Powered By Blogger

Kamis, 25 Maret 2010

kalsifikasi karang

1 Kalsifikasi dan Produksi Kapur Terumbu Karang
Proses kalsifikasi sebenarnya adalah proses mineralisasi yang terjadi diluar kalikoblas epidermis. Bahan utama yang digunakan untuk proses kalsifikasi sebenarnya merupakan suatu hasil metabolisme yang disekresikan, dan terdiri dari beberapa substansi muchopolysacarida, yang memungkinkan karang mengikat kalsium (Ca2+) dari air laut (Suharsono dan Kiswara, 1984). Di laut kalsium tersedia dalam jumlah yang tak terbatas sehingga tidak menjadi faktor pembatas untuk pembentukan CaCO3. Kecepatan pembentukan CaCO3, yang merupakan komponen utama dari kerangka karang, tergantung pada kecepatan pemindahan asam karbonat pada tempat kalsifikasi. Pemindahan asam karbonat dapat dilakukan oleh enzim “carbonic anhydrase”. Adanya penghambat “carbonic anhydrase” dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan kalsifikasi, karena terganggunya efisiensi pemindahan asam karbonat. Disamping itu pemindahan asam karbonat juga dilakukan melalui proses fiksasi CO2 oleh zooxanthellae pada waktu berfotosintesis (Bohm, 2005).
Proses kalsifikasi karang sangat kompleks. Semua bahan yang didepositkan bergerak dibawah kontrol metabolik yang sangat berkaitan, sehingga terjadi kesesuaian antar pengambilan dan pengendapan (Garison dan Ward, 2008). Adanya kontrol metabolik ini menyebabkan proses kalsifikasi ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti cahaya dan suhu. Akibatnya kecepatan kalsifikasi sangat bervariasi dari tahun ketahun, serta terjadi perbedaan densitas pengendapan dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh selama tahun itu. Smith (2004) menyatakan peranan zooxanthellae dalam kalsifikasi sangat penting. Jika zooxanthellae dicegah untuk tidak melakukan fotosintesis atau dipindahkan dari jaringan karang maka reaksi pembentukan CaCO3 menjadi sangat lambat.
Koloni karang dengan zooxanthellae masih dapat mengadakan kalsifikasi yang lebih cepat dalam keadaan gelap dari pada koloni tanpa zooxanthellae dalam keadaan ada cahaya. Peranan zooxanthellae dalam mekanisme kalsifikasi adalah dalam memindahkan hasil buangan yang dihasilkan oleh karang seperti CO2, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Dengan adanya pemindahan zat-zat ini kecepatan metabolisme karang meningkat (Bohm et al., 2005).
Dalam ekosistem terumbu karang tidak hanya karang sendiri yang memproduksi CaCO3. Berbagai jenis hewan dan tumbuhan seperti Coralline algae, Moluska, Echinodermata, dan hewan lainnya membentuk cangkang dari CaCO3. Scoffin et al. (1980) dalam Nontji (1984) menyatakan produksi CaCO3 di terumbu karang diperkirakan (206 x 106 g/th)±10 dan bersamaan dengan diproduksinya CaCO3 ini terjadi juga pemindahan CaCO3 dari terumbu karang sebesar (123 x 106 )±7 g/th. Pemindahan ini terjadi karena adanya hewan-hewan yang hidup bersama dengan karang dan membuat rumah didalam kerangka karang. Hewan dan tumbuhan ini termasuk gastropod, cacing, bulu babi, ikan kakaktua, keong, sponge, kerang, crustacea, dan lain-lainnya.
Persentase dari kerangka kapur berkisar antara 7-38% dari total CaCO3. Disamping kalsium, unsur-unsur Sr, U, Ba, Cu, B, Li, dan Zn secara umum selalu ada dalam kerangka karang. Zat-zat ini didepositkan bersama-sama dengan Ca selama proses kalsifikasi. Unsur pada berbagai jenis karang jumlahnya bervariasi. Hal ini berkaitan dengan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas, dan komposisi air (Odum, 1955 dalam Nontji, 1984).
2.3.2 Mekanisme Kalsifikasi
Peran alga dalam proses kalsifikasi sampai saat ini masih belum teridentifikasi dengan jelas. Menurut Johnston (1980) mengasumsikan bahwa mekanisme kalsifikasi alga melalui peningkatan cahaya mengikuti mekanisme kalsifikasi dasar seperti yang terjadi pada karang hermatipik dan ahermatipik. Ada dua dasar mekanisme kalsifikasi yaitu :
(1) kalsifikasi sebagai proses fisika-kimia biasa, dimana pengendapan anorganik matriks terjadi karena kondisi media yang supersaturasi;
(2) kalsifikasi didasarkan pada pengompleksan ion Ca2+ atau CO32- oleh material matriks yang bermuatan.
Material pengompleksan ini kemungkinan adalah kelompok amida, seperti kitin dan ikatan peptida protein. Senyawa lainnya adalah residu protein matriks asam asaparatik dan asam glutamat.
Johnston (1980) juga memberikan 3 hipotesis lain yang menggambarkan peran alga dalam proses kalsifikasi karang yaitu : (1) sebagai pengambil senyawa yang mungkin penghambat; (2) sebagai pengatur stimulasi metabolisme; (3) sebagai penyumbang matriks organik.
(1) Sebagai pengambil senyawa yang mungkin yang mungkin penghambat.
Pengambilan senyawa penghambat dapat meningkatkan kalsifikasi telah didiskripsikan oleh beberapa peneliti seperti Goreau (1961). Pengambilan ini biasanya terjadi pada waktu proses fotosintesis, dimana alga akan mengabsorbsi CO2 dan Posfat dalam perairan. Secara spesifik Chapman (1974) dalam Johnston (1980) menyimpulkan bahwa pengikatan CO2 oleh alga melalui proses fotosintesis hanya dapat meningkatkan CaCO3, jika konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) dan kondisi pH air yang tinggi. Borowitzka dan Larkum (1974) dalam Johnston (1980) menunjukkan bahwa jika CO2 diambil pada waktu proses foto sintesis, maka pH akan meningkat dan menggeser kesetimbangan HCO3-, seperti pada persamaan reaksi di bawah ini :
HCO3- H+ + CO32-..................................................................................................(1)
yang berarti akan meningkatkan konsentrasi ion CO32-, dengan meningkatnya ion CO32- maka akan meningkatkan kalsifikasi, namun hal ini masih belum ada bukti.
(2) Sebagai pengatur stimulator metabolisme
Hal ini didasarkan pada peran penting alga dalam membantu menyerap sisa–sisa metabolisme hewan karang seperti Posfat (PO43-), Sulfur (SO42-) dan Nitrat (NO32-).
(3) Sebagai penyumbang matriks organik
Hal ini didasarkan pada pendapat Wainwright (1963) dalam Johnston (1980) yang mengusulkan bahwa alga mampu menghasilkan komponen penghambat kalsifikasi (rate-limiting compound) yang terlibat dalam pembentukan matriks organik. Komponen tersebut adalah kitin pada jenis Pocilopora damicornis. Namun demikian peran ini juga belum jelas mengingat matriks ini bukan merupakan faktor pembatas dalam proses kalsifikasi atau bukan berasal dari alga (Goreau dan Goreau, 1961).
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sebenarnya peran dari proses fotosintesis alga pada proses kalsifikasi masih belum jelas dan masih dalam suatu perdebatan (Adey,2000). Namun demikian karang batu pembentuk terumbu tidak mengkalsifikasi sangat nyata pada kondisi gelap dan bahwa peran kedua organisme yang ada yaitu : alga simbion dan alga yang hidup bebas sangat menentukan dalam proses kalsifikasi (Adey, 2000) . Selanjutnya dikatakan pula bahwa pertumbuhan alga yang berlebihan karena peningkatan nutrien (eutropkasi) atau pemangsaan yang turun (karena perikanan) yang kurang melihat atau memperhatikan pertumbuhan alga yang hidup bebas sangat merusak kehidupan atau pertumbuhan karang (Adey, 2000).

2.4 Radioisotop 45CaCl2
Bohm et al. (2005) menyatakan unsur-unsur yang memiliki neutron yang berbeda pada intinya, sehingga akan memiliki nomor massa, inti, dan nomor atom berbeda, sehingga sifat kimianya tidak berubah. Unsur-unsur seperti ini memiliki elemen yang sama, tetapi berat atom atau nomor massanya yang berbeda disebut isotop. Penambahan awalan Radio- di gunakan untuk menandakan sifat radioaktif, dengan kata lain radioisotop berbeda dengan isotop-isotop stabil. Bahwa proton dan netron pada inti membentuk susunan tidak stabil dan karena itulah pemecahan terjadi secara spontan. Sifat penanda digunakan untuk menggambarkan sebuah elemen, senyawa, atau organisme mengandung bahan pengganti isotop. Tanda bintang juga digunakan sebagai penanda untuk radioisotop.
Radioisotop alami ditandai dengan adanya nomor atom yang lebih besar dari 81. Radioisotop 45Ca ini berbentuk cairan dalam bentuk 45CaCl2 dan memiliki waktu paruh 162,23 hari atau ± sekitar 5 bulan. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar Beta dengan intensitas yang rendah, sehingga dibutuhkan penguat radiasi untuk memperkuat radiasi yang dipancarkan, agar bisa terbaca pada alat ( Bohm et al., 2005).

1 komentar: