Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plankton dibagi dalam dua kelompok, yaitu : faktor fisik dan faktor kimia
1. Faktor fisik : cahaya, temperatur air, kekeruhan/kecerahan, pergerakan air.
2. Faktor kimia : oksigen terlarut, ph, salinitas, nutrisi
Cahaya
Ketersediaan cahaya di perairan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat tergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), tempat (kedalaman, letak geografis), kondisi prevalen di atas permukaan perairan (penutupan awan), atau dalam perairan (absorpsi oleh air dan material-material terlarut, serta penghamburan oleh partikel-partikel tersuspensi) (tomascik et al., 1997). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut. Hubungan antara cahaya dan perpindahan hewan laut ini banyak dipelajari, terutama pada plankton hewan (romimohtarto dan juwana, 1999). Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya di dalam perairan. Menurut heyman dan lundgren (1988), laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi, antara lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya toksit yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air, semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut. Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau metabolism dari makhluk hidup dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan plankton. Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oc-30oc.
Kekeruhan/kecerahan
Kekeruhan sangat mempengaruhi perkembangan plankton, apabila kekeruhan tinggi maka cahaya matahari tidak dapat menembus perairan dan menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis.
Pergerakan Air
Arus berpengaruh besar terhadap distribusi organism perairan dan juga meningkatkan terjadinya difusi oksigen dalam perairan. Arus juga membantu penyebab plankton dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu menyuplai bahan makanan yang dibutuhkan plankton.
Derajat Keasaman (ph)
Derajat keasaman (ph) berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau tidaknya kondisi air sebagai media hidup. Apabila derajat keasaman tinggi apakah itu asam atau basa menyebabkan proses fisiologis pada plankton terganggu.
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air untuk bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur hara tetap tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan air, plankton dan perifiton.
Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰.
Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( no3 ) dan phosphat ( po4 ) phytoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi nitrat dan ammonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur penting untuk pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya.
Peranan plankton di perairan sangat penting karena plankton merupakan pakan alami bagi ikan kecil dan hewan air lainnya. Plankton merupakan mata rantai utama dalam rantai makanan di perairan plankton dalam suatu perairan mempunyai peranan yang sangat penting. Plankton terdiri dari fitoplankton yang merupakan produsen utama dan dapat menghasilkan makanannya sendiri dan merupakan makanan bagi hewan seperti zoo, ikan, udang dan kerang melalui proses fotosintesis dan zooplankton yang bersifat hewani dan beraneka ragam. Fitoplankton adalah makanan yang terpenting dalam perikanan darat yang merupakan makanan primer. Suatu perairan dikatakan subur apabila di dalamnya banyak terdapat produsen primer yaitu fitoplankton baik kuantitas maupun kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://forum.o-fish.com/viewtopic.php?f=5&t=8076 (diakses tanggal 15-11-2009)
http://oedinpato.blogspot.com/ (diakses tanggal 15-11-2009)
http://www.scribd.com/doc/9739611/EKOSISTEM-PERAIRAN (diakses tanggal 15-11-2009)
Jumat, 02 Juli 2010
Jumat, 23 April 2010
EKOLOGI
EKOLOGI ADALAH ILMU PENGETAHUAN
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara menyeluruh pada komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
PRINSIP-PRINSIP EKOLOGI
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
FAKTOR BIOTIK
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan.
A. INDIVIDU
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.
Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh adaptasi morfologi:
a. Gigi-gigikhusus
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabikmangsanya.
b. Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya.
c. Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang merayap.
Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya.
Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk menangkap serangga.
d. Daun
Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap.
Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.
e. Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
2. AdaptasiFsiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan hidupnya.
a. Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.
b. Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita.
c. Mimikri pada kadal
Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu serta keadaan sekitarnya.
3. Adaptasi tingkah laku Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Contohnya :
a. Pura-pura tidur atau mati Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekatiseekoranjing.
b. Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut.
B. POPULASI
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa di kelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.
Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi.
Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya tebang pilih. Populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya tebang pilih. Populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.
C. KOMUNITAS
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
D. EKOSISTEM
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme).
Faktor Abiotik
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut.
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
b. Sinar matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.
c. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.
f. Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.
g. Garis lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
Rantai Makanan (food chain)
Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi rantai makanan, aliran energi, dan siklus biogeokimia. Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit.
1. Rantai Pemangsa
Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen.
Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu.
3. Rantai Saprofit
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.
4. Rantai Makanan dan Tingkat Trofik
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia, dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan. Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama. Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua. Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota tingkat trofik keempat.
5. Piramida Ekologi
Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Ada 3 jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi.
a. Piramida jumlah
Organisme dengan tingkat trofik masing - masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti kita Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah, sedangkan organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang. Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan selalu lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1. Karnivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di tiap tingkat trofik.
b. Piramida Biomassa
Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu, diukur dlm gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.
c. Piramida Energi
Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem. Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut. Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya. Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai sampah. Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisms, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara menyeluruh pada komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
PRINSIP-PRINSIP EKOLOGI
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
FAKTOR BIOTIK
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan.
A. INDIVIDU
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.
Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh adaptasi morfologi:
a. Gigi-gigikhusus
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabikmangsanya.
b. Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya.
c. Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang merayap.
Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya.
Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk menangkap serangga.
d. Daun
Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap.
Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.
e. Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
2. AdaptasiFsiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan hidupnya.
a. Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.
b. Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita.
c. Mimikri pada kadal
Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu serta keadaan sekitarnya.
3. Adaptasi tingkah laku Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Contohnya :
a. Pura-pura tidur atau mati Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekatiseekoranjing.
b. Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut.
B. POPULASI
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa di kelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.
Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi.
Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya tebang pilih. Populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya tebang pilih. Populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.
C. KOMUNITAS
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
D. EKOSISTEM
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme).
Faktor Abiotik
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut.
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
b. Sinar matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.
c. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.
f. Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.
g. Garis lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
Rantai Makanan (food chain)
Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi rantai makanan, aliran energi, dan siklus biogeokimia. Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit.
1. Rantai Pemangsa
Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen.
Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu.
3. Rantai Saprofit
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.
4. Rantai Makanan dan Tingkat Trofik
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia, dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan. Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama. Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua. Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota tingkat trofik keempat.
5. Piramida Ekologi
Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Ada 3 jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi.
a. Piramida jumlah
Organisme dengan tingkat trofik masing - masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti kita Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah, sedangkan organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang. Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan selalu lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1. Karnivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di tiap tingkat trofik.
b. Piramida Biomassa
Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat tertentu, diukur dlm gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.
c. Piramida Energi
Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem. Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut. Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya. Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai sampah. Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisms, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.
Senin, 12 April 2010
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pemilihan Nutrisi Karang Serta Pertumbuhan Karang
A. Cahaya dan kedalaman
Dalam pemilihan nutrisi, ada dua sumber nutrisi pada karang yaitu heterotrofik dan autotrofik. Apabila cahaya menunjang (siang hari) karang lebih memilih nutrisi dari autotrofik karena karang menghasilkan nutrisi dari hasil fotosintesis zooxanthellae yang menyuplai energi ke polip karang sehingga ada energi yang diperoleh oleh karang untuk melakukan proses metabolisme untuk proses kalsifikasi dan pertumbuhan karang Zooxanthella memberikan makanan bagi karang yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya karang memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella.. Apabila cahaya minim (tidak ada), karang lebih memilih heterotrofik, karang dapat menangkap makanan melalui phagotrophy (tentakel yang menangkap makanan yang lewat dan memasukkannya dalam mulut dimana makanan itu dicerna), dan melalui cilliary feeding (pengeluaran lapisan mucus yang menjebak partikel organik kecil yang dihembuskan ke mulut oleh rambut-rambut kecil yang disebut cilia). Coral mungkin mungkin juga mengambil bahan organic terlarut dari air laut untuk digunakan sebagai energi dasar. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
B. Suhu
pada umumnya, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C. Terumbu karang tidak terdapat di perairan di mana suhu musim dingin jauh di bawah standar yang telah di tulis di atas.
C. Salitinas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 3235 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.
D. Sedimentasi dan kecerahan
Sedimentasi merupakan salah satu pembatas pertumbuhan karang. Daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi akan sulit untuk menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan karang. Apabila proses sedimentasi sangat tinggi , pasti akan mempengaruhi kecerahan perairan sehingga intensitas cahaya yang masuk ke perairan terhalang oleh sedimen yang mengambang di kolom air. Ini akan berakibat pada fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae dan mempengaruhi pemilihan nutrisi pada karang. Apabila sedimen yang tersuspensi tersebut mengendap, pasti akan menutup karang yang ada di bawahnya sehinnga pertumbuhan karang terpengaruhi.
E. arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
F. Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.
Dalam pemilihan nutrisi, ada dua sumber nutrisi pada karang yaitu heterotrofik dan autotrofik. Apabila cahaya menunjang (siang hari) karang lebih memilih nutrisi dari autotrofik karena karang menghasilkan nutrisi dari hasil fotosintesis zooxanthellae yang menyuplai energi ke polip karang sehingga ada energi yang diperoleh oleh karang untuk melakukan proses metabolisme untuk proses kalsifikasi dan pertumbuhan karang Zooxanthella memberikan makanan bagi karang yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya karang memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella.. Apabila cahaya minim (tidak ada), karang lebih memilih heterotrofik, karang dapat menangkap makanan melalui phagotrophy (tentakel yang menangkap makanan yang lewat dan memasukkannya dalam mulut dimana makanan itu dicerna), dan melalui cilliary feeding (pengeluaran lapisan mucus yang menjebak partikel organik kecil yang dihembuskan ke mulut oleh rambut-rambut kecil yang disebut cilia). Coral mungkin mungkin juga mengambil bahan organic terlarut dari air laut untuk digunakan sebagai energi dasar. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
B. Suhu
pada umumnya, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C. Terumbu karang tidak terdapat di perairan di mana suhu musim dingin jauh di bawah standar yang telah di tulis di atas.
C. Salitinas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 3235 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.
D. Sedimentasi dan kecerahan
Sedimentasi merupakan salah satu pembatas pertumbuhan karang. Daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi akan sulit untuk menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan karang. Apabila proses sedimentasi sangat tinggi , pasti akan mempengaruhi kecerahan perairan sehingga intensitas cahaya yang masuk ke perairan terhalang oleh sedimen yang mengambang di kolom air. Ini akan berakibat pada fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae dan mempengaruhi pemilihan nutrisi pada karang. Apabila sedimen yang tersuspensi tersebut mengendap, pasti akan menutup karang yang ada di bawahnya sehinnga pertumbuhan karang terpengaruhi.
E. arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
F. Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.
Selasa, 30 Maret 2010
Sebab-sebab kematian karang dan Sumber Nutrisi Terumbu Karang
Sebab-sebab kematian karang
Akibat Alam ( natural Causes )
a. Ledakan populasi Acanthaster planci
Achanthaster planci merupakan predator karang, jika populasi meledak (outbreak) dapat merusak terumbu karang secara luas dengan jalan memangsa polip-polip karang. Jika populasinya meledak dapat merusak terumbu kiarang sampai >60%. Acanthaster planci tumbuh berasosiasi dengan terumbu karang.
Acanthaster planci merupakan hewan predator yang merusak koloni karang dan dapat merubah sruktur komunitas karang. Acanthster planci adalah hewan besar dan bertangan banyak. Hewan ini hanya memakan jaringan hidup atau polip karang. Karena ukurannya yang besar, ia mampu merusak seluruh koloni selama ia makan. Populasi hewan ini bisa sangat melimpah jika predator utamanya, yaitu siput raksasa (Charonia tritonis) berkurang di alam akibat diambil untuk dijadikan hiasan.
b. Pemanasan global
Pemanasan global adalah gejala meningkatnya suhu bumi akibat menipisnya lapisan ozon yang membuat es di daerah kutub mencair. Dengan mencairnya es di kutub akan mengakibatkan kenaikan muka air laut.
Kejadian atau gejala alam di bumi berpengaruh terhadap kehidupan organism perairan baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satu gejala alam yang berpengaruh langsung terhadap struktur kehidupan biotic dan abiotik perairan adalah pemanasan global. Pemanasan global berdampak buruk bagi biota perairan khususnya karang. Peningkatan suhu permukaan perairan menyebabkan kematian karang pada skala yang luas. Kematian karang ditandai dengan pemutihan (bleaching) akibat oleh keluarnya zooxantehella dari polip karang. Pemutihan yang berlangsung lama (3-6 bulan) bisa menyebabkan kematian karang > 70%. Tahun 1998 merupakan pemutihan yang terloas dengan kematian karang yang tinggi di Samudera Pasifik dan Laut Karabia.
c. Gempa/tsunami dan banjir
Gejala alam berupa gempa bumi/tsunami secara langsung berpengaruh pada berbagai aspek, baik kehidupan di darat maupun di perairan laut. Gemap bumi ataupun tsunami menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas sumber daya laut. Karang sebagai ekosistem kunci di wilayah perairan mendapat tekanan berat hantaman dan pengadukan air akibat gempa dan tsunami.
Banjir yang terjadi pada suatu wilayah menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut khususnya karang. Proses pencampuran air tawar dengan air laut menyebabkan penurunan salinitas air laut sehingga terjadi perubahan komposisi kimia air laut. Kita ketahui bahwa karang hidup pada salinitas air laut normal ( 30-35 ppt). jadi penurunan kadar garam air laut akibat banjir akan mempengaruhi kehidupan (pertumbuhan) dan dalam kondisi yang parah bisa menyebabkan kamatian.
Selain penurunan salinitas air laut, banjir juga menyebabkan terjadinya pengadukan sedimen dasar perairan yang kemudian terangkut dan terbawa arus, sehingga banjir dapat menyebabkan meningkatnya laju sedimentasi. Tingginya laju sedimentasi pada wilayah perairan laut menyebabkan proses pengambilan makanan karang dan proses fotosintesis zooxanthella terhambat karena jaringan tubuh karang tertutupi oleh sedimen yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan.
Aktivitas Manusia ( Anthropogeneic )
a. Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan
Penangkapan ikan tidak ramah lingkungan merupakan jenis aktivitas penangkapan di laut yang merusak. Beberapa jenis aktivitas itu antara lain : penagkapan dengan bom ikan, racun sianida / potas, penggunaan alat tangkap trawl ( jarring dasar yang ditarik), dan bubu.
Ada beberapa sebab munculnya permasalahan ini, antara lain:
• Kemiskinan merupakan alas an nyata nelayan melakukan kegiatan penangkapan tidak ramah lingkungan
• Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan mafaat terumbu karang bagi kehidupan.
• Kurangnya koordinasi dan pengawasan dari pemerintah menyababkan degradasi habitat karang.
b. Pencemaran
Peningkatan aktivitas masyarakat di wilayah pesisir berupa kegiatan pencemaran antara lain limbah minyak, sampah plastic dan bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem terumbu karang. Laut sebagai jalur transportasi perdagangan dan jasa sosial menuai berbagai persoalan dalam tata lingkungan. Tumpahan kapal tangki raksasa akan melepaskan limbah minyak dan dapat menutupi permukaan karang atau juga mengurangi penetrasi cahaya. Selain itu, juga dapat menyebabkan kematian pada berbagai biota laut komersil; antara lain: ikan, kerang, udang dan kepiting serta biota lainnya.
Selain pencemaran minyak, sampah plastic juga banyak terdapat perairan Indonesia. Sampah-sampah plastic yang terdapat pada perairan menutupi permukaan perairan yang dapat menghalangi proses fotosintesis zooxanthella pada karang.
c. Penggundulan hutan/konversi lahan
Tingginya pemanfaatan masyarakat terhadap kayu dari produksi hutan, khususnya hutan mangrove/ bakau untuk berbagai kepentingan antara lain: perumahan, kayu bakar dan lain-lain. Penebangan hutan secara liar menyebabkan erosi sedimentasi. Tingginya laju sedimentasi pada wilayah perairan dapat menyumbat jaringan tubuh biota laut, selain itu juga menganggu pengambilan makanan dari karang.
SUMBER NUTRISI PADA KARANG
Karang memiliki dua cara medapatkan makanan yaitu menerima pemindahan (translocated) produk fotosintesis dari zooxanthella dan menangkap zooplankton dengan polypnya (Muller-Parker dan D’Ellia, 1997),dan sebagian besar coral makan pada malam hari (Barnes, 1987).
Terumbu karang (coral reef) adalah gambaran terbaik dalam cara adaptasi polytrophic, yang berarti dapat memperoleh energi dari bermacam-macam sumber . Data jumlah energi yang dapatkan coral secara autotropik dan heterotropik tidak pasti/tidak jelas. Tetapi diduga bahwa bagian energi keseluruhan yang dihasilkan dari fotosisntesis berkisar dari lebih dari 95% dalam coral-coral autotropik sampai sekitar 50% dalam spesies heterotropik. (Barnes dan Hughes, 1997). Hampir 95% karbon organic yang dibentuk oleh zooxanthella yang dipindahkan kedalam coral inang dalam bentuk gliserol (Anominus, 2003 a), Energi yang coral inang peroleh melalui proses metabolism gliserol ini dilengkapi oleh pemangsaan organisme heterotropik yang ada disekitarnya.
Coral dapat menangkap makanan melalui phagotrophy (tentakel yang menangkap makanan yang lewat dan memasukkannya dalam mulut dimana makanan itu dicerna), dan melalui cilliary feeding (pengeluaran lapisan mucus yang menjebak partikel organik kecil yang dihembuskan ke mulut oleh rambut-rambut kecil yang disebut cilia). Coral mungkin mungkin juga mengambil bahan organic terlarut dari air laut untuk digunakan sebagai energi dasar. Sebaliknya zooxanthella menerima nutrien organic penting dari coral inang yang dilewatkan ke zooxanthella sebagai produk kotoran hewan. Beberapa nutrien anorganik juga diperoleh dari air laut.

Gambar 1. Pola aliran nutrisi pada simbiosis mutualistik coral-algae ( sumber Muller- parker dan D’Ellia, 1997 )
\
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar 3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan torpis 2 kgC/m2/tahun dan hutan gugur didaerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus, 2003 a) Sangat ketatnya siklus nutrien dalam simbiosis terumbu karang menjelaskan mengapa mereka sangat mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan nutrisi yang rendah. Mereka berkompetisi dengan kehidupan bentik dalam memperoleh ruang pada terumbu (dimana terumbu karang sendiri secara aktif membangun seperti berkompetisi satu dengan yang lain). Penambahan jumlah nutrien pada lingkungan terumbu dapat memiliki pengaruh yang merusak yang mempengaruhi terumbu karang.
Tingkat kebutuhan coral pada makanan heterotropik sebagai tambahan karbon yang dipindahkan dari simbion bergantung pada bagaimana simbion-simbion secara aktif berfotosintesis. Jika fotosintesis (P) oleh zooxantella melebihi kebutuhan untuk respirasi (R) baik oleh coral inang maupun zooxanthella (Jika P : R > 1) maka coral autotropik penuh dan tidak membutuhkan makanan tambahan. Ketika fotosintesis menurun (P:R<1) coral membutuhkan tambahan sumber makanan. Hasilnya coral pada perairan dalam membutuhkan makan lebih dibandingkan pada air dangkal (Muller-Parker dan D’Elia, 1997; Anonimus, 2003a).
Leletkin (2003), menyatakan bahwa hasil sumbangan energi dalam simbiosis coral-zooxantellae terdiri dari produksi autotrop dari zooxanthellae dan heterotrop dari suatu polyp. Pengurangannya berupa ekskresi, respirasi, perkembangan dan pertumbuhan baik pada hewan maupun algae.
Akibat Alam ( natural Causes )
a. Ledakan populasi Acanthaster planci
Achanthaster planci merupakan predator karang, jika populasi meledak (outbreak) dapat merusak terumbu karang secara luas dengan jalan memangsa polip-polip karang. Jika populasinya meledak dapat merusak terumbu kiarang sampai >60%. Acanthaster planci tumbuh berasosiasi dengan terumbu karang.
Acanthaster planci merupakan hewan predator yang merusak koloni karang dan dapat merubah sruktur komunitas karang. Acanthster planci adalah hewan besar dan bertangan banyak. Hewan ini hanya memakan jaringan hidup atau polip karang. Karena ukurannya yang besar, ia mampu merusak seluruh koloni selama ia makan. Populasi hewan ini bisa sangat melimpah jika predator utamanya, yaitu siput raksasa (Charonia tritonis) berkurang di alam akibat diambil untuk dijadikan hiasan.
b. Pemanasan global
Pemanasan global adalah gejala meningkatnya suhu bumi akibat menipisnya lapisan ozon yang membuat es di daerah kutub mencair. Dengan mencairnya es di kutub akan mengakibatkan kenaikan muka air laut.
Kejadian atau gejala alam di bumi berpengaruh terhadap kehidupan organism perairan baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satu gejala alam yang berpengaruh langsung terhadap struktur kehidupan biotic dan abiotik perairan adalah pemanasan global. Pemanasan global berdampak buruk bagi biota perairan khususnya karang. Peningkatan suhu permukaan perairan menyebabkan kematian karang pada skala yang luas. Kematian karang ditandai dengan pemutihan (bleaching) akibat oleh keluarnya zooxantehella dari polip karang. Pemutihan yang berlangsung lama (3-6 bulan) bisa menyebabkan kematian karang > 70%. Tahun 1998 merupakan pemutihan yang terloas dengan kematian karang yang tinggi di Samudera Pasifik dan Laut Karabia.
c. Gempa/tsunami dan banjir
Gejala alam berupa gempa bumi/tsunami secara langsung berpengaruh pada berbagai aspek, baik kehidupan di darat maupun di perairan laut. Gemap bumi ataupun tsunami menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas sumber daya laut. Karang sebagai ekosistem kunci di wilayah perairan mendapat tekanan berat hantaman dan pengadukan air akibat gempa dan tsunami.
Banjir yang terjadi pada suatu wilayah menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut khususnya karang. Proses pencampuran air tawar dengan air laut menyebabkan penurunan salinitas air laut sehingga terjadi perubahan komposisi kimia air laut. Kita ketahui bahwa karang hidup pada salinitas air laut normal ( 30-35 ppt). jadi penurunan kadar garam air laut akibat banjir akan mempengaruhi kehidupan (pertumbuhan) dan dalam kondisi yang parah bisa menyebabkan kamatian.
Selain penurunan salinitas air laut, banjir juga menyebabkan terjadinya pengadukan sedimen dasar perairan yang kemudian terangkut dan terbawa arus, sehingga banjir dapat menyebabkan meningkatnya laju sedimentasi. Tingginya laju sedimentasi pada wilayah perairan laut menyebabkan proses pengambilan makanan karang dan proses fotosintesis zooxanthella terhambat karena jaringan tubuh karang tertutupi oleh sedimen yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan.
Aktivitas Manusia ( Anthropogeneic )
a. Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan
Penangkapan ikan tidak ramah lingkungan merupakan jenis aktivitas penangkapan di laut yang merusak. Beberapa jenis aktivitas itu antara lain : penagkapan dengan bom ikan, racun sianida / potas, penggunaan alat tangkap trawl ( jarring dasar yang ditarik), dan bubu.
Ada beberapa sebab munculnya permasalahan ini, antara lain:
• Kemiskinan merupakan alas an nyata nelayan melakukan kegiatan penangkapan tidak ramah lingkungan
• Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan mafaat terumbu karang bagi kehidupan.
• Kurangnya koordinasi dan pengawasan dari pemerintah menyababkan degradasi habitat karang.
b. Pencemaran
Peningkatan aktivitas masyarakat di wilayah pesisir berupa kegiatan pencemaran antara lain limbah minyak, sampah plastic dan bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem terumbu karang. Laut sebagai jalur transportasi perdagangan dan jasa sosial menuai berbagai persoalan dalam tata lingkungan. Tumpahan kapal tangki raksasa akan melepaskan limbah minyak dan dapat menutupi permukaan karang atau juga mengurangi penetrasi cahaya. Selain itu, juga dapat menyebabkan kematian pada berbagai biota laut komersil; antara lain: ikan, kerang, udang dan kepiting serta biota lainnya.
Selain pencemaran minyak, sampah plastic juga banyak terdapat perairan Indonesia. Sampah-sampah plastic yang terdapat pada perairan menutupi permukaan perairan yang dapat menghalangi proses fotosintesis zooxanthella pada karang.
c. Penggundulan hutan/konversi lahan
Tingginya pemanfaatan masyarakat terhadap kayu dari produksi hutan, khususnya hutan mangrove/ bakau untuk berbagai kepentingan antara lain: perumahan, kayu bakar dan lain-lain. Penebangan hutan secara liar menyebabkan erosi sedimentasi. Tingginya laju sedimentasi pada wilayah perairan dapat menyumbat jaringan tubuh biota laut, selain itu juga menganggu pengambilan makanan dari karang.
SUMBER NUTRISI PADA KARANG
Karang memiliki dua cara medapatkan makanan yaitu menerima pemindahan (translocated) produk fotosintesis dari zooxanthella dan menangkap zooplankton dengan polypnya (Muller-Parker dan D’Ellia, 1997),dan sebagian besar coral makan pada malam hari (Barnes, 1987).
Terumbu karang (coral reef) adalah gambaran terbaik dalam cara adaptasi polytrophic, yang berarti dapat memperoleh energi dari bermacam-macam sumber . Data jumlah energi yang dapatkan coral secara autotropik dan heterotropik tidak pasti/tidak jelas. Tetapi diduga bahwa bagian energi keseluruhan yang dihasilkan dari fotosisntesis berkisar dari lebih dari 95% dalam coral-coral autotropik sampai sekitar 50% dalam spesies heterotropik. (Barnes dan Hughes, 1997). Hampir 95% karbon organic yang dibentuk oleh zooxanthella yang dipindahkan kedalam coral inang dalam bentuk gliserol (Anominus, 2003 a), Energi yang coral inang peroleh melalui proses metabolism gliserol ini dilengkapi oleh pemangsaan organisme heterotropik yang ada disekitarnya.
Coral dapat menangkap makanan melalui phagotrophy (tentakel yang menangkap makanan yang lewat dan memasukkannya dalam mulut dimana makanan itu dicerna), dan melalui cilliary feeding (pengeluaran lapisan mucus yang menjebak partikel organik kecil yang dihembuskan ke mulut oleh rambut-rambut kecil yang disebut cilia). Coral mungkin mungkin juga mengambil bahan organic terlarut dari air laut untuk digunakan sebagai energi dasar. Sebaliknya zooxanthella menerima nutrien organic penting dari coral inang yang dilewatkan ke zooxanthella sebagai produk kotoran hewan. Beberapa nutrien anorganik juga diperoleh dari air laut.

Gambar 1. Pola aliran nutrisi pada simbiosis mutualistik coral-algae ( sumber Muller- parker dan D’Ellia, 1997 )
\
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar 3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan torpis 2 kgC/m2/tahun dan hutan gugur didaerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus, 2003 a) Sangat ketatnya siklus nutrien dalam simbiosis terumbu karang menjelaskan mengapa mereka sangat mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan nutrisi yang rendah. Mereka berkompetisi dengan kehidupan bentik dalam memperoleh ruang pada terumbu (dimana terumbu karang sendiri secara aktif membangun seperti berkompetisi satu dengan yang lain). Penambahan jumlah nutrien pada lingkungan terumbu dapat memiliki pengaruh yang merusak yang mempengaruhi terumbu karang.
Tingkat kebutuhan coral pada makanan heterotropik sebagai tambahan karbon yang dipindahkan dari simbion bergantung pada bagaimana simbion-simbion secara aktif berfotosintesis. Jika fotosintesis (P) oleh zooxantella melebihi kebutuhan untuk respirasi (R) baik oleh coral inang maupun zooxanthella (Jika P : R > 1) maka coral autotropik penuh dan tidak membutuhkan makanan tambahan. Ketika fotosintesis menurun (P:R<1) coral membutuhkan tambahan sumber makanan. Hasilnya coral pada perairan dalam membutuhkan makan lebih dibandingkan pada air dangkal (Muller-Parker dan D’Elia, 1997; Anonimus, 2003a).
Leletkin (2003), menyatakan bahwa hasil sumbangan energi dalam simbiosis coral-zooxantellae terdiri dari produksi autotrop dari zooxanthellae dan heterotrop dari suatu polyp. Pengurangannya berupa ekskresi, respirasi, perkembangan dan pertumbuhan baik pada hewan maupun algae.
Kamis, 25 Maret 2010
Keanekaragaman Spesies Terumbu Karang
Sebagian besar terumbu karang masuk dalam kelas Anthozoa (Gambar 1). Hanya dua familinya yang berka itan dengan kelas lain dari ceolenterata- Hydrozoa:Milleporidae dan Stylasteridae. Kelas Anthozoa meliputi dua subkelas Hexacoralia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang berbeda asalnya, demikian pula dalam morfologi dan fisiologinya. Fungsi bangunan terumbu sebagian besar dibentuk oleh karang pembangun terumbu (hermatypic), yang membentuk endapan kapur (aragonit) massif. Kelompok karang hermatypic diwakili sebagian besar oleh ordo Scleractinia (Subklas Hexacorallia). Dua spesies dalam kelompok ini termasuk dalam ordo Octocorallia (Tubipora musica dan Heliopora coerulea), dan beberapa spesies kedalam kelas Hydrozoa (hydrocoral Millepora sp. dan Stylaster roseus). Karang hermatypik mengandung alga simbion zooxanthellae yang sangat mempercepat proses calsifikasi, dengan demikian memungkinkan karang inangnya membangun koloni massif. Hexacoral dari ordo-ordo lain dari subklas Hexaco rallia: Corallimorpharia, Anthipatharia, dan Ceriantharia, termasuk beberapa spesies dari ordo zoanthidea seperti sebagian besar octocoral dari subklas octocorallia, menjadi hewan-hewan yang berkoloni, juga memproduksi skeleton keras atau ellemen keras dari skeleton yang lembutnya dari materi cacareus dan dengan demikian berperan dalam memproduksi materi kapur remah. Menurut Anonimus (2003a) ada 12 family dan 47 genera karang.

Menurut Ongkosongo (1988) terdapat enam bentuk pertumbuhan karang batu yaitu (1) Tipe bercabang (branching), (2) tipe padat (massive), (3)tipe kerak (encrusting), tipe meja (tabulate), (5) tipe daun (foliose), dan (6) tipe jamur (mushroom).
Sesuai dengan fungsinya dalam bangunan karang (hermatypikahermatypik) dan, kepemilikannya atas alga simbion (symbiotic-asymbiotic), kerang dapat dibagi lagi dalam kelompok berikut: (Sorokin, 1993)
1. Hermatype-symbiont. Kelompok ini meliputi sebagian besar karang scleractinia pembangun terumbu.
2. Hermatype-asymbiont. Karang-karang yang tumbuh lambat ini dapat membangun skeleton kapur massif tanpa pertolongan zooxanthellae, dimana mereka dapat hidup pada lingkungan gelap, dalam gua, terowongan, dan bagian yang dalam dari kontinental solpe. Diantara mereka adalah csleractinia asymbiotic Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydrocoral Stylaster rosacea.
3. Ahermatype-symbionts. Diantara Scleractinian ada yang termasuk dalam kelompok fungiid kecil ini, seperti Heteropsammia dan Diaseris, dan juga karang Leptoseris (family Agaricidae), yang ada sebagai polyp tunggal atau sebagai koloni kecil, dan karenanya tidak dapat dimasukkan dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga hampir seluruhnya merupakan octocoral-alcyonaceans dangorgonacean yang memiliki alga simbion tetapi tidak membangun koloni kapur massif.
4. Ahermatypes-asymbionts. Untuk kelompok ini ada diantara beberapa spesies scleractinia dari genera Dendrophylla dan Tubastrea yang memiliki polyp kecil. Termasuk juga hexacoral dari ordo Antipatharia dan Corallimorpharia, dan asymbiotic octocoral. Sebagian besar karang pembangun terumbu (hermatypic) adalah bersimbiosis. Oleh karena itu pada literature istilah hermatypic diterima sebagi sinonim dari symbiotic. Kadang-kadang tidak tepat benar, karena ada satu kelompok symbiotic tetapi merupakan karang ahermatypic. Akan tetapi sudah lazim menggunakan istilahistilah ini sebagai sinonimnya.
2.2.Karang Scleractinian
Polyp karang scleractinia berisi kantong tertutup yang sederhana yang dibuat dari dua lapisan sel yang terpisah oleh selembar jaringan penghubung (messoglea). Lapisan luar dari sel (epidermis/ektodermis) merupakan (1) penghubung dengan air laut sekitar (dalam hal ini disebut oral atau epidermis bebas) atau (2) terletak berseberangan dengan skeleton pembuat kapur (disebut calsicoblastic epidermis) (Anonimus, 2003 a; Anonimus 2003 b)
Kantung tertutup terlipat untuk membentuk sebuah mulut, paring dan usus sederhana (nama terakhir dari filum Cnidaria adalah Coelenterata yang berati usus yang tertutup). Usus sederhana memiliki beberapa lipatan internal yang menolong dalam pencernaan melalui penambahan luas permukaan. Permukaan ini juga merupakan tempat organ reproduksi (dalam mesenteria). Lapisan dalam dari sel (gastrodermis/endodermis) berflagel dan menghubungkan dengan system sirkulasi gastrovaskular internal dari hewan. Sirkulasi ini menghubungkan polip coral yang berdekatan dan menjadikan adanya tingkat ketergantungan antar polip dalam suatu koloni. Alga simbion Dinoflagellata (zooxanthella) ditempatkan dalam gastrodermis dan dalam vakuola sel khusus (simbiosome vacuoles). Skema bentuk karang dan letak zooxanthella dapat dilihat pada gambar 2.

2.3.Zooxanthellae
Zooxanthellae (Yunani : Alga hewan kuning cokat) adalah sebuah istilah yang merujuk pada sekelompok dinoflagellata yang berasal dari perubahan evolusi yang berbeda yang terjadi dalam simbiosis dengan invertebrata laut. Dinoflagellata adalah organisme aneh dan kelompok organisme yang menakjubkan: beberapa anggotanya
adalah autothrophik (memperoleh sumber energi dari cahaya matahari dan membentuk karbon organic melalui proses fotosintesis. Sementara yang lainnya adalah organism heterotrop yang mendapatkan sumber energi dari bahan organic melalui pemangsaan terhadap organisme lain (Anonimus, 2003 a; Barnes, 1987). Diyakini bahwa seluruh zooxanthella memiliki spesies yang sama, Symbiodinium microadriaticum (Rowan dan Powers, 1991). Namun akhir-akhir ini zooxanthella berbagai macam coral telah ditemukan tidak kurang dari 10 taxa alga (Anonimus, 2003 b), sedangkan menurut Anonimus (2003 a) setidaknya 17 taxa alga.
Dinoflagellata fotosintetik memiliki pigmen unik (diadinoxanthin, peridinin) dan enzim fotosintetik. Dinoflagellata yang hidup bebas dapat terjadi dalam fase Coccoid yang nonmotil dan tidak memiliki flagel atau sebagai dinomastigote yaitu fase dimana memiliki dua flagel dan memiliki sifat berenang .
2.4.Simbiosis Coral-Algae
Simbiosis mutualisme yang unik antara karang (coral) hermatipik (scleractinian) dengan zooxanthella merupakan tenaga penggerak dibelakang keberadaan, pertumbuhan dan produktivitas terumbu karang (coral reef) (Levinton, 1995). Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella. Terumbu karang adalah simbiosis yang paling menonjol. Simbiosis ini melibatkan dua jenis organisme yang sangat berbeda yang telah terpisah selama sejarah evolusinya. Karang sebagai “inang” adalah sebuah hewan invertebrata dalam filum Cnidaria (Coelenterata). Simbion terumbu karang adalah alga fotosintetik dinoflagellata yang tinggal dalam jaringan endodermis dalam sel-sel hewan inang. Dengan demikian simbiosis berlangsung sangat erat (endosymbiosis intraseluler). Zooxanthella terkonsentrasi dalam sel gastrodermal polip dan tentakel (Levinton, 1995) Karang scleractinian (stony coral) merupakan pembangun terumbu yang dominan di laut tropis yang dangkal. Berbagai bukti (molekuler, isotop, ekologi) menunjukkan bahwa coral scleractinian telah membentuk simbiosis dengan alga sangat lama yang tampak dalam catatan fosilnya.
Selain zooxanthella yang bersimbiosis dengan karang terdapat jenis-jenis algae lain yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang yang juga potensial sebagai penyerap karbon. Jenis algae yang berasosiasi dengan terumbu karang sangat banyak jumlahnya. Di Indonesia timur tercatat sebanyak 765 spesies rumput laut yang terdiri dari 179 spesies algae hijau, 134 spesies algae coklat dan 452 spesies alga merah (Nontji, 1987). Untuk jenis moluska disebutkan oleh Wells (2002) bahwa diperairan terumbu karang Raja Ampat Papua ditemukan sejumlah 699 spesies moluska. Jumlah spesies sponge yang ada di perairan Indonesia disebutkan oleh Tanaka et al (2002) dalam Dahuri (2003) sebanyak 700 spesies. Jumlah ini lebih rendah dari yang dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana (2001), Van Soest (1989) dan Moosa 1(999) yang menyebutkan jumlah 850 spesies sponge. Tomascik dkk (1997) menyebutkan jumlah spesies sponge sebanyak 3000 spesies berdasarkan ekspedisi Siboga dan 1500 spesies hasil ekspedisi Snellius II.
2.5. Produktivitas Ekosistem Terumbu Karang
Simbiosis mutualisme yang unik antara karang (c oral) hermatipik (scleractinian) dengan zooxanthella merupakan tenaga penggerak dibelakang keberadaan, pertumbuhan dan produktivitas terumbu karang (coral reef) (Levinton, 1995).
Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella.
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar 3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan tropis 2 kgC/m2/tahun dan hutan gugur di daerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus, 2003 a)
Menurut Dahuri (2003) produktivitas primer bersih terumbu karang berkisar antara 300 – 5000 g C/cm2/tahun. Menurut Gordon dan Kelly (1962) dalam Supriharyono (2000) di perairan tepi Hawaii pernah diketemukan produktivitas ekosistem terumbu karang mencapai 11. 680 g C/cm2/tahun.

Menurut Ongkosongo (1988) terdapat enam bentuk pertumbuhan karang batu yaitu (1) Tipe bercabang (branching), (2) tipe padat (massive), (3)tipe kerak (encrusting), tipe meja (tabulate), (5) tipe daun (foliose), dan (6) tipe jamur (mushroom).
Sesuai dengan fungsinya dalam bangunan karang (hermatypikahermatypik) dan, kepemilikannya atas alga simbion (symbiotic-asymbiotic), kerang dapat dibagi lagi dalam kelompok berikut: (Sorokin, 1993)
1. Hermatype-symbiont. Kelompok ini meliputi sebagian besar karang scleractinia pembangun terumbu.
2. Hermatype-asymbiont. Karang-karang yang tumbuh lambat ini dapat membangun skeleton kapur massif tanpa pertolongan zooxanthellae, dimana mereka dapat hidup pada lingkungan gelap, dalam gua, terowongan, dan bagian yang dalam dari kontinental solpe. Diantara mereka adalah csleractinia asymbiotic Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydrocoral Stylaster rosacea.
3. Ahermatype-symbionts. Diantara Scleractinian ada yang termasuk dalam kelompok fungiid kecil ini, seperti Heteropsammia dan Diaseris, dan juga karang Leptoseris (family Agaricidae), yang ada sebagai polyp tunggal atau sebagai koloni kecil, dan karenanya tidak dapat dimasukkan dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga hampir seluruhnya merupakan octocoral-alcyonaceans dangorgonacean yang memiliki alga simbion tetapi tidak membangun koloni kapur massif.
4. Ahermatypes-asymbionts. Untuk kelompok ini ada diantara beberapa spesies scleractinia dari genera Dendrophylla dan Tubastrea yang memiliki polyp kecil. Termasuk juga hexacoral dari ordo Antipatharia dan Corallimorpharia, dan asymbiotic octocoral. Sebagian besar karang pembangun terumbu (hermatypic) adalah bersimbiosis. Oleh karena itu pada literature istilah hermatypic diterima sebagi sinonim dari symbiotic. Kadang-kadang tidak tepat benar, karena ada satu kelompok symbiotic tetapi merupakan karang ahermatypic. Akan tetapi sudah lazim menggunakan istilahistilah ini sebagai sinonimnya.
2.2.Karang Scleractinian
Polyp karang scleractinia berisi kantong tertutup yang sederhana yang dibuat dari dua lapisan sel yang terpisah oleh selembar jaringan penghubung (messoglea). Lapisan luar dari sel (epidermis/ektodermis) merupakan (1) penghubung dengan air laut sekitar (dalam hal ini disebut oral atau epidermis bebas) atau (2) terletak berseberangan dengan skeleton pembuat kapur (disebut calsicoblastic epidermis) (Anonimus, 2003 a; Anonimus 2003 b)
Kantung tertutup terlipat untuk membentuk sebuah mulut, paring dan usus sederhana (nama terakhir dari filum Cnidaria adalah Coelenterata yang berati usus yang tertutup). Usus sederhana memiliki beberapa lipatan internal yang menolong dalam pencernaan melalui penambahan luas permukaan. Permukaan ini juga merupakan tempat organ reproduksi (dalam mesenteria). Lapisan dalam dari sel (gastrodermis/endodermis) berflagel dan menghubungkan dengan system sirkulasi gastrovaskular internal dari hewan. Sirkulasi ini menghubungkan polip coral yang berdekatan dan menjadikan adanya tingkat ketergantungan antar polip dalam suatu koloni. Alga simbion Dinoflagellata (zooxanthella) ditempatkan dalam gastrodermis dan dalam vakuola sel khusus (simbiosome vacuoles). Skema bentuk karang dan letak zooxanthella dapat dilihat pada gambar 2.

2.3.Zooxanthellae
Zooxanthellae (Yunani : Alga hewan kuning cokat) adalah sebuah istilah yang merujuk pada sekelompok dinoflagellata yang berasal dari perubahan evolusi yang berbeda yang terjadi dalam simbiosis dengan invertebrata laut. Dinoflagellata adalah organisme aneh dan kelompok organisme yang menakjubkan: beberapa anggotanya
adalah autothrophik (memperoleh sumber energi dari cahaya matahari dan membentuk karbon organic melalui proses fotosintesis. Sementara yang lainnya adalah organism heterotrop yang mendapatkan sumber energi dari bahan organic melalui pemangsaan terhadap organisme lain (Anonimus, 2003 a; Barnes, 1987). Diyakini bahwa seluruh zooxanthella memiliki spesies yang sama, Symbiodinium microadriaticum (Rowan dan Powers, 1991). Namun akhir-akhir ini zooxanthella berbagai macam coral telah ditemukan tidak kurang dari 10 taxa alga (Anonimus, 2003 b), sedangkan menurut Anonimus (2003 a) setidaknya 17 taxa alga.
Dinoflagellata fotosintetik memiliki pigmen unik (diadinoxanthin, peridinin) dan enzim fotosintetik. Dinoflagellata yang hidup bebas dapat terjadi dalam fase Coccoid yang nonmotil dan tidak memiliki flagel atau sebagai dinomastigote yaitu fase dimana memiliki dua flagel dan memiliki sifat berenang .
2.4.Simbiosis Coral-Algae
Simbiosis mutualisme yang unik antara karang (coral) hermatipik (scleractinian) dengan zooxanthella merupakan tenaga penggerak dibelakang keberadaan, pertumbuhan dan produktivitas terumbu karang (coral reef) (Levinton, 1995). Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella. Terumbu karang adalah simbiosis yang paling menonjol. Simbiosis ini melibatkan dua jenis organisme yang sangat berbeda yang telah terpisah selama sejarah evolusinya. Karang sebagai “inang” adalah sebuah hewan invertebrata dalam filum Cnidaria (Coelenterata). Simbion terumbu karang adalah alga fotosintetik dinoflagellata yang tinggal dalam jaringan endodermis dalam sel-sel hewan inang. Dengan demikian simbiosis berlangsung sangat erat (endosymbiosis intraseluler). Zooxanthella terkonsentrasi dalam sel gastrodermal polip dan tentakel (Levinton, 1995) Karang scleractinian (stony coral) merupakan pembangun terumbu yang dominan di laut tropis yang dangkal. Berbagai bukti (molekuler, isotop, ekologi) menunjukkan bahwa coral scleractinian telah membentuk simbiosis dengan alga sangat lama yang tampak dalam catatan fosilnya.
Selain zooxanthella yang bersimbiosis dengan karang terdapat jenis-jenis algae lain yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang yang juga potensial sebagai penyerap karbon. Jenis algae yang berasosiasi dengan terumbu karang sangat banyak jumlahnya. Di Indonesia timur tercatat sebanyak 765 spesies rumput laut yang terdiri dari 179 spesies algae hijau, 134 spesies algae coklat dan 452 spesies alga merah (Nontji, 1987). Untuk jenis moluska disebutkan oleh Wells (2002) bahwa diperairan terumbu karang Raja Ampat Papua ditemukan sejumlah 699 spesies moluska. Jumlah spesies sponge yang ada di perairan Indonesia disebutkan oleh Tanaka et al (2002) dalam Dahuri (2003) sebanyak 700 spesies. Jumlah ini lebih rendah dari yang dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana (2001), Van Soest (1989) dan Moosa 1(999) yang menyebutkan jumlah 850 spesies sponge. Tomascik dkk (1997) menyebutkan jumlah spesies sponge sebanyak 3000 spesies berdasarkan ekspedisi Siboga dan 1500 spesies hasil ekspedisi Snellius II.
2.5. Produktivitas Ekosistem Terumbu Karang
Simbiosis mutualisme yang unik antara karang (c oral) hermatipik (scleractinian) dengan zooxanthella merupakan tenaga penggerak dibelakang keberadaan, pertumbuhan dan produktivitas terumbu karang (coral reef) (Levinton, 1995).
Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthella.
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar 3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan tropis 2 kgC/m2/tahun dan hutan gugur di daerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus, 2003 a)
Menurut Dahuri (2003) produktivitas primer bersih terumbu karang berkisar antara 300 – 5000 g C/cm2/tahun. Menurut Gordon dan Kelly (1962) dalam Supriharyono (2000) di perairan tepi Hawaii pernah diketemukan produktivitas ekosistem terumbu karang mencapai 11. 680 g C/cm2/tahun.
lapisan tubuh polip

Gambar 1. Anatomi polip karang
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).

Gambar 2. Lapisan tubuh karang dengan sel penyengat dan zooxanthellae di dalamnya. Tampak sel penyengat dalam kondisi tidak aktif dengan yang sedang aktif
b. Nematocyst
Sel Sengat (Nematosit)
Hewan tak bertulang belakang (invertebrata) laut terdiri dari beberapa Phylum. Salah satunya adalah phylum Cnidaria yang terdiri dari beberapa Class di antaranya adalah: anemone, ubur-ubur, koral, dan karang api (Millepora). Semua hewan dari phylum ini mempunyai alat untuk mempertahankan diri sekaligus untuk mencari mangsa yang berbentuk semacam sel di mana di dalam sel ini terdapat semacam harpun lengkap dengan tali untuk menarik mangsa agar tidak lepas dari cengkeraman mereka. Pada hewan-hewan ini nematocyst berjumlah sangat banyak dan terdapat pada tentakel-tentakelnya.
Cara kerja sel-sel ini adalah jika mereka bersentuhan langsung dengan semua materi yang mengandung protein (materi pada mangsa mereka, juga sekaligus adalah materi pada daging dan kulit manusia), maka secara otomatis harpun akan terpicu lepas dan menancap pada mangsa. Kekuatan penetrasi dan racun nematocyst beragam pada masing-masing spesies. Pada Anemone Jagung (Entacmea quadricolor) misalnya hanya akan terasa seperti lengket-lengket saja pada kulit dan tidak akan melukai manusia. Pada Anemone Karpet nematocyst ini cukup kuat menancap hingga jika dipaksakan untuk diangkat maka tentakel-tentakel kecil yang menempel akan putus dan tetap melekat pada kulit. Beberapa ubur-ubur lain akan cukup membuat kulit terasa gatal sepanjang hari.
Tapi pada beberapa hewan lain seperti Millepora (Karang Api) dan Ubur-ubur Portuguese Man O’ War, efek yang dirasakan sudah berupa rasa terbakar yang luar biasa dan bisa berakibat hilangnya kesadaran. Penetrasi nematocyst juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit manusia. Misalnya, nematocyst anemone Clown (Heteractis magnifica) tidak akan mampu menembus jaringan kulit di sekitar ujung jari yang relatif tebal, tapi dengan mudal sel-sel penyengat ini dapat menembus kulit di sekitar lengan dan daerah kulit lain. Efek dari bisa Heteractis magnifica ‘hanya’ membuat lengan menjadi kejang ringan (kram) selama beberapa jam saja. Nematocyst tidak dimiliki oleh hewan-hewan laut selain dari phylum Cnidaria, seperti ikan, Bulu Babi, gurita, ular laut, dan lain-lain
Bentuk nematosit yang dapat dijumpai di beberapa jenis pada klas Anthozoa Ada 4 jenis nematosit yang ditemukan yaitu:
• Penetrant tipe nematosit yang menusuk
• Glutinant tipe nematosit yang menempel
• Volvent tipe nematosit yang menjerat
• Ptychocyst tipe nematosit yang unik dan ditemukan pada anemon


Sistem kerja nematosit dibawah pada bagian paling kiri nematosit berada pada kapsul seluler. Dalam sel tersebut terdapat benang yang berpilin yang terbungkus dan memiliki tekanan (Seperti per). Saat mangsa menyentuh tentakel polip, nematosit terpicu. Penutup pada jaringan sel pada operculum tersebut langsung terbuka. Saat operculum terbuka benang-benang yang ada didalamnya langsung keluar. Pada bagian paling kanan benang tersebut kemudian menyebar. Benang tersebut bentuknya seperti jarum yang langsung menyuntikkan racun pada mangsanya. Saat mangsa telah lumpuh polip mengerakkan mangsa kemulutnya kemudian nematosit tersebut kembali kedalam kapsul (http://www.solcomhouse.com).
kalsifikasi karang
1 Kalsifikasi dan Produksi Kapur Terumbu Karang
Proses kalsifikasi sebenarnya adalah proses mineralisasi yang terjadi diluar kalikoblas epidermis. Bahan utama yang digunakan untuk proses kalsifikasi sebenarnya merupakan suatu hasil metabolisme yang disekresikan, dan terdiri dari beberapa substansi muchopolysacarida, yang memungkinkan karang mengikat kalsium (Ca2+) dari air laut (Suharsono dan Kiswara, 1984). Di laut kalsium tersedia dalam jumlah yang tak terbatas sehingga tidak menjadi faktor pembatas untuk pembentukan CaCO3. Kecepatan pembentukan CaCO3, yang merupakan komponen utama dari kerangka karang, tergantung pada kecepatan pemindahan asam karbonat pada tempat kalsifikasi. Pemindahan asam karbonat dapat dilakukan oleh enzim “carbonic anhydrase”. Adanya penghambat “carbonic anhydrase” dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan kalsifikasi, karena terganggunya efisiensi pemindahan asam karbonat. Disamping itu pemindahan asam karbonat juga dilakukan melalui proses fiksasi CO2 oleh zooxanthellae pada waktu berfotosintesis (Bohm, 2005).
Proses kalsifikasi karang sangat kompleks. Semua bahan yang didepositkan bergerak dibawah kontrol metabolik yang sangat berkaitan, sehingga terjadi kesesuaian antar pengambilan dan pengendapan (Garison dan Ward, 2008). Adanya kontrol metabolik ini menyebabkan proses kalsifikasi ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti cahaya dan suhu. Akibatnya kecepatan kalsifikasi sangat bervariasi dari tahun ketahun, serta terjadi perbedaan densitas pengendapan dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh selama tahun itu. Smith (2004) menyatakan peranan zooxanthellae dalam kalsifikasi sangat penting. Jika zooxanthellae dicegah untuk tidak melakukan fotosintesis atau dipindahkan dari jaringan karang maka reaksi pembentukan CaCO3 menjadi sangat lambat.
Koloni karang dengan zooxanthellae masih dapat mengadakan kalsifikasi yang lebih cepat dalam keadaan gelap dari pada koloni tanpa zooxanthellae dalam keadaan ada cahaya. Peranan zooxanthellae dalam mekanisme kalsifikasi adalah dalam memindahkan hasil buangan yang dihasilkan oleh karang seperti CO2, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Dengan adanya pemindahan zat-zat ini kecepatan metabolisme karang meningkat (Bohm et al., 2005).
Dalam ekosistem terumbu karang tidak hanya karang sendiri yang memproduksi CaCO3. Berbagai jenis hewan dan tumbuhan seperti Coralline algae, Moluska, Echinodermata, dan hewan lainnya membentuk cangkang dari CaCO3. Scoffin et al. (1980) dalam Nontji (1984) menyatakan produksi CaCO3 di terumbu karang diperkirakan (206 x 106 g/th)±10 dan bersamaan dengan diproduksinya CaCO3 ini terjadi juga pemindahan CaCO3 dari terumbu karang sebesar (123 x 106 )±7 g/th. Pemindahan ini terjadi karena adanya hewan-hewan yang hidup bersama dengan karang dan membuat rumah didalam kerangka karang. Hewan dan tumbuhan ini termasuk gastropod, cacing, bulu babi, ikan kakaktua, keong, sponge, kerang, crustacea, dan lain-lainnya.
Persentase dari kerangka kapur berkisar antara 7-38% dari total CaCO3. Disamping kalsium, unsur-unsur Sr, U, Ba, Cu, B, Li, dan Zn secara umum selalu ada dalam kerangka karang. Zat-zat ini didepositkan bersama-sama dengan Ca selama proses kalsifikasi. Unsur pada berbagai jenis karang jumlahnya bervariasi. Hal ini berkaitan dengan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas, dan komposisi air (Odum, 1955 dalam Nontji, 1984).
2.3.2 Mekanisme Kalsifikasi
Peran alga dalam proses kalsifikasi sampai saat ini masih belum teridentifikasi dengan jelas. Menurut Johnston (1980) mengasumsikan bahwa mekanisme kalsifikasi alga melalui peningkatan cahaya mengikuti mekanisme kalsifikasi dasar seperti yang terjadi pada karang hermatipik dan ahermatipik. Ada dua dasar mekanisme kalsifikasi yaitu :
(1) kalsifikasi sebagai proses fisika-kimia biasa, dimana pengendapan anorganik matriks terjadi karena kondisi media yang supersaturasi;
(2) kalsifikasi didasarkan pada pengompleksan ion Ca2+ atau CO32- oleh material matriks yang bermuatan.
Material pengompleksan ini kemungkinan adalah kelompok amida, seperti kitin dan ikatan peptida protein. Senyawa lainnya adalah residu protein matriks asam asaparatik dan asam glutamat.
Johnston (1980) juga memberikan 3 hipotesis lain yang menggambarkan peran alga dalam proses kalsifikasi karang yaitu : (1) sebagai pengambil senyawa yang mungkin penghambat; (2) sebagai pengatur stimulasi metabolisme; (3) sebagai penyumbang matriks organik.
(1) Sebagai pengambil senyawa yang mungkin yang mungkin penghambat.
Pengambilan senyawa penghambat dapat meningkatkan kalsifikasi telah didiskripsikan oleh beberapa peneliti seperti Goreau (1961). Pengambilan ini biasanya terjadi pada waktu proses fotosintesis, dimana alga akan mengabsorbsi CO2 dan Posfat dalam perairan. Secara spesifik Chapman (1974) dalam Johnston (1980) menyimpulkan bahwa pengikatan CO2 oleh alga melalui proses fotosintesis hanya dapat meningkatkan CaCO3, jika konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) dan kondisi pH air yang tinggi. Borowitzka dan Larkum (1974) dalam Johnston (1980) menunjukkan bahwa jika CO2 diambil pada waktu proses foto sintesis, maka pH akan meningkat dan menggeser kesetimbangan HCO3-, seperti pada persamaan reaksi di bawah ini :
HCO3- H+ + CO32-..................................................................................................(1)
yang berarti akan meningkatkan konsentrasi ion CO32-, dengan meningkatnya ion CO32- maka akan meningkatkan kalsifikasi, namun hal ini masih belum ada bukti.
(2) Sebagai pengatur stimulator metabolisme
Hal ini didasarkan pada peran penting alga dalam membantu menyerap sisa–sisa metabolisme hewan karang seperti Posfat (PO43-), Sulfur (SO42-) dan Nitrat (NO32-).
(3) Sebagai penyumbang matriks organik
Hal ini didasarkan pada pendapat Wainwright (1963) dalam Johnston (1980) yang mengusulkan bahwa alga mampu menghasilkan komponen penghambat kalsifikasi (rate-limiting compound) yang terlibat dalam pembentukan matriks organik. Komponen tersebut adalah kitin pada jenis Pocilopora damicornis. Namun demikian peran ini juga belum jelas mengingat matriks ini bukan merupakan faktor pembatas dalam proses kalsifikasi atau bukan berasal dari alga (Goreau dan Goreau, 1961).
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sebenarnya peran dari proses fotosintesis alga pada proses kalsifikasi masih belum jelas dan masih dalam suatu perdebatan (Adey,2000). Namun demikian karang batu pembentuk terumbu tidak mengkalsifikasi sangat nyata pada kondisi gelap dan bahwa peran kedua organisme yang ada yaitu : alga simbion dan alga yang hidup bebas sangat menentukan dalam proses kalsifikasi (Adey, 2000) . Selanjutnya dikatakan pula bahwa pertumbuhan alga yang berlebihan karena peningkatan nutrien (eutropkasi) atau pemangsaan yang turun (karena perikanan) yang kurang melihat atau memperhatikan pertumbuhan alga yang hidup bebas sangat merusak kehidupan atau pertumbuhan karang (Adey, 2000).
2.4 Radioisotop 45CaCl2
Bohm et al. (2005) menyatakan unsur-unsur yang memiliki neutron yang berbeda pada intinya, sehingga akan memiliki nomor massa, inti, dan nomor atom berbeda, sehingga sifat kimianya tidak berubah. Unsur-unsur seperti ini memiliki elemen yang sama, tetapi berat atom atau nomor massanya yang berbeda disebut isotop. Penambahan awalan Radio- di gunakan untuk menandakan sifat radioaktif, dengan kata lain radioisotop berbeda dengan isotop-isotop stabil. Bahwa proton dan netron pada inti membentuk susunan tidak stabil dan karena itulah pemecahan terjadi secara spontan. Sifat penanda digunakan untuk menggambarkan sebuah elemen, senyawa, atau organisme mengandung bahan pengganti isotop. Tanda bintang juga digunakan sebagai penanda untuk radioisotop.
Radioisotop alami ditandai dengan adanya nomor atom yang lebih besar dari 81. Radioisotop 45Ca ini berbentuk cairan dalam bentuk 45CaCl2 dan memiliki waktu paruh 162,23 hari atau ± sekitar 5 bulan. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar Beta dengan intensitas yang rendah, sehingga dibutuhkan penguat radiasi untuk memperkuat radiasi yang dipancarkan, agar bisa terbaca pada alat ( Bohm et al., 2005).
Proses kalsifikasi sebenarnya adalah proses mineralisasi yang terjadi diluar kalikoblas epidermis. Bahan utama yang digunakan untuk proses kalsifikasi sebenarnya merupakan suatu hasil metabolisme yang disekresikan, dan terdiri dari beberapa substansi muchopolysacarida, yang memungkinkan karang mengikat kalsium (Ca2+) dari air laut (Suharsono dan Kiswara, 1984). Di laut kalsium tersedia dalam jumlah yang tak terbatas sehingga tidak menjadi faktor pembatas untuk pembentukan CaCO3. Kecepatan pembentukan CaCO3, yang merupakan komponen utama dari kerangka karang, tergantung pada kecepatan pemindahan asam karbonat pada tempat kalsifikasi. Pemindahan asam karbonat dapat dilakukan oleh enzim “carbonic anhydrase”. Adanya penghambat “carbonic anhydrase” dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan kalsifikasi, karena terganggunya efisiensi pemindahan asam karbonat. Disamping itu pemindahan asam karbonat juga dilakukan melalui proses fiksasi CO2 oleh zooxanthellae pada waktu berfotosintesis (Bohm, 2005).
Proses kalsifikasi karang sangat kompleks. Semua bahan yang didepositkan bergerak dibawah kontrol metabolik yang sangat berkaitan, sehingga terjadi kesesuaian antar pengambilan dan pengendapan (Garison dan Ward, 2008). Adanya kontrol metabolik ini menyebabkan proses kalsifikasi ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti cahaya dan suhu. Akibatnya kecepatan kalsifikasi sangat bervariasi dari tahun ketahun, serta terjadi perbedaan densitas pengendapan dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh selama tahun itu. Smith (2004) menyatakan peranan zooxanthellae dalam kalsifikasi sangat penting. Jika zooxanthellae dicegah untuk tidak melakukan fotosintesis atau dipindahkan dari jaringan karang maka reaksi pembentukan CaCO3 menjadi sangat lambat.
Koloni karang dengan zooxanthellae masih dapat mengadakan kalsifikasi yang lebih cepat dalam keadaan gelap dari pada koloni tanpa zooxanthellae dalam keadaan ada cahaya. Peranan zooxanthellae dalam mekanisme kalsifikasi adalah dalam memindahkan hasil buangan yang dihasilkan oleh karang seperti CO2, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Dengan adanya pemindahan zat-zat ini kecepatan metabolisme karang meningkat (Bohm et al., 2005).
Dalam ekosistem terumbu karang tidak hanya karang sendiri yang memproduksi CaCO3. Berbagai jenis hewan dan tumbuhan seperti Coralline algae, Moluska, Echinodermata, dan hewan lainnya membentuk cangkang dari CaCO3. Scoffin et al. (1980) dalam Nontji (1984) menyatakan produksi CaCO3 di terumbu karang diperkirakan (206 x 106 g/th)±10 dan bersamaan dengan diproduksinya CaCO3 ini terjadi juga pemindahan CaCO3 dari terumbu karang sebesar (123 x 106 )±7 g/th. Pemindahan ini terjadi karena adanya hewan-hewan yang hidup bersama dengan karang dan membuat rumah didalam kerangka karang. Hewan dan tumbuhan ini termasuk gastropod, cacing, bulu babi, ikan kakaktua, keong, sponge, kerang, crustacea, dan lain-lainnya.
Persentase dari kerangka kapur berkisar antara 7-38% dari total CaCO3. Disamping kalsium, unsur-unsur Sr, U, Ba, Cu, B, Li, dan Zn secara umum selalu ada dalam kerangka karang. Zat-zat ini didepositkan bersama-sama dengan Ca selama proses kalsifikasi. Unsur pada berbagai jenis karang jumlahnya bervariasi. Hal ini berkaitan dengan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas, dan komposisi air (Odum, 1955 dalam Nontji, 1984).
2.3.2 Mekanisme Kalsifikasi
Peran alga dalam proses kalsifikasi sampai saat ini masih belum teridentifikasi dengan jelas. Menurut Johnston (1980) mengasumsikan bahwa mekanisme kalsifikasi alga melalui peningkatan cahaya mengikuti mekanisme kalsifikasi dasar seperti yang terjadi pada karang hermatipik dan ahermatipik. Ada dua dasar mekanisme kalsifikasi yaitu :
(1) kalsifikasi sebagai proses fisika-kimia biasa, dimana pengendapan anorganik matriks terjadi karena kondisi media yang supersaturasi;
(2) kalsifikasi didasarkan pada pengompleksan ion Ca2+ atau CO32- oleh material matriks yang bermuatan.
Material pengompleksan ini kemungkinan adalah kelompok amida, seperti kitin dan ikatan peptida protein. Senyawa lainnya adalah residu protein matriks asam asaparatik dan asam glutamat.
Johnston (1980) juga memberikan 3 hipotesis lain yang menggambarkan peran alga dalam proses kalsifikasi karang yaitu : (1) sebagai pengambil senyawa yang mungkin penghambat; (2) sebagai pengatur stimulasi metabolisme; (3) sebagai penyumbang matriks organik.
(1) Sebagai pengambil senyawa yang mungkin yang mungkin penghambat.
Pengambilan senyawa penghambat dapat meningkatkan kalsifikasi telah didiskripsikan oleh beberapa peneliti seperti Goreau (1961). Pengambilan ini biasanya terjadi pada waktu proses fotosintesis, dimana alga akan mengabsorbsi CO2 dan Posfat dalam perairan. Secara spesifik Chapman (1974) dalam Johnston (1980) menyimpulkan bahwa pengikatan CO2 oleh alga melalui proses fotosintesis hanya dapat meningkatkan CaCO3, jika konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) dan kondisi pH air yang tinggi. Borowitzka dan Larkum (1974) dalam Johnston (1980) menunjukkan bahwa jika CO2 diambil pada waktu proses foto sintesis, maka pH akan meningkat dan menggeser kesetimbangan HCO3-, seperti pada persamaan reaksi di bawah ini :
HCO3- H+ + CO32-..................................................................................................(1)
yang berarti akan meningkatkan konsentrasi ion CO32-, dengan meningkatnya ion CO32- maka akan meningkatkan kalsifikasi, namun hal ini masih belum ada bukti.
(2) Sebagai pengatur stimulator metabolisme
Hal ini didasarkan pada peran penting alga dalam membantu menyerap sisa–sisa metabolisme hewan karang seperti Posfat (PO43-), Sulfur (SO42-) dan Nitrat (NO32-).
(3) Sebagai penyumbang matriks organik
Hal ini didasarkan pada pendapat Wainwright (1963) dalam Johnston (1980) yang mengusulkan bahwa alga mampu menghasilkan komponen penghambat kalsifikasi (rate-limiting compound) yang terlibat dalam pembentukan matriks organik. Komponen tersebut adalah kitin pada jenis Pocilopora damicornis. Namun demikian peran ini juga belum jelas mengingat matriks ini bukan merupakan faktor pembatas dalam proses kalsifikasi atau bukan berasal dari alga (Goreau dan Goreau, 1961).
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sebenarnya peran dari proses fotosintesis alga pada proses kalsifikasi masih belum jelas dan masih dalam suatu perdebatan (Adey,2000). Namun demikian karang batu pembentuk terumbu tidak mengkalsifikasi sangat nyata pada kondisi gelap dan bahwa peran kedua organisme yang ada yaitu : alga simbion dan alga yang hidup bebas sangat menentukan dalam proses kalsifikasi (Adey, 2000) . Selanjutnya dikatakan pula bahwa pertumbuhan alga yang berlebihan karena peningkatan nutrien (eutropkasi) atau pemangsaan yang turun (karena perikanan) yang kurang melihat atau memperhatikan pertumbuhan alga yang hidup bebas sangat merusak kehidupan atau pertumbuhan karang (Adey, 2000).
2.4 Radioisotop 45CaCl2
Bohm et al. (2005) menyatakan unsur-unsur yang memiliki neutron yang berbeda pada intinya, sehingga akan memiliki nomor massa, inti, dan nomor atom berbeda, sehingga sifat kimianya tidak berubah. Unsur-unsur seperti ini memiliki elemen yang sama, tetapi berat atom atau nomor massanya yang berbeda disebut isotop. Penambahan awalan Radio- di gunakan untuk menandakan sifat radioaktif, dengan kata lain radioisotop berbeda dengan isotop-isotop stabil. Bahwa proton dan netron pada inti membentuk susunan tidak stabil dan karena itulah pemecahan terjadi secara spontan. Sifat penanda digunakan untuk menggambarkan sebuah elemen, senyawa, atau organisme mengandung bahan pengganti isotop. Tanda bintang juga digunakan sebagai penanda untuk radioisotop.
Radioisotop alami ditandai dengan adanya nomor atom yang lebih besar dari 81. Radioisotop 45Ca ini berbentuk cairan dalam bentuk 45CaCl2 dan memiliki waktu paruh 162,23 hari atau ± sekitar 5 bulan. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar Beta dengan intensitas yang rendah, sehingga dibutuhkan penguat radiasi untuk memperkuat radiasi yang dipancarkan, agar bisa terbaca pada alat ( Bohm et al., 2005).
Langganan:
Postingan (Atom)