Powered By Blogger

Kamis, 25 Maret 2010

Keanekaragaman Spesies Terumbu Karang

Sebagian besar terumbu karang masuk dalam kelas Anthozoa (Gambar 1). Hanya dua familinya yang berka itan dengan kelas lain dari ceolenterata- Hydrozoa:Milleporidae dan Stylasteridae. Kelas Anthozoa meliputi dua subkelas Hexacoralia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang berbeda asalnya, demikian pula dalam morfologi dan fisiologinya. Fungsi bangunan terumbu sebagian besar dibentuk oleh karang pembangun terumbu (hermatypic), yang membentuk endapan kapur (aragonit) massif. Kelompok karang hermatypic diwakili sebagian besar oleh ordo Scleractinia (Subklas Hexacorallia). Dua spesies dalam kelompok ini termasuk dalam ordo Octocorallia (Tubipora musica dan Heliopora coerulea), dan beberapa spesies kedalam kelas Hydrozoa (hydrocoral Millepora sp. dan Stylaster roseus). Karang hermatypik mengandung alga simbion zooxanthellae yang sangat mempercepat proses calsifikasi, dengan demikian memungkinkan karang inangnya membangun koloni massif. Hexacoral dari ordo-ordo lain dari subklas Hexaco rallia: Corallimorpharia, Anthipatharia, dan Ceriantharia, termasuk beberapa spesies dari ordo zoanthidea seperti sebagian besar octocoral dari subklas octocorallia, menjadi hewan-hewan yang berkoloni, juga memproduksi skeleton keras atau ellemen keras dari skeleton yang lembutnya dari materi cacareus dan dengan demikian berperan dalam memproduksi materi kapur remah. Menurut Anonimus (2003a) ada 12 family dan 47 genera karang.



Menurut Ongkosongo (1988) terdapat enam bentuk pertumbuhan karang batu yaitu (1) Tipe bercabang (branching), (2) tipe padat (massive), (3)tipe kerak (encrusting), tipe meja (tabulate), (5) tipe daun (foliose), dan (6) tipe jamur (mushroom).
Sesuai dengan fungsinya dalam bangunan karang (hermatypikahermatypik) dan, kepemilikannya atas alga simbion (symbiotic-asymbiotic), kerang dapat dibagi lagi dalam kelompok berikut: (Sorokin, 1993)





1. Hermatype-symbiont. Kelompok ini meliputi sebagian besar karang scleractinia pembangun terumbu.
2. Hermatype-asymbiont. Karang-karang yang tumbuh lambat ini dapat membangun skeleton kapur massif tanpa pertolongan zooxanthellae, dimana mereka dapat hidup pada lingkungan gelap, dalam gua, terowongan, dan bagian yang dalam dari kontinental solpe. Diantara mereka adalah csleractinia asymbiotic Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydrocoral Stylaster rosacea.
3. Ahermatype-symbionts. Diantara Scleractinian ada yang termasuk dalam kelompok fungiid kecil ini, seperti Heteropsammia dan Diaseris, dan juga karang Leptoseris (family Agaricidae), yang ada sebagai polyp tunggal atau sebagai koloni kecil, dan karenanya tidak dapat dimasukkan dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga hampir seluruhnya merupakan octocoral-alcyonaceans dangorgonacean yang memiliki alga simbion tetapi tidak membangun koloni kapur massif.
4. Ahermatypes-asymbionts. Untuk kelompok ini ada diantara beberapa spesies scleractinia dari genera Dendrophylla dan Tubastrea yang memiliki polyp kecil. Termasuk juga hexacoral dari ordo Antipatharia dan Corallimorpharia, dan asymbiotic octocoral. Sebagian besar karang pembangun terumbu (hermatypic) adalah bersimbiosis. Oleh karena itu pada literature istilah hermatypic diterima sebagi sinonim dari symbiotic. Kadang-kadang tidak tepat benar, karena ada satu kelompok symbiotic tetapi merupakan karang ahermatypic. Akan tetapi sudah lazim menggunakan istilahistilah ini sebagai sinonimnya.
2.2.Karang Scleractinian
Polyp karang scleractinia berisi kantong tertutup yang sederhana yang dibuat dari dua lapisan sel yang terpisah oleh selembar jaringan penghubung (messoglea). Lapisan luar dari sel (epidermis/ektodermis) merupakan (1) penghubung dengan air laut sekitar (dalam hal ini disebut oral atau epidermis bebas) atau (2) terletak berseberangan dengan skeleton pembuat kapur (disebut calsicoblastic epidermis) (Anonimus, 2003 a; Anonimus 2003 b)
Kantung tertutup terlipat untuk membentuk sebuah mulut, paring dan usus sederhana (nama terakhir dari filum Cnidaria adalah Coelenterata yang berati usus yang tertutup). Usus sederhana memiliki beberapa lipatan internal yang menolong dalam pencernaan melalui penambahan luas permukaan. Permukaan ini juga merupakan tempat organ reproduksi (dalam mesenteria). Lapisan dalam dari sel (gastrodermis/endodermis) berflagel dan menghubungkan dengan system sirkulasi gastrovaskular internal dari hewan. Sirkulasi ini menghubungkan polip coral yang berdekatan dan menjadikan adanya tingkat ketergantungan antar polip dalam suatu koloni. Alga simbion Dinoflagellata (zooxanthella) ditempatkan dalam gastrodermis dan dalam vakuola sel khusus (simbiosome vacuoles). Skema bentuk karang dan letak zooxanthella dapat dilihat pada gambar 2.



2.3.Zooxanthellae
Zooxanthellae (Yunani : Alga hewan kuning cokat) adalah sebuah istilah yang merujuk pada sekelompok dinoflagellata yang berasal dari perubahan evolusi yang berbeda yang terjadi dalam simbiosis dengan invertebrata laut. Dinoflagellata adalah organisme aneh dan kelompok organisme yang menakjubkan: beberapa anggotanya
adalah autothrophik (memperoleh sumber energi dari cahaya matahari dan membentuk karbon organic melalui proses fotosintesis. Sementara yang lainnya adalah organism heterotrop yang mendapatkan sumber energi dari bahan organic melalui pemangsaan terhadap organisme lain (Anonimus, 2003 a; Barnes, 1987). Diyakini bahwa seluruh zooxanthella memiliki spesies yang sama, Symbiodinium microadriaticum (Rowan dan Powers, 1991). Namun akhir-akhir ini zooxanthella berbagai macam coral telah ditemukan tidak kurang dari 10 taxa alga (Anonimus, 2003 b), sedangkan menurut Anonimus (2003 a) setidaknya 17 taxa alga.
Dinoflagellata fotosintetik memiliki pigmen unik (diadinoxanthin, peridinin) dan enzim fotosintetik. Dinoflagellata yang hidup bebas dapat terjadi dalam fase Coccoid yang nonmotil dan tidak memiliki flagel atau sebagai dinomastigote yaitu fase dimana memiliki dua flagel dan memiliki sifat berenang .

2.4.Simbiosis Coral-Algae
Simbiosis mutualisme yang unik antara karang (coral) hermatipik (scleractinian) dengan zooxanthella merupakan tenaga penggerak dibelakang keberadaan, pertumbuhan dan produktivitas terumbu karang (coral reef) (Levinton, 1995). Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella. Terumbu karang adalah simbiosis yang paling menonjol. Simbiosis ini melibatkan dua jenis organisme yang sangat berbeda yang telah terpisah selama sejarah evolusinya. Karang sebagai “inang” adalah sebuah hewan invertebrata dalam filum Cnidaria (Coelenterata). Simbion terumbu karang adalah alga fotosintetik dinoflagellata yang tinggal dalam jaringan endodermis dalam sel-sel hewan inang. Dengan demikian simbiosis berlangsung sangat erat (endosymbiosis intraseluler). Zooxanthella terkonsentrasi dalam sel gastrodermal polip dan tentakel (Levinton, 1995) Karang scleractinian (stony coral) merupakan pembangun terumbu yang dominan di laut tropis yang dangkal. Berbagai bukti (molekuler, isotop, ekologi) menunjukkan bahwa coral scleractinian telah membentuk simbiosis dengan alga sangat lama yang tampak dalam catatan fosilnya.

Selain zooxanthella yang bersimbiosis dengan karang terdapat jenis-jenis algae lain yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang yang juga potensial sebagai penyerap karbon. Jenis algae yang berasosiasi dengan terumbu karang sangat banyak jumlahnya. Di Indonesia timur tercatat sebanyak 765 spesies rumput laut yang terdiri dari 179 spesies algae hijau, 134 spesies algae coklat dan 452 spesies alga merah (Nontji, 1987). Untuk jenis moluska disebutkan oleh Wells (2002) bahwa diperairan terumbu karang Raja Ampat Papua ditemukan sejumlah 699 spesies moluska. Jumlah spesies sponge yang ada di perairan Indonesia disebutkan oleh Tanaka et al (2002) dalam Dahuri (2003) sebanyak 700 spesies. Jumlah ini lebih rendah dari yang dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana (2001), Van Soest (1989) dan Moosa 1(999) yang menyebutkan jumlah 850 spesies sponge. Tomascik dkk (1997) menyebutkan jumlah spesies sponge sebanyak 3000 spesies berdasarkan ekspedisi Siboga dan 1500 spesies hasil ekspedisi Snellius II.

2.5. Produktivitas Ekosistem Terumbu Karang
Simbiosis mutualisme yang unik antara karang (c oral) hermatipik (scleractinian) dengan zooxanthella merupakan tenaga penggerak dibelakang keberadaan, pertumbuhan dan produktivitas terumbu karang (coral reef) (Levinton, 1995).
Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella.
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar 3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan tropis 2 kgC/m2/tahun dan hutan gugur di daerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus, 2003 a)
Menurut Dahuri (2003) produktivitas primer bersih terumbu karang berkisar antara 300 – 5000 g C/cm2/tahun. Menurut Gordon dan Kelly (1962) dalam Supriharyono (2000) di perairan tepi Hawaii pernah diketemukan produktivitas ekosistem terumbu karang mencapai 11. 680 g C/cm2/tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar