidak Tergenangi Air

Ekosistem pesisir yang tidak tergenangi air (uninundated coast) terdiri dari dua formasi, yaitu formasi Pescaprae dan formasi Barringtonia.

1. Pescaprae

Ekosistem ini umumnya terdapat di belakang pantai berpasir. Formasi pescaprae didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pescaprae)
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).





klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Solanales
Famili: Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus: Ipomoea
Spesies: Ipomoea pes-caprae


Ipomoea pes-caprae tumbuh hanya di belakang garis pasang surut pada pantai. Tumbuh juga di daratan, sepanjang tepi jalan dan parit, sampai ketinggian 800 m. Tumbuhan ini tumbuh pada daerah berpasir di pantai dan berfungsi sebagai pengikat pasir sehingga mencegah terjadinya erosi air atau angin. Tumbuhan ini berkontribusi sebagai penstabil tanah pasir sehingga memfasilitasi kehadiran tumbuhan lain untuk tumbuh. Ipomoea pes-caprae memiliki potensi reklamasi yang baik setelah berhasil tumbuh sebagai tanaman pemula pada areal-areal bekas tambang. Tumbuhan ini dapat digunakan untuk tonik, diuretik dan pencahar, berguna juga untuk penyakit kulit. Di Indonesia, rebusan akar digunakan untuk mengurangi iritasi akibat infeksi kandung kemih. Pasta daunnya dipakai untuk obat bisul dan juga dipakai untuk mematangkan bisul. Bijinya bila dimakan setelah dikunyah dapat digunakan untuk obat kram dan sakit perut. Di Filipina, Australia, India dan Amerika Tengah, rebusan daunnya dipakai dalam mengobati rematik. Di Peninsular Malaysia dan Thailand, getah daunnya dibubuhkan pada bekas sengatan ubur-ubur.
Deskripsi dari tumbuhan ini adalah Liana bertahunan, kadang-kadang membelit, batangnya mengandung getah putih, sering berakar pada ruas-ruasnya. Daun sering meruncing ke satu sisi, bervariasi, membundar telur, menjorong, membundar, mengginjal. Perbungaan terbatas 1 dengan bunga tidak banyak, daun kelopak tidak sama, agak menjangat, mahkota mencorong, ungu sampai ungu kemerahan.Buah kapsul. Biji 4, membulat memojok tiga, hitam.

2. Barringtonia

Ekosistem ini berkembang di pantai berbatu tanpa deposit pasir di mana formasi pescaprae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal sebagai formasi Barrintonia. Komposisi komunitas ini sangat seragam di seluruh Indonesia. Meskipun komunitas ini terdiri dari berbagai macam spesies rerumputan dan semak belukar, namun beberapa jenis pepohonan, seperti cemara laut (Casuarina equisitifol) dan Callophyllum innopphyllum dapat mendominasi spesies tumbuhan lainnya.
Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
Calophyllum (dari bahasa yunani: kalos yang artinya cantik, dan phullon yang artinya daun) adalah genus dari sekitar 200 spesies tanaman selalu hijau dari suku Clusiaceae. Kelompok pohon ini tumbuh mulai dari hutan di pegunungan hingga di rawa-rawa. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 30 m dan diameternya dapat mencapai 0,8 m. Daun tanaman ini mengkilap batang pohon ini berwarna abu-abu hingga putih. Warna kayu pohon ini dapat bervariasi tergantung spesies. Tumbuhan berkayu ini membesar dengan ketinggian mencapai 40 kaki. Batangnya berwarna kelabu di sebelah luar tetapi merah muda di sebelah dalamnya. Daun tumbuhan ini berwarna hijau dengan ukuran 3-5 inci panjang. Buahnya berwarna kuning keperangan dengan biji yang diselimuti tempurung.



Klasifikasi
Divisi : Spermatophyla
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Guttiferales
Suku : Guttiferae
Marga : Calophyllum
Jenis : Calophyllum inophyllum


Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) merupakan tumbuhan yang banyak ditemui di sekitar pesisir pantai. Nama lainnya kosambi atau bintagur, pemberian nama berbeda-beda tiap daerah. Penyebarannya sangat luas dari afrika, asia tengah hingga asia tenggara. Di pulau jawa banyak ditemui di sekitar cilacap, kendal dan jepara. Masyarakat biasa memanfaatkan tanaman ini sebagai tanaman obat, kayunya dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kapal, bijinya dimanfaatkan untuk kerajinan tangan dan bahan bakar.
Tanaman ini memiliki tinggi antara 20-30 meter. Bunga nyamplung biasanya majemuk dan berbentuk tandan. Buahnya bulat seperti peluru, diameter 2,5-3,5 cm, berwarna hijau, dan berubah cokelat jika kering. Biji buah bulat, tebal, keras, berwarna coklat. Pada inti terdapat minyak berwarna kuning. Sebenarnya nyamplung termasuk tanaman langka yang terancam kepunahan, namun saat ini telah banyak konservasi dengan menanam kembali bibit.
Nyamplung biasa tumbuh di tepi sungai atau pantai yang berudara panas dengan ketinggian hingga 200 m dpl. Ciri-ciri pohon nyamplung antara lain batangnya berkayu, bulat, warna coklat, daunnya tunggal, bersilang berhadapan, bulat memanjang atau bulat telur. ujung daun tumpul, pangkal membulat, tepinya rata. Daun bertulang menyirip itu panjangnya 10-21 cm, lebar 6-11 cm dengan tangkai 1,5-2,5 cm. (Kompas. 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, 2007. Keanekaragaman hayati laut
http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/1-051.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Calphyllum

Jumat, 02 Juli 2010

HUBUNGAN SPONS DAN BAKTERI YANG BERSIMBIOSIS

SPONS

Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat (Muniarsih dan Rachmaniar, 1999). Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalahsedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.





Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian pada spons, karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium (Pronzato et, al., 1999). Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor (Kobayashi dan Rachmaniar, 1999) ,antivirus (Munro et, al., 1989), anti HIV dan antiinflamasi, antifungi (Muliani et, al., 1998), antileukimia (Soediro, 1999), penghambat aktivitas enzim (Soest dan
Braekman, 1999). Selain sebagai sumber senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti: 1) digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut (Amir, 1991), 2) indikator dalam interaksi komunitas (Bergquist, 1978) dan 3) sebagai hewan penting untuk akuarium laut (Riseley, 1971; Warren, 1982).
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat, terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil budidaya.Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi tangkap lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat sintesisnya.

HUBUNGAN SPONS DAN BAKTERI YANG BERSIMBIOSIS

Interaksi antara organisme yang hidup dilingkungan akuatik sangat beragam dan peran penting pada interaksi tersebut dimainkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme banyak yang ditemukan tumbuh secara komensal di permukaan juga di dalam berbagai binatang akuatik, beberapa diantaranya terdapat di organ pencernaannya dimana sejumlah bakteri sering terdapat. Mikroorganisme dimakan dan digunakan sebagai makanan oleh sejumlah hewan yang hidup baik itu di sedimen maupun di perairan sehingga faktor nutrisi. Beberapa hewan dapat hidup dengan sejumlah tetentu bakteri maupun fungi. Lubang yang porus pada spons mengandung sejumlah koloni bakteri (Bertrand dan Vacelet, 1971 dalam Rheinhemer, 1991). Hasil penelitian terhadap spons Microcionia prolifera, ditemukan bakteri dari genus Psedomonas, Aeromonas, Vibrio, Achromobacter, Flavobacterium dan Corynebacterium serta
Micrococcus yang biasa terdapat di perairan sekitarnya (Madri et al., dalam Rheinhemer, 1991).
Pola makanan spons yang khas yaitu filter feeder (menghisap dan menyaring) dapat memanfaatkan jasad renik disekitarnya sebagai sumber nutrien diantaranya bakteri, kapang dan xooxanthela yang hidup pada perairan tersebut. Sedangkan kapang, bakteri dan xoxanthelae hidup dan berkembang biak dengan memanfaatkan nutrien yang terdapat pada spons tersebut. Myers et al (2001) melaporkan bahwa terdapat hubungan simbiotik antara spons dan sejumlah bakteri dan alga, dimana spons menyediakan dukungan dan perlindungan bagi simbionnya dan simbion menyediakan makanan bagi spons.
Alga yang bersiombiosis dengan spons menyediakan nutrien yang berasal dari produk fotosintesis sebagai tambahan bagi aktifitas normal filter feeder yang dilakukan sponge. Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh prekursor berupa enzim, nutrien serta hasil simbiosis dengan biota lain yang mengandung senyawa bioaktif seperti bakteri, kapang dan beberapa jenis dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa bioaktif pada hewan tersebut (Scheuer, 1978 dalam Suryati et al, 2000). Senyawa terpenoid dan turunannya pada berbagai jenis invertebrata termasuk spons atau beberapa spesies dinoflagellata dan zooxanthelae yang memiliki senyawa –senyawa yang belum diketahui, yang kemudian diubah melalui biosintesis serta fotosintesis menghasilkan senyawa bioaktif yang spesifik pada hewan tersebut (Faulkner dan Fenical, 1977 dalam Suryati et al, 2000).

Hubungan Ikan Amphiprion Dengan Anemon

Ikan Amphirion

Apabila mendengar nama ikan badut, dalam ingatan orang akan cenderung terbayang pada sosok ikan bernama latin Amphiprion ocellaris. Meskipun demikian, ikan badut sebenarnya terdiri tidak kurang dari 29 jenis. Mereka seluruhnya berpenampilan cantik dan lucu. Dua puluh delapan jenis ikan badut ini merupakan spesies dari genus Amphiprion, sedangkan satu jenis merupakan spesies dari genus Premnas. Premnas mempunyai ciri khusus, yaitu berupa “duri” preoperkularis yang dijumpai di bawah matanya..





Ikan badut diketahui merupakan ikan yang mempunyai daerah penyebaran relatif luas, terutama di daerah seputar Indo Pasific. Satu jenis, yaitu A. bicinctus, diketahui merupakan endemik Laut Merah. Mereka, pada umumnya, dijumpai pada laguna-laguna berbatu di seputar terumbu karang, atau pada daerah koastal dengan kedalaman kurang dari 50 meter dan berair jernih. Di perairan Papua New Guinea, bisa ditemukan ikan badut tidak kurang dari 8 spesies.
Di alam, kehadiran ikan badut pada anemon dapat melindunginya dari agresifitas beberapa jenis ikan seperti ikan angle atau ikan butterfly yang akan memangsa tentakelnya. Sebaliknya ikan badut memanfaatkan anemon tersebut sebagai tempat berlindung dari musuh alaminya. Tanpa perlindungan dari anemon, ikan badut hanya dapat bertahan hidup beberapa menit saja sebelum dimangsa oleh musuhnya.
Seperti halnya penghuni laut lainnya, ikan badut sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk melawan racun dari anemon. Meskipun demikian mereka memilki taktik yang jitu bagaimana mengatasi racun tersebut. Tentakel anemon dilapisi oleh lendir yang memiliki kandungan tertentu untuk melindunginya dari sengatan tentakel yang lain atau tersengat oleh tentakel sendiri. Lendir inilah yang dimanfaatkan oleh ikan badut untuk melindungi badannya dari sengatan tentekal anemon. Ikan badut dapat bertahan beberapa saat terhadap sengatan tentakel sebelum lumpuh. Degan cara menggosok-gosokkan badannya secara cepat pada tentakel ikan badut dapat melumuri seluruh tubuhnya dengan lendir antisengat tentakel. Dalam waktu satu jam seekor ikan badut akan bisa memenyelimuti seluruh tubuhnya dengan lendir antisengat tersebut, sehingga pada akhirnya dia akan kebal sama sekali terhadap sengatan tentakel. Dengan demikian, mereka akhirnya akan aman beramain dan berada diantara tentakel-tentakel anemon. Pada malam hari mereka sering tidur dengan berselimutkan tentakel-tentakel tersebut.
Apabila ikan badut dipisahkan dari anemon selama beberapa jam, mereka akan segera kehilangan kekebalannya. Dan untuk menjadi kebal kembali mereka perlu beradaptasi dan memerlukan waktu seperti disebutkan diatas.

Simbiosis Amphiprion dengan Anemon

Istilah “simbiosis” berarti “hidup bersama.” Banyak contoh yang terjadi didalam terumbu karang tetapi salah satu contoh klasik adalah simbiosis antara anemon penyengat dengan damselfishes tertentu, yang sebagian besar termasuk dalam genus Amphiprion.
Simbiosis yang dilakukan ikan Amphiprion dengan anemone adalah jenis simbiosis mutualisme, Di mana simbiosis mutualisme adalah bentuk keterikatan dua jenis mahluk hidup yang saling menguntungkan.
Ada 10 jenis host anemon laut di dunia dan semua itu ditemukan di Asia Tenggara. Separuh dari 28 jenis ikan anemon di dunia juga terdapat di daerah ini.
Baik anemon laut maupun ikan yang hidup didalamnya merupakan mitra yang saling menguntungkan dengan melakukan hubungan timbal balik. Ikan anemon membutuhkan anemon laut sebagai perlindungan, dan juga dengan menggesek-gesekkan tubuhnya pada tentakel agar tetap sehat. Suatu kesalahpahaman jika menganggap ikan anemonlah yang memberi makan anemon laut. Perilaku ini terjadi bila mereka hidup didalam kolam pemeliharaan, namun jarang terlihat di alam. Anemon laut menangkap makanan mikroskopiknya sendiri.
Bagaimana ikan mampu hidup di antara anemon laut dengan cara berenangnya yang tidak biasa dan dengan adanya zat kimia tertentu didalam mantel lendir yang melindunginya dari nematocyst (sel penyengat) tanpa merasa terbakar? Ini yang disebut kekebalan yang diperoleh dalam masa beberapa jam manakala postlarva yang kecil dapat bertahan di terumbu karang. Jika ikan muda cukup beruntung untuk menemukan sebuah anemon laut sebelum diikuti oleh proses aklimatisasi yang membuat kontak secara gradual dengan tentakel. Secara cepat perubahan zat kimia terjadi di dalam mantel lendir ikan dan sel penyengat tidak lagi menyakitinya.
Ikan-ikan anemon tidak pernah ditemukan tanpa rumahnya. Tentakel, yang akan menyengat semua makhluk yang melewatinya, menawarkan tempat perlindungan. Beberapa jenis ikan anemon benar-benar masuk ke mulut anemon laut dalam waktu singkat. Anemon, yang tampak sehat, kadang-kadang ditemui tanpa adanya ikan, dan mereka lebih membutuhkan mitra ikannya dibandingkan asosiasinya.

CHLOROPHYTA

Chlorophyta terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karotenoid pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak berbentuk filamen (benang) seperti tabung, dan berbentuk membran seperti lembaran daun. Pada ulothrix zonata. Sel-selnya membentuk koloni yang berupa benang dan tubuh interkalar, sel-selnya pendek, dan mempunyai kloroplas bentuk pita, pangkal yang melekat pada substratnya terdiri atas suatu sel rizoid yang sempit, panjang, dan biasanya tidak berwarna, zoospora keluar dari salah satu sel dalam benang melalui suatu lubang pada dinding samping. Masing-masing mempunyai 4 bulu cambuk, 1 kloroplas dan satu bintik mata. Mula-mula berkeliaran di sekitar induknya. Kemudian menempel pada alas dan tumbuhan membentuk koloni baru. Isogamet juga terbentuk dalam salah satu sel pada benang, dalam hal itu berfungsi sebagai gametangium, tetapi dari satu sel-sel terbentuk lebih banyak bentuk menyerupai zoospore, tetapi lebih kecil dan hanya mempunyai 2 bulu cambuk. Gamet itu kawin dengan gamet dari koloni lain, jadi koloni yang satu adalah (+) dan lainnya adalah (-) karena sama segala-galanya kita tidak dapat mengatakan satu dengan lainnya. Zigot yang terjadi dinamakan Planozigot. Mula-mula masih berenang-renang dengan 4 bulu cambuknya dan membentuk suatu membran. Akhirnya dengan pembelahan reduksi zigot itu mengeluarkan 4 sel kembar, yang dua tumbuh menjadi individu (+) dan yang lainnya (-). Jadi alothrix adalah haploid.
Pada bangsa Oeclogoniales, hidup di air tawar, sel-selnya mempunyai 1 inti dalam kloroplas berbentuk jala dan koloni berbentuk benang. Kemudian filamennya tidak bercabang, melekat dengan holdfast, perkembangbiakan vegetatif dengan pembentukan spora. Ujungnya yang bebas dari klorofil mempunyai banyak bulu cambuk yang tersusun dalam suatu karangan. Perkembangbiakan secara Oogami. Sel pada vegetative pada suatu koloni dapat membesar merupakan suatu Oogonium, yang bentuknya seperti tong di dalamnya terdapat sel telur. Pada sisi atas Oogonium terdapat suatu lubang yang merupakan jalan masuknya Spermatozoid. Spermatozoid berasal dari lain sel pada koloni itu juga. Dapat pula berasal dari sel vegetatif pada koloni lain yang berfungsi sebagai anteridium. Spermatozoid menyerupai zoospora, tetapi lebih kecil dan berwarna kekuning-kuningan. Pada ujung koloni Oedogonium sering kali tampak sebuah tudung, yang terjadinya mungkin sekali karena adanya pembelahan sel dan cara pertumbuhan yang khusus.
Pada Rhodophyta (ganggang merah) mempunyai pigmen fikoertin dapat mencapai dasar laut sampai dengan 1000 m, berukuran lebih kecil dari ganggang coklat. Ganggang ini banyak dimanfaatkan menjadi bahan komoditi makanan, misalnya Porphyra di Jepang, agar-agar yang diekstrak dari Gelidium dan Glacilaria. Alga merah dapat mengadakan penyesuaian antara proporsi pigmen dan berbagai kualitas pencahayaan an dapat menimbulkan berbagai warna talus, misalnya pirang, violet, merah tua, merah muda, cokelat, kuning, hijau. Cadangan makanan berupa tepung floridea dan tersimpan di luar plastida di dalam Sitoplasma dinding sel terdiri atas Selulosa dan polisakarida yang menyerupai lendir . Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fkuoresensi, yaitu fikoeritrin, ganggang merah pun sebagai hasil asimilasi terdapat sejenis karbohidrat yang disebut tepung floride, yang juga merupakan hasil polimerisasi glukosa, berbentuk bulat, tidak larut dalam air. Rhodophyta selalu bersifat autotrof dan dinding sel terdiri atas 2 lapis, yang dalam terdiri atas Selulosa \, yang luar terdiri atas Pektin yang berlendir. Hidupnya sebagai bentos, melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat.
Perkembangbiakan dapat secara aseksual, yaitu dengan pembentukan spora, dapat pula secara seksual (Oogami) baik spora meupun gametnya tidak mempunyai bulu cambuk, jadi tidak bergerak .

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN PLANKTON LAUT

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plankton dibagi dalam dua kelompok, yaitu : faktor fisik dan faktor kimia
1. Faktor fisik : cahaya, temperatur air, kekeruhan/kecerahan, pergerakan air.
2. Faktor kimia : oksigen terlarut, ph, salinitas, nutrisi

Cahaya
Ketersediaan cahaya di perairan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), tempat (kedalaman, letak geografis), kondisi prevalen di atas permukaan perairan (penutupan awan), atau dalam perairan (absorpsi oleh air dan material-material terlarut, serta penghamburan oleh partikel-partikel tersuspensi) (tomascik et al., 1997). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut. Hubungan antara cahaya dan perpindahan hewan laut ini banyak dipelajari, terutama pada plankton hewan (romimohtarto dan juwana, 1999). Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya di dalam perairan. Menurut heyman dan lundgren (1988), laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.

Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi, antara lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya toksit yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air, semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut. Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau metabolism dari makhluk hidup dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan plankton. Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oc-30oc.

Kekeruhan/kecerahan
Kekeruhan sangat mempengaruhi perkembangan plankton, apabila kekeruhan tinggi maka cahaya matahari tidak dapat menembus perairan dan menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis.

Pergerakan Air
Arus berpengaruh besar terhadap distribusi organism perairan dan juga meningkatkan terjadinya difusi oksigen dalam perairan. Arus juga membantu penyebab plankton dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu menyuplai bahan makanan yang dibutuhkan plankton.

Derajat Keasaman (ph)
Derajat keasaman (ph) berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau tidaknya kondisi air sebagai media hidup. Apabila derajat keasaman tinggi apakah itu asam atau basa menyebabkan proses fisiologis pada plankton terganggu.

Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air untuk bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur hara tetap tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan air, plankton dan perifiton.

Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰.

Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( no3 ) dan phosphat ( po4 ) phytoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi nitrat dan ammonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur penting untuk pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya.

Peranan plankton di perairan sangat penting karena plankton merupakan pakan alami bagi ikan kecil dan hewan air lainnya. Plankton merupakan mata rantai utama dalam rantai makanan di perairan plankton dalam suatu perairan mempunyai peranan yang sangat penting. Plankton terdiri dari fitoplankton yang merupakan produsen utama dan dapat menghasilkan makanannya sendiri dan merupakan makanan bagi hewan seperti zoo, ikan, udang dan kerang melalui proses fotosintesis dan zooplankton yang bersifat hewani dan beraneka ragam. Fitoplankton adalah makanan yang terpenting dalam perikanan darat yang merupakan makanan primer. Suatu perairan dikatakan subur apabila di dalamnya banyak terdapat produsen primer yaitu fitoplankton baik kuantitas maupun kualitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://forum.o-fish.com/viewtopic.php?f=5&t=8076 (diakses tanggal 15-11-2009)
http://oedinpato.blogspot.com/ (diakses tanggal 15-11-2009)
http://www.scribd.com/doc/9739611/EKOSISTEM-PERAIRAN (diakses tanggal 15-11-2009)

Jumat, 23 April 2010

EKOLOGI

EKOLOGI ADALAH ILMU PENGETAHUAN

Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara menyeluruh pada komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
PRINSIP-PRINSIP EKOLOGI
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
FAKTOR BIOTIK
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan.
A. INDIVIDU
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.
Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh adaptasi morfologi:
a. Gigi-gigikhusus
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabikmangsanya.
b. Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya.
c. Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang merayap.
Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya.
Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk menangkap serangga.
d. Daun
Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap.
Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.
e. Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
2. AdaptasiFsiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan hidupnya.
a. Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.
b. Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita.
c. Mimikri pada kadal
Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu serta keadaan sekitarnya.
3. Adaptasi tingkah laku Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Contohnya :
a. Pura-pura tidur atau mati Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekatiseekoranjing.
b. Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut.

B. POPULASI
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa di kelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.
Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi.
Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya tebang pilih. Populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya tebang pilih. Populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.

C. KOMUNITAS
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
D. EKOSISTEM
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme).
Faktor Abiotik
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut.
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
b. Sinar matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.


c. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.
f. Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.
g. Garis lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
Rantai Makanan (food chain)
Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi rantai makanan, aliran energi, dan siklus biogeokimia. Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit.
1. Rantai Pemangsa
Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen.
Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu.
3. Rantai Saprofit
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.
4. Rantai Makanan dan Tingkat Trofik
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia, dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan. Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama. Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua. Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota tingkat trofik keempat.

5. Piramida Ekologi
Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Ada 3 jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi.
a. Piramida jumlah
Organisme dengan tingkat trofik masing - masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti kita Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah, sedangkan organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang. Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan selalu lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1. Karnivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di tiap tingkat trofik.
b. Piramida Biomassa
Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu, diukur dlm gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.
c. Piramida Energi
Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem. Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut. Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya. Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai sampah. Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisms, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.