Powered By Blogger

Selasa, 30 Maret 2010

Sebab-sebab kematian karang dan Sumber Nutrisi Terumbu Karang

Sebab-sebab kematian karang
Akibat Alam ( natural Causes )
a. Ledakan populasi Acanthaster planci
Achanthaster planci merupakan predator karang, jika populasi meledak (outbreak) dapat merusak terumbu karang secara luas dengan jalan memangsa polip-polip karang. Jika populasinya meledak dapat merusak terumbu kiarang sampai >60%. Acanthaster planci tumbuh berasosiasi dengan terumbu karang.
Acanthaster planci merupakan hewan predator yang merusak koloni karang dan dapat merubah sruktur komunitas karang. Acanthster planci adalah hewan besar dan bertangan banyak. Hewan ini hanya memakan jaringan hidup atau polip karang. Karena ukurannya yang besar, ia mampu merusak seluruh koloni selama ia makan. Populasi hewan ini bisa sangat melimpah jika predator utamanya, yaitu siput raksasa (Charonia tritonis) berkurang di alam akibat diambil untuk dijadikan hiasan.

b. Pemanasan global
Pemanasan global adalah gejala meningkatnya suhu bumi akibat menipisnya lapisan ozon yang membuat es di daerah kutub mencair. Dengan mencairnya es di kutub akan mengakibatkan kenaikan muka air laut.
Kejadian atau gejala alam di bumi berpengaruh terhadap kehidupan organism perairan baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satu gejala alam yang berpengaruh langsung terhadap struktur kehidupan biotic dan abiotik perairan adalah pemanasan global. Pemanasan global berdampak buruk bagi biota perairan khususnya karang. Peningkatan suhu permukaan perairan menyebabkan kematian karang pada skala yang luas. Kematian karang ditandai dengan pemutihan (bleaching) akibat oleh keluarnya zooxantehella dari polip karang. Pemutihan yang berlangsung lama (3-6 bulan) bisa menyebabkan kematian karang > 70%. Tahun 1998 merupakan pemutihan yang terloas dengan kematian karang yang tinggi di Samudera Pasifik dan Laut Karabia.

c. Gempa/tsunami dan banjir
Gejala alam berupa gempa bumi/tsunami secara langsung berpengaruh pada berbagai aspek, baik kehidupan di darat maupun di perairan laut. Gemap bumi ataupun tsunami menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas sumber daya laut. Karang sebagai ekosistem kunci di wilayah perairan mendapat tekanan berat hantaman dan pengadukan air akibat gempa dan tsunami.
Banjir yang terjadi pada suatu wilayah menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut khususnya karang. Proses pencampuran air tawar dengan air laut menyebabkan penurunan salinitas air laut sehingga terjadi perubahan komposisi kimia air laut. Kita ketahui bahwa karang hidup pada salinitas air laut normal ( 30-35 ppt). jadi penurunan kadar garam air laut akibat banjir akan mempengaruhi kehidupan (pertumbuhan) dan dalam kondisi yang parah bisa menyebabkan kamatian.
Selain penurunan salinitas air laut, banjir juga menyebabkan terjadinya pengadukan sedimen dasar perairan yang kemudian terangkut dan terbawa arus, sehingga banjir dapat menyebabkan meningkatnya laju sedimentasi. Tingginya laju sedimentasi pada wilayah perairan laut menyebabkan proses pengambilan makanan karang dan proses fotosintesis zooxanthella terhambat karena jaringan tubuh karang tertutupi oleh sedimen yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan.

Aktivitas Manusia ( Anthropogeneic )
a. Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan
Penangkapan ikan tidak ramah lingkungan merupakan jenis aktivitas penangkapan di laut yang merusak. Beberapa jenis aktivitas itu antara lain : penagkapan dengan bom ikan, racun sianida / potas, penggunaan alat tangkap trawl ( jarring dasar yang ditarik), dan bubu.
Ada beberapa sebab munculnya permasalahan ini, antara lain:
• Kemiskinan merupakan alas an nyata nelayan melakukan kegiatan penangkapan tidak ramah lingkungan
• Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan mafaat terumbu karang bagi kehidupan.
• Kurangnya koordinasi dan pengawasan dari pemerintah menyababkan degradasi habitat karang.

b. Pencemaran
Peningkatan aktivitas masyarakat di wilayah pesisir berupa kegiatan pencemaran antara lain limbah minyak, sampah plastic dan bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem terumbu karang. Laut sebagai jalur transportasi perdagangan dan jasa sosial menuai berbagai persoalan dalam tata lingkungan. Tumpahan kapal tangki raksasa akan melepaskan limbah minyak dan dapat menutupi permukaan karang atau juga mengurangi penetrasi cahaya. Selain itu, juga dapat menyebabkan kematian pada berbagai biota laut komersil; antara lain: ikan, kerang, udang dan kepiting serta biota lainnya.
Selain pencemaran minyak, sampah plastic juga banyak terdapat perairan Indonesia. Sampah-sampah plastic yang terdapat pada perairan menutupi permukaan perairan yang dapat menghalangi proses fotosintesis zooxanthella pada karang.

c. Penggundulan hutan/konversi lahan
Tingginya pemanfaatan masyarakat terhadap kayu dari produksi hutan, khususnya hutan mangrove/ bakau untuk berbagai kepentingan antara lain: perumahan, kayu bakar dan lain-lain. Penebangan hutan secara liar menyebabkan erosi sedimentasi. Tingginya laju sedimentasi pada wilayah perairan dapat menyumbat jaringan tubuh biota laut, selain itu juga menganggu pengambilan makanan dari karang.

SUMBER NUTRISI PADA KARANG
Karang memiliki dua cara medapatkan makanan yaitu menerima pemindahan (translocated) produk fotosintesis dari zooxanthella dan menangkap zooplankton dengan polypnya (Muller-Parker dan D’Ellia, 1997),dan sebagian besar coral makan pada malam hari (Barnes, 1987).
Terumbu karang (coral reef) adalah gambaran terbaik dalam cara adaptasi polytrophic, yang berarti dapat memperoleh energi dari bermacam-macam sumber . Data jumlah energi yang dapatkan coral secara autotropik dan heterotropik tidak pasti/tidak jelas. Tetapi diduga bahwa bagian energi keseluruhan yang dihasilkan dari fotosisntesis berkisar dari lebih dari 95% dalam coral-coral autotropik sampai sekitar 50% dalam spesies heterotropik. (Barnes dan Hughes, 1997). Hampir 95% karbon organic yang dibentuk oleh zooxanthella yang dipindahkan kedalam coral inang dalam bentuk gliserol (Anominus, 2003 a), Energi yang coral inang peroleh melalui proses metabolism gliserol ini dilengkapi oleh pemangsaan organisme heterotropik yang ada disekitarnya.
Coral dapat menangkap makanan melalui phagotrophy (tentakel yang menangkap makanan yang lewat dan memasukkannya dalam mulut dimana makanan itu dicerna), dan melalui cilliary feeding (pengeluaran lapisan mucus yang menjebak partikel organik kecil yang dihembuskan ke mulut oleh rambut-rambut kecil yang disebut cilia). Coral mungkin mungkin juga mengambil bahan organic terlarut dari air laut untuk digunakan sebagai energi dasar. Sebaliknya zooxanthella menerima nutrien organic penting dari coral inang yang dilewatkan ke zooxanthella sebagai produk kotoran hewan. Beberapa nutrien anorganik juga diperoleh dari air laut.





Gambar 1. Pola aliran nutrisi pada simbiosis mutualistik coral-algae ( sumber Muller- parker dan D’Ellia, 1997 )
\
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar 3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan torpis 2 kgC/m2/tahun dan hutan gugur didaerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus, 2003 a) Sangat ketatnya siklus nutrien dalam simbiosis terumbu karang menjelaskan mengapa mereka sangat mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan nutrisi yang rendah. Mereka berkompetisi dengan kehidupan bentik dalam memperoleh ruang pada terumbu (dimana terumbu karang sendiri secara aktif membangun seperti berkompetisi satu dengan yang lain). Penambahan jumlah nutrien pada lingkungan terumbu dapat memiliki pengaruh yang merusak yang mempengaruhi terumbu karang.
Tingkat kebutuhan coral pada makanan heterotropik sebagai tambahan karbon yang dipindahkan dari simbion bergantung pada bagaimana simbion-simbion secara aktif berfotosintesis. Jika fotosintesis (P) oleh zooxantella melebihi kebutuhan untuk respirasi (R) baik oleh coral inang maupun zooxanthella (Jika P : R > 1) maka coral autotropik penuh dan tidak membutuhkan makanan tambahan. Ketika fotosintesis menurun (P:R<1) coral membutuhkan tambahan sumber makanan. Hasilnya coral pada perairan dalam membutuhkan makan lebih dibandingkan pada air dangkal (Muller-Parker dan D’Elia, 1997; Anonimus, 2003a).
Leletkin (2003), menyatakan bahwa hasil sumbangan energi dalam simbiosis coral-zooxantellae terdiri dari produksi autotrop dari zooxanthellae dan heterotrop dari suatu polyp. Pengurangannya berupa ekskresi, respirasi, perkembangan dan pertumbuhan baik pada hewan maupun algae.

1 komentar:

  1. maksi untuk data-datanya,,,kk bsa minta informasi atau makalah tentang lagoon?

    BalasHapus